Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Intan Terpendam di Liga Primeira

Liga Primeira Portugal mampu menghasilkan pemain muda berbakat. Dibanderol hingga ratusan miliar rupiah, mereka tersebar di liga elite Eropa.

3 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI daratan Eropa, pamor Liga Primeira Portugal tak sebanding dengan Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, Seri A Italia, atau Bundesliga Jerman. Kualitasnya jauh di bawah liga elite Eropa tersebut. Penguasa Liga Primeira pun hanya berpusar pada tiga tim: duo klub asal Lisabon, Benfica dan Sporting, serta FC Porto. Tapi justru dari liga yang dianggap kelas dua inilah tersimpan para calon pemain kaliber dunia.

Apa yang terjadi di Liga Primeira saat ini pernah dialami Eredivisie, kompetisi kelas utama di Belanda, lebih dari dua dekade lalu. Dinilai sebagai liga kasta kedua, Eredivisie malah menjadi batu loncatan bagi para pemain untuk masuk ke level elite. Penyerang asal Brasil, Ronaldo Luis Nazario de Lima, adalah salah satu jebolan Eredivisie yang kemudian memukau dunia.

Saat masih berusia 17 tahun, Ronaldo memilih PSV Eindhoven. Dia mencetak 30 gol pada musim perdananya. Klub-klub raksasa Eropa pun terpikat kepadanya. Pada 1996, Barcelona memboyong Ronaldo dari PSV dengan membayar US$ 19,5 juta, yang menjadi rekor dunia saat itu. Ronaldo kemudian melanglang bersama Inter Milan, Real Madrid, dan AC Milan sebelum pensiun di klub Brasil, Corinthians, enam tahun lalu.

Kalah dari segi bisnis hiburan sepak bola, Liga Primeira justru menjadi tempat pembibitan pemain. Salah satunya Victor Lindelöf. José Mourinho, manajer klub Liga Primer, Manchester United, secara terang-terangan terpincut pada gaya pemain Benfica, klub juara Liga Primeira 2016/2017, tersebut. Klub berjulukan Setan Merah itu akhirnya merogoh kocek 31 juta pound sterling atau sekitar Rp 530 miliar untuk memboyong Lindelöf.

Bek 22 tahun asal Swedia itu menjadi pemain pertama yang direkrut Mourinho dalam bursa transfer tahun ini. Mourinho membutuhkan Lindelöf untuk membenahi lini pertahanan Manchester United yang rapuh. Pada akhir musim 2016/2017, Manchester United tercecer di peringkat keenam di bawah Arsenal dan seteru lamanya, Liverpool.

Untuk meyakinkan Lindelöf, Mourinho bahkan meneleponnya langsung. Gayung bersambut. Lindelöf merasa cocok. Baginya, mendengar langsung keinginan Mourinho adalah yang terpenting. "Lega rasanya begitu tahu dia serius menginginkan saya," katanya dalam wawancara di MUTV, pertengahan Juni lalu. Lindelöf menganggap Mourinho pelatih bagus dan ini peluang terbaik bekerja sama dengannya.

Mengawali karier di klub Swedia, Vasteras IK, Lindelöf bergabung dengan tim Benfica B pada usia 18 tahun. Akademi Benfica memoles talentanya. Lindelöf bolak-balik dipanggil bermain bersama Benfica senior sejak 2013. Pemain langganan tim nasional Swedia sejak di level U-17 itu membantu Benfica merebut 38 kemenangan dalam 48 kali pertandingan. Bek tengah itu dikenal tenang, tangguh, dan ulet. "Dia adalah pemimpin alami. Alih-alih membentak, dia memimpin dengan memberi contoh," ujar Claes Eriksson, manajer tim Swedia U-19, seperti ditulis The Guardian.

David May, pemain yang membantu MU meraih treble--juara Liga Primer, Piala FA, dan Liga Champions Eropa--pada 1999, mendukung pilihan Mourinho. Lindelöf dinilai mampu mengisi lubang besar di lini pertahanan MU musim lalu yang kerap ditinggalkan Phil Jones, Chris Smalling, Marcos Rojo, dan Eric Bailly akibat cedera. "Saya suka gaya bermain para bek Skandinavia. Mereka sangat bagus," kata May.

Setelah mendapatkan Lindelöf, MU mengincar bek sayap Benfica, Nelson Semedo, pemain muda lainnya yang ditempa kemampuannya di Liga Primeira musim ini. Lalu ada Ederson Moraes, kiper muda dari Benfica, yang direkrut Manchester City. Adapun Goncalo Guedes, pemain sayap berusia 20 tahun, telah diboyong klub Prancis, Paris Saint-Germain, pada Januari lalu.

Di antara klub yang berlaga di Liga Primeira, Sporting Lisbon paling jeli memantau pemain. Pada 1997, Direktur Pengembangan Pemain Muda Sporting, Aurélio Pereira, sampai mengirim tim pemantau ke Pulau Madeira, di bagian utara Samudra Atlantik, hampir 1.000 kilometer dari Lisabon. Di sana, di klub Nacional, ada bocah 12 tahun yang disebut "jenius" dalam sepak bola. Bocah itu bernama Cristiano Ronaldo.

Bocah kurus itu menjelma menjadi salah satu lulusan terbaik Sporting. Menyabet tiga gelar pemain terbaik dunia, tiga gelar juara Liga Champions Eropa, dan gelar juara Euro 2016 bersama Portugal membuatnya menjadi legenda hidup bagi anak-anak yang menimba ilmu di Sporting.

Cristiano Ronaldo mungkin penemuan terbesar yang pernah didapat Pereira. Namun akademi sepak bola Sporting, Alcochete, juga dikenal sebagai salah satu sekolah terbaik di dunia. Alcochete bahkan lebih produktif menghasilkan pemain andal ketimbang akademi milik Barcelona, Real Madrid, atau Manchester United.

Hanya tiga klub--Ajax Amsterdam, Partizan Belgrade, dan Dinamo Zagreb--yang menghasilkan lulusan lebih banyak dan bermain di kompetisi top Eropa ketimbang Sporting. Banyak klub datang ke Sporting untuk mempelajari kesuksesan mereka. "Kami memberi tahu mereka semampu kami," ucap Direktur Alcochete, Virgílio Lopes, seperti ditulis The New York Times.

Selain Sporting, Benfica sukses meluluskan para pemain binaannya menjadi anggota tim elite Eropa. Ada David Luiz, Ramires, dan Nemanja Mati yang berlabuh di Chelsea. André Gomes, yang bergabung dengan akademi Benfica pada 2012 pada usia 18 tahun, kini sudah bermain untuk Barcelona.

Ederson Santana de Moraes termasuk salah satu lulusannya. Menimba ilmu di klub Sao Paulo, Brasil, penjaga gawang itu bergabung dengan Benfica pada usia 16 tahun. Namun permainan Ederson sempat meredup dan dua tahun berselang dia dipinjamkan ke klub divisi III Ribeirao, lalu hijrah ke Rio Ave, salah satu anggota Liga Primeira.

Permainan Ederson kembali moncer. Sadar akan kesalahan meminjamkan Ederson, Benfica memanggilnya pulang. Bermain dalam 37 laga bersama Benfica pada dua musim terakhir, Ederson ikut menikmati manisnya menjadi juara liga. Kepiawaiannya sebagai benteng terakhir pertahanan tim membuat pemain 23 tahun itu dilirik Manajer Manchester City Josep "Pep" Guardiola.

Pep tengah mencari kiper baru setelah penampilan Claudio Bravo dan Willy Caballero melorot. Joe Hart juga tak bisa diandalkan. Akibatnya, City melempem tanpa gelar sepanjang musim lalu. City harus mengucurkan duit 34,7 juta pound atau setara dengan Rp 593 miliar dan membuat Ederson menjadi kiper termahal dari Liga Primeira.

Bulan lalu, City juga merekrut Bernardo Silva dari AS Monaco. Pemain yang juga lulusan akademi Benfica itu dibeli senilai 43,5 juta pound atau sekitar Rp 743 miliar. Tak ingin kehabisan pemain, City sampai mengutus Pere Guardiola, saudara Pep, bernegosiasi dengan Sporting untuk mendapatkan pemain tengah berusia 25 tahun, William Carvalho.

Klub-klub besar Italia dan Jerman juga mengincar para pemain muda dari Liga Primeira. Bayern München mendapatkan Renato Sanches dari Benfica tahun lalu. Pemain tengah berusia 19 tahun ini juga terdaftar sebagai anggota tim nasional Portugal. André Silva, penyerang FC Porto, sudah menjalani tes kesehatan untuk bergabung dengan AC Milan.

Hijrahnya para pemain muda Liga Primeira juga dipengaruhi masalah keuangan klub. Porto dan Benfica masih terjerat utang. Asosiasi Sepak Bola Eropa bahkan mengancam menjatuhkan sanksi kepada Porto jika klub itu tak segera memperbaiki masalah keuangannya.

Di luar peliknya masalah keuangan klub, atmosfer latihan dan kualitas akademi klub lebih berpengaruh dalam mencetak pemain andal. Seperti kata Virgílio Lopes, anak-anak hanya ingin bermain sepak bola sehingga seharusnya tak perlu menjalani pola latihan serius seperti pemain profesional. "Kami tak ingin mereka menjadi pemain profesional pada usia 14 tahun," ujarnya. Bak intan terpendam, para pemain muda ini tinggal menunggu polesan untuk berkilau.

Gabriel Wahyu Titiyoga (The Guardian, The Mirror, Skysports, Portugoal)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus