TINJU pro semakin mendapat angin Laik. Februari ini muncul
lagi promotor baru, Amar Singh. Baru saja mendapat lisensi KTI
(Komisi Tinju Indonesia), ia langsung menyelenggarakan
Kejuaraan Nasional Kelas Super Bantam di Bulungan, Jakarta.
Pertandingan akhir pekan ini ialah antara juara bertahan Iwan
(Bandung) dan penantangnya Didik Mulyadi (Malang). "Kesempatan
pertama ini saya selenggarakan di Jakarta. Tapi nanti saya
rencanakan pula di daerah," kata promotor itu yang kini bekerja
di bagian keuangan Gandhi Memorial School Jakarta. Ia
menyebutkan Cirebon, Medan dan Jayapura sebagai tempat
pertandingan nanti. "Tujuan saya untuk memberi entertainment
(hiburan) bagi masyarakat di situ," katanya.
Promotor yang keturunan India ini mula-mula menjadi manajer
sasana (amatir) Nusantara Jakarta. Kini mengurus tinju pro, Amar
Singh bekerja sama dengan Francis L. Moningka, bekas petinju pro
yang dikenal sebagai Kid Francis di Sasana Scorpio, dan Ketua I
KTI, O.P Koesno sebagai pelindung/penasihat.
Untuk pertandingan pertama ia belum memikirkan cari untung.
"Kami belum mendapat sponsor," kata Singh. Ia mengungkapkan
biaya untuk pertandingan pertama ditanggungnya sendiri, dengan
penjualan karcis Rp 7.500 (ring-side) dan Rp 2.000 (tribun).
Amar Singh yang lahir di Medan tahun 1944 cukup berani.
Promotor pribadi lain telah gulung tikar, seperti Haris
Pangemanan dan Binanga Hutagalung. "Kematian promotor itu juga
karena tidak dibina KTI," kata Rio Tambunan yang dulu sering
menjadi sponsor unuk promotor Hutagalung. Kritik ini pernah
dilontarkan Tambunan dalam Kongres KTI (yang memilihnya sebagai
Ketua Bidang Organisasi KTI) di Bandung akhir Agustus 1980.
Sejak Kongres itulah mulai baik iklim untuk dunia promotor.
Lisensi Thommy Djhorgie, yang sempat dicabut KTI, diberikan
kembali. Boy Bolang, rekan Djhorgie juga memperoleh lisensi.
"Sementara ini ada seorang lagi telah minta lisensi. Kami telah
berikan rekomendasinya kepada KTI Pusat," kata Wakil Ketua KTI
DKI, Ramli Rikin.
Syarat untuk perorangan mendapatkan lisensi KTI mudah saja,
asalkan ia warganegara Indonesia, dewasa, berkelakuan baik, dan
mempunyai rekening bank. Kalau suatu organisasi (Yayasan atau
PT) yang minta, maka diperlukan surat keterangan data 3 pimpinan
organisasi itu.
Menurut Ketua Umum KTI, Drs. H. Legowo, yang belum pernah
diganti sejak 1969, jumlah pemegang lisensi promotor di
Indonesia ada belasan. Ada di Jakarta, Bandung, Semarang, Malan
dan Surabaya. Yang paling aktif sekarang yakni Boy Bolang dan
Djhorgie (Jakarta), Sriyanto (Malang), Setiadi Laksono
(Surabaya) dan Sonny (Bandung).
"Pernah promotor mandek sama sekali, sehingga KTI mendirikan
Yayasan Prasadja Utama sebagai promotor di tahun 1975," cerita
Legowo. Ini membuat KTI dikecam tahun lalu. "KTI memang tidak
boleh menjadi promotor, karena tugasnya mengawasi keberesan
pertandingan yang dilaksanakan promotor," ujar Legowo ketika
hendak dilantik kembali oleh Dirjen PLSPO pekan lalu.
Selain Pengurus KTI, dilantik juga suatu panitia khusus untuk
mengawasi pertandingan Kejuaraan Dunia Kelas Welter Junior, Mei
mendatang. Penyelenggaranya adalah BB Boxing, setelah YPPI
(Yayasan Pemuda Pembangunan Indonesia) yang dikoordinir Menmud
Abdul Gafur mengundurkan diri.
"YPPI yang terdiri dari beberapa tokoh Angkatan 66 pernah minta
lisensi sebagai promotor pertandingan untuk Thomas Americo itu,"
ungkap Legowo. Menmud Gafur konon sempat mengkoordinir beberapa
pengusaha Angkatan 66, hingga BB Boxing merasa disaini dan
khaw?tir. Namun dalam rapat 12 Februari dengan Menmud,
disaksikan KTI, BB Boxing membuat pernyataan sanggup mencari
sponsor sendiri. Keesokan harinya pers menyiarkan bahwa Gafur
tidak akan ikut menangani langsung rencana pertandingan Thomas
Americo. Direktur BB Boxing, Boy Bolang merasa lega.
Pertandingan itu yang direncanakan 3 Mei, kata-Bolang, suatu
bisnis besar yang "menyangkut bayaran US$ 300.000."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini