Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Jodoh Sempurna Si Hati Baja

Andy Murray mengukuhkan diri sebagai petenis nomor satu dunia pada akhir tahun ini. Kehadiran kembali Ivan Lendl berperan besar.

28 November 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hanya dalam lima bulan, misi besar itu tercapai. Juni lalu, seminggu sebelum turnamen tenis Wimbledon, Ivan Lendl bertekad menghentikan langkah luar biasa Novak Djokovic. Kala itu, Djokovic sudah merebut dua gelar turnamen utama (Grand Slam) dan dijagokan merebut dua gelar lain pada 2016. "Andy dan saya akan berusaha merusak rencana itu," kata Lendl. Andy yang dimaksud pelatih berusia 56 tahun itu adalah Andy Murray, petenis Inggris Raya yang baru bulan itu ia tangani kembali.

Ahad pekan lalu, Lendl mewujudkan rencananya itu. Murray, 29 tahun, mengalahkan Djokovic dalam final turnamen ATP World Tour Finals di Arena O2, London, dengan skor 6-3, 6-4. Tak hanya merebut trofi turnamen itu, Murray juga memastikan diri sebagai petenis nomor satu dunia pada akhir tahun. Ia mempertahankan posisi yang direbutnya dari Djokovic seminggu sebelumnya.

Keberhasilan menjadi petenis Inggris Raya pertama yang menduduki peringkat kesatu itu juga memperpanjang torehan emas Murray sepanjang 2016. Ia meraih sembilan gelar juara—termasuk Wimbledon dan Olimpiade—dari 16 turnamen yang diikutinya serta mengantongi hadiah total 10,8 juta pound sterling atau sekitar Rp 180 miliar.

"Ini benar-benar tak terduga. Hari ini luar biasa," ujar Murray kepada wartawan seusai laga final. Lendl, seperti biasanya, memilih menjauh dari wartawan. Tapi Murray mengakui peran besar pelatihnya itu. "Hasil terbaik saya umumnya saya raih bersama Ivan."

Pertautan Murray dan Lendl berawal pada 31 Desember 2011. Lendl, yang lahir di Cekoslovakia, saat itu seperti jenuh terus mengisi waktu dengan bermain golf dan menjadi pelatih akademi tenis di Miami, Amerika Serikat. Murray sendiri dalam kondisi frustrasi karena sudah empat kali kalah di final Grand Slam.

Keduanya langsung klop. Pada tahun pertama kerja sama, 2012, Murray mampu mengakhiri kesialannya dengan menjuarai Amerika Terbuka serta merebut medali emas Olimpiade. Setahun kemudian, gelar Grand Slam Wimbledon juga dia rebut. Keduanya lantas disebut-sebut sebagai kombinasi pelatih-pemain paling efektif. Sayang, duet maut itu berakhir pada Maret 2014. Lendl lelah dengan jadwal bepergian ke seluruh penjuru dunia dan memilih kembali menjalani hari-hari tenangnya di Miami.

Sepeninggal Lendl, Murray membuat gebrakan dengan menjadi petenis putra pertama yang menyewa pelatih wanita, Amelie Mauresmo. Namun duet ini tak memberi hasil maksimal. Bersama wanita Prancis itu, Murray gagal merebut gelar Grand Slam. Peringkatnya memang membaik, naik dari urutan keempat, tapi kemudian mentok di posisi kedua.

Mauresmo juga tak tahan dengan emosi Murray yang kerap meledak-ledak. "Andy benar-benar kompleks. Di lapangan, ia bisa jadi kebalikan dari sosok dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu kadang membingungkan," kata wanita yang kini berusia 37 tahun itu. Keduanya memutuskan mengakhiri hubungan pada Mei lalu, setelah Murray dikalahkan Djokovic dalam final Prancis Terbuka.

Murray lantas kembali kepada Lendl. Kehadiran pelatih ini lagi-lagi memberi dampak positif. Murray merebut dua gelar beruntun di hadapan pendukungnya sendiri, dalam turnamen Aegon di Queen's Club dan Wimbledon. Setelah dua turnamen itu, Lendl hanya hadir di turnamen besar, yakni Olimpiade di Brasil, turnamen Grand Slam Amerika Terbuka, serta ATP Finals. Untuk turnamen lain, ia mendelegasikan tugasnya kepada Jamie Delgado.

Toh, pola kerja sama seperti itu terbukti ampuh. Meski tak ada di pinggir lapangan, Lendl mampu mendongkrak rasa percaya diri Murray. "Secara psikologis, ia membantu saya dalam turnamen besar," ujar Murray.

Di sela berbagai turnamen, Murray beberapa kali menyempatkan diri terbang ke Miami untuk berlatih bersama Lendl. Tak hanya menggembleng di lapangan tenis, Lendl juga memberi latihan mental untuk mendongkrak konsentrasi sang pemain. Latihan mental ini, yang diadopsi Lendl dari para psikolog yang pernah bekerja sama dengannya saat bermain, pernah membantunya merebut delapan gelar Grand Slam. Lendl sudah mempraktekkan latihan serupa pada Murray dalam periode kepelatihan sebelumnya.

Latihan mental itu sederhana saja. Murray diminta mengamati obyek di sekitarnya, lalu mendeskripsikannya dengan kata-kata. Begitu berulang-ulang. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan konsentrasi dan menghalau pikiran negatif. Hasil latihan itu terlihat di lapangan. Belakangan ini, konsentrasi Murray dinilai meningkat tajam dan bahasa tubuhnya yang negatif juga jauh berkurang. Ia tampak lebih menikmati permainan di lapangan dan tak lagi emosional.

Hal lain yang terlihat menonjol saat Murray bermain adalah kebugarannya yang luar biasa. ESPN bahkan menilai Murray memiliki kondisi fisik terbaik dibanding petenis lain sepanjang 2016. Kondisi fisik prima ini bukan semata hasil kerja Lendl. Ada peran Teresina Goheen, mantan penari balet, yang jadi instrukturnya. Murray menyewa wanita asal California itu sejak tahun lalu untuk mengatasi masalah punggung yang terus menghantuinya setelah menjalani operasi pada 2013. Ia terinspirasi Ryan Giggs, mantan pemain Manchester United, yang juga menggunakan metode latihan para penari balet itu untuk memperpanjang karier bermainnya.

Goheen biasanya mendampingi Murray berlatih dengan Gyrotonic, mesin untuk melatih kelenturan tubuh pebalet. Tangan dan kaki Murray akan ditarik mesin itu ke arah tertentu dan dipertahankan dalam waktu agak lama, sehingga cara berlatih ini kerap disebut metode "yoga para pebalet". Ternyata, selain mengatasi masalah punggungnya, latihan itu mampu membantu Murray lebih luwes bergerak saat bermain.

Usaha Murray mendongkrak performanya bukan hanya itu. Untuk menjaga kemampuan sprint-nya, yang oleh banyak pengamat dinilai luar biasa, ia belakangan rajin berlatih dengan Versaclimber, mesin yang memungkinkan seseorang seperti mendaki tangga tanpa ujung. Semua latihan itu juga didukung pola makan ketat yang diatur ahli nutrisi di timnya, Glenn Kearney.

Berbagai aspek itu membantu penampilan sempurna Murray di World Tour Finals. Ia menyapu bersih lima pertandingan, sekaligus memastikan diri tak terkalahkan dalam 24 pertandingan terakhir. Bagi Judy Murray, lonjakan performa putranya itu juga didukung kondisi mental yang lebih bahagia. "Ia lebih tenang dan lebih termotivasi setelah punya bayi," kata wanita 57 tahun ini. Pada Februari lalu, Murray memang baru menyambut kelahiran Sophia, bayi hasil perkawinannya dengan Kim Sears. Sejak kehadiran buah hatinya itu, Murray—yang kerap dijuluki Si Hati Baja karena tekad dan kerja kerasnya—mampu merebut enam gelar juara.

Kondisi harmonis keluarga Murray itu justru bertentangan dengan keadaan rumah tangga Djokovic, yang tengah dilanda prahara. Kehadiran orang ketiga disebut-sebut membuat bahtera rumah tangga petenis Serbia itu dengan Jelena Ristic goyah. Sejak kabar perselingkuhan itu mencuat pada Mei lalu, performa petenis 29 tahun ini pun terus melorot. Usahanya mencari solusi dengan berpaling kepada guru spiritual, Pepe Imaz, juga tak menolong. Murray ikut diuntungkan oleh kondisi rivalnya itu.

Setelah memastikan diri tetap menduduki peringkat pertama dunia, Murray bertekad lebih serius menyiapkan diri menghadapi tahun 2017, yang disebutnya lebih menantang. "Ketika berada di posisi keempat, saya tak suka kalah, tapi pengaruh kekalahan itu tak akan seperti sekarang, saat saya nomor satu," ujar Murray.

Ya, tiap kegagalan dalam turnamen tahun depan akan mengancam posisinya sebagai petenis nomor satu. Dan ia tak mau status terhormat itu melayang. "Butuh kerja keras untuk sampai di sini. Saya akan berjuang mempertahankannya," ucapnya.

Nurdin Saleh (BBC, Daily Mail, ATP, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus