Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tepuk tangan pecah di arena panahan Wroclaw Exhibition Ground, Kota Wroclaw, Polandia, sore itu, 10 Agustus lalu. Siulan tanda respek juga terdengar di sela keplokan panjang. Semua kemeriahan itu ditujukan penonton untuk seorang gadis Indonesia, Ika Yuliana Rochmawati, yang baru saja memenangi babak final. Dan si gadis hanya terlihat melambaikan tangan serta tersenyum malu-malu.
Dalam rekaman video di YouTube, senyum atlet 25 tahun itu terlihat tak berhenti mengembang. Juga saat lagu Indonesia Raya berkumandang di kompleks taman yang mengelilingi Centennial Hall WrocÂlaw, salah satu situs bersejarah Polandia, tersebut. Inilah aula megah beratap kubah dengan garis tengah 69 meter.
Beberapa saat sebelumnya, Ika baru saja mengempaskan pemanah Cina, Xu Jing, peringkat ketiga dunia, di babak puncak. Mereka bertanding di nomor recurve tunggal putri Kejuaraan Dunia Panahan Seri 4. "Menang di kejuaraan ini tidak mudah. Saya bersyukur bisa mencapai itu," kata Ika kepada Tempo, tiga pekan lalu. Ya, lawan-lawan berat memang harus ia hadapi di babak-babak sebelumnya.
Ika telah menundukkan pemanah Rusia, Inna Stepanova, yang bercokol di peringkat ke-15 dunia. Lalu ada Aida Roman Arroyo dari Meksiko (peraih perak Olimpiade) dan Maja Jager, pemanah Denmark peringkat ketujuh. Sedangkan di semifinal, Ika mengaÂlahkan Tatiana Segina, atlet Rusia peringkat ke-18 dunia. Daniel Lumalesil, 60 tahun, sang pelatih, mengatakan keberhasilan Ika ini membuktikan kualitas anak didiknya sebagai pemanah andal, yakni kesanggupan menguasai diri dalam situasi tertekan.
Ika memang nyaris gagal menjuarai turnamen. Pada set kedua, posisinya kritis. Jika anak panah terakhir di set ini tak menembus lingkaran tengah bernilai 10, melayanglah gelar impian itu dari genggaman. Tapi ia mampu mengatasi keadaan. Saat itu Ika begitu tenang mengangkat busur recurve merah seberat 19 kilogram dan menarik senarnya hingga menyentuh bibir. Ia mengambil napas dalam-dalam, lalu perlahan mengembuskannya. Sorot matanya tak lepas dari target 70 meter di hadapannya. Dan, tap! Tiga detik kemudian, anak panah itu tepat menancap ke sasaran.
Selamat dari kekalahan di set kedua itu, tembakan-tembakan Ika makin mantap. Ia hanya butuh empat set untuk mengalahkan pemanah top dunia lawannya dengan skor 7-1. Ika menjadi orang Indonesia pertama yang menjuarai salah satu seri Kejuaraan Dunia Panahan. "Set kedua itu adalah kunci kemenangan Ika," ujar Daniel Lumalesil.
Ketenangan, keteguhan, dan kemampuan berkonsentrasi Ika tidak diperoleh dalam semalam. Jauh di Bojonegoro, Jawa Timur, Endah Sulistyorini mengungkapkan bagaimana Ika mengasah modal utamanya sebagai pemanah itu. Wanita paruh baya ini memang tahu banyak karena, sejak usia Ika 11 tahun, dialah yang mengajariÂnya olahraga panahan.
Saat itu, pertengahan 2000, Ika diantar sang ibu, Nanik Suhartati, kepada Endah untuk digembleng sebagai pemanah. Lalu Ika dan atlet lain dilatih di Lapangan Panahan Bojonegoro. Lapangan ini terletak di Desa Banjarsari, sekitar empat kilometer dari pusat kecamatan. Lapangan itu sebelumnya adalah salah satu petak sawah milik Endah dan suaminya, I Gusti NyoÂman Budiana, ketua pengurus cabang Persatuan Panahan Indonesia Bojonegoro. NyoÂman meninggal Maret lalu karena sakit.
Dua puluh tahun lalu, pasangan tersebut memang memutuskan menimbun sawah itu dengan tanah liat untuk diubah menjadi lapangan panahan. Tujuannya agar atlet binaan mereka tidak lagi harus bolak-balik menempuh jarak 110 kilometer ke Surabaya setiap pekan untuk bisa berlatih panahan.
Singkat kata, terbentuklah lapangan panahan dengan panjang 100 meter dan lebar 35 meter yang dikelilingi lahan sawah. Berbagai jenis pohon—mangga, jambu, jati, mahoni—tumbuh memagari arena itu. Barisan pohon itu berfungsi mengurangi embusan angin agar latihan berjalan efektif. Untuk masuk ke lapangan, atlet panahan harus berjalan sekitar 20 meter dari pinggir jalan raya dan melewati kebun-kebun.
Di tempat latihan bersahaja itulah Endah melatih Ika dan calon-calon juara lainnya. Endah ingat Ika adalah gadis kecil berperasaan peka. Gadis kecil itu akan menangis jika tidak bisa memanah dengan baik. Namun Ika juga adalah bocah yang memiliki ketekunan dan disiplin kuat. Kualitas ini terlihat sejak awal, misalnya, ketika Ika kecil tetap datang ke lapangan panahan sekalipun orang tuanya tidak bisa mengantar. "Dia mengayuh sepeda sejauh tiga kilometer dari rumahnya," kata Endah.
Kesan serupa dirasakan Daniel sejak melatih Ika di pelatnas. Dia menilai Ika memiliki tekad kuat dan target pribadi yang jelas. "Dia tahu apa yang harus dia lakukan," ujar Daniel. Ika pun paham pentingnya melakukan latihan rutin sit-up dan back-up dua pekan sekali guna membentuk otot pinggang dan perut yang kuat. Kelak itulah yang membuat ia mampu tegak menopang busurnya. Sedangkan latihan squat jump dilakukan untuk memperkuat otot paha dan bench press bermanfaat menguatkan lengan. Ika juga rajin berlatih lari 30 menit untuk melatih denyut nadi.
Dengan semua itu, Ika mengikuti berbagai kejuaraan nasional hingga internasional dan mencetak prestasinya. Endah mengatakan pengalaman bertanding internasional inilah yang turut menempa mental Ika. "Saya selalu mengingatkan dia apa tujuannya di dunia panahan," tutur Endah. "Kalau ingin berprestasi, dia harus serius!"
Jalan panjang masih harus ditempuh gadis murah senyum ini. Hasil di Polandia itu semestinya bukan target terakhir anak panahnya, meskipun berbagai kenyamanan sudah mulai ia nikmati setelah prestasinya mendapat perhatian pemerintah.
Ika, misalnya, menerima kucuran bonus saat sukses menyumbangkan medali di SEA Games. Dengan bonus itu, ia bisa membeli sepeda motor bebek dan mobil buat keluarganya. Pada 2009, kata Endah, Ika bahkan membeli rumah untuk orang tuanya di Bojonegoro. "Saya ikut bangga bisa membantu Ika meningkatkan ekonomi keluarganya," ujar Endah.
Ika akan selalu melangkah tanpa mengabaikan muasal kisah suksesnya kini. Ia menaruh rasa hormat kepada Endah dan alÂmarÂhum Nyoman atas apa yang ia capai sekarang. Sebab, pasangan itu telah mengorbankan sawah guna dijadikan lapangan panahan. Mereka pun menyediakan peralatan panahan secara gratis kepada atlet lokal.
Di tengah kegembiraan atas pencapaian terakhirnya itu, Ika merasa prihatin karena pengurus panahan cabang Bojonegoro tengah dibelit konflik dengan pengurus pusat beberapa waktu terakhir. Selama di Polandia, ia justru menggunakan situasi tak nyaman itu sebagai pendorong semangat bertanding. "Komunitas panahan Bojonegoro adalah pendorong terkuat saya untuk memenangi pertarungan di Polandia," katanya.
Seorang juara yang tak melupakan akar punya peluang besar untuk lama bertahan di puncak prestasi. Mungkin Ika salah satunya….
Gadi Makitan, Sujatmiko (Bojonegoro)
Catatan Prestasi
SEA Games 2007
Mendapatkan medali emas di nomor recurve individual dan beregu.
SEA Games 2009,
Mempertahankan gelar juara di dua kategori itu.
Olimpiade
Pada 2008 dan 2012 gagal mencapai babak perempat final.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo