Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA santri laki-laki, usianya masih 12-13 tahun, duduk bersila di depan guru mereka seusai salat Jumat, akhir Agustus lalu. Sang guru, Taufiqul Hakim, mendengarkan mereka membaca kitab kuning—bertulisan huruf Arab gundul. Judulnya tak biasa, Amtsilati. Tak hanya mahir membacanya, ketiganya juga lancar menjelaskan hukum-hukum bacaan, seperti shorof dan nahwu. Aneh, santri di usia awal masa remaja itu sanggup melakukan apa yang belum tentu bisa dilakukan lulusan pesantren sekalipun.
Pondok Pesantren Darul Falah di Desa Sidoreko, Kecamatan Bangsri, Kota Jepara, Jawa Tengah, memang sudah akrab dengan metode baru membaca kitab kuning. Amtsilati adalah metode membaca kitab kuning. Taufiq yang memperkenalkannya. Amtsilati berasal dari kata mitsal, yang berarti contoh. Selanjutnya kata ini bertemu dengan kata ganti dari ana atau saya. Jadi Amtsilati berarti contoh dari saya. Taufiq telah membukukan metode ini untuk bahan pelajaran para santri.
Taufiq mendesain Amtsilati untuk orang yang baru pertama kali mempelajari bahasa Arab. Menurut dia, mereka lebih mudah menerima pengajaran dengan metode ini. Taufiq menjabarkan metode ini ke dalam sepuluh buku, yang masing-masing terdiri atas lima level. Buku Amtsilati terdiri atas buku wajib belajar, tiga buku pendamping, dan dua buku tatimah atau buku lanjutan dari Amtsilati.
Sebenarnya, menurut Nurul Huda, guru Madrasah Diniyah Takmiliyah at-Thohiriyah Wustho (setingkat sekolah menengah pertama), Sukoharjo, Wonosobo, sistem belajar Amtsilati hampir sama dengan belajar membaca kitab kuning konvensional. Nurul pernah belajar Amtsilati di Darul Falah, Yang membedakan: siswa diberi lebih banyak contoh materi dari kitab kuning dan Al-QurÂan. Dengan begitu, santri lebih paham dan tidak mudah lupa pada pelajaran.
Amtsilati juga simpel karena tidak dipusingkan oleh berbagai istilah, tapi langsung ke makna intinya. Setiap santri dianjurkan menghafal sekitar 200 dari 1.000 nadzam Alfiyah, yang dianggap terpenting. Nadzam adalah syair dalam kitab Alfiyah yang dianggap induknya gramatika Arab.
Untuk menyelesaikan setiap jilid buku, santri harus menyetorkan hafalan nadzam nahwu dan hafalan shorof setiap level kepada guru. Nahwu adalah ilmu yang mempelajari perubahan harakat terakhir dalam suku kata bahasa Arab, sedangkan shorof mempelajari perubahan bentuk kata dari kata yang satu ke kata yang lain. Santri tidak diberi batasan waktu untuk mengajukan ujian kepada gurunya. Kapan pun merasa siap, santri bisa melakukan ujian. Muhammad Iqbal al-Kahfi, 12 tahun, santri asal Subang yang kini duduk di bangku madrasah tsanawiyah kelas II, contohnya. Dia bisa menyelesaikan metode Amtsilati hanya dalam kurun dua bulan.
Untuk menyelesaikan jilid pertama, Iqbal hanya membutuhkan waktu satu setengah bulan, jilid kedua hanya membutuhkan waktu empat hari, dan jilid ketiga selesai dalam kurun enam hari. Sedangkan jilid keempat dalam kurun dua minggu dan jilid kelima hanya membutuhkan waktu satu minggu. "Cara belajar Amtsilati memberikan semangat untuk terus belajar dan berlomba-lomba dari teman yang lain," ujarnya.
Pondok Pesantren Darul Falah memiliki madrasah dari tingkat ibtidaiyah (setara dengan sekolah dasar), tsanawiyah (tingkat sekolah menengah pertama), dan aliyah (tingkat sekolah menengah atas). Menurut Taufiq, metode Amtsilati baru diajarkan kepada santri yang menginjak bangku madrasah tsanawiyah, karena umur itu dianggap mampu memahami metode pembelajaran ini. "Tidak sampai lulus tsanawiyah, santri biasanya sudah mampu menamatkan metode Amtsilati," katanya. "Murid tidak hanya belajar dengan cara menghafal, tapi juga memahami sehingga akan lebih lama tersimpan dalam memori."
Mamat S. Burhanudin, Kepala Subdirektorat Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Kementerian Agama, mengakui pemerintah melirik metode Amtsilati untuk meningkatkan kemampuan guru-guru madrasah takmiliyah (nonformal) dalam mengakses kitab kuning. Pemerintah berencana mengirim 225 guru untuk belajar metode Amtsilati pada Oktober nanti. Sebelumnya, awal tahun ini pemerintah mengirim 75 guru madrasah diniyah takmiliyah dari 73 ribu diniyah takmiliyah yang ada.
Erwin Zachri, Farah Fuadona
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo