WASIT sepak bola di mana-mana biasanya berkostum hitam-hitam. Namun baru di Indonesia wasit sepak bola dijadikan kambing hitam. Bila pemain bermain jelek di lapangan, tak bisa membuat gol, atau kalah dari lawan, wasitlah yang jadi sasaran. Kerusuhan pun meledak terutama pada putaran kompetisi Galatama. "Kalau saya jadi Administratur Liga, kompetisi Galatama ini akan saya hentikan. Kalau kompetisi diputar lagi, paling cuma 10 dari 20 klub yang ada yang layak ikut," kata Rahim Soekasah, manajer klub Pelita Jaya Jakarta, dengan kesal. Kasus terakhir yang agak seru terjadi di stadion Lebak Bulus, Jakarta, "kandang" klub Pelita Jaya. Ahad pekan lalu itu Pelita menghadapi Arema Malang. Di babak kedua, di kotak penalti Arema bola mengenai pemain Arema, Dominggus. Wasit meniup peluit persis saat Bambang Nurdiansyah (Pelita Jaya) berteriak handsball. Pemain Arema protes. Ini khas Indonesia, bukan cuma pemain yang protes, melainkan juga manajer dan pelatih. Manajer tim Arema Ir. Lucky Acub Zainal, 30 tahun, berlari dan sempat mencabut tiang bendera di sudut lapangan, lalu bersama pemain-pemainnya memburu wasit Suhartoyo. Wasit pun jadi bulan-bulanan sampai pertandingan terhenti sesaat. Ketika diteruskan, hukuman penalti tetap dilakukan. Arema akhirnya kalah 1-2. Kekesalan terus dibawa klub Arema. Dan ketika kapten Arema Jamrawi menandatangani laporan pertandingan, Lucky, sarjana mesin Universitas Brawijaya Malang itu, menyuruhnya menambah kata-kata "wasit mafia" dan "wasit tai". Wasit yang memimpin pertandingan Arseto melawan Asyaabab di Surabaya, Kamis pekan lalu, juga diprotes. Juga disertai kericuhan. Ahad lalu, di Gresik ada "tontonan" ketika penonton melempari wasit dengan benda apa saja. Padahal, tuan rumah Petrokimia Putra menghajar telak Bandung Raya 3-1. Namun, yang menarik dari "ulah yang tak menarik ini" adalah kasus Lebak Bulus. Komisi Disiplin Liga -- organ resmi Galatama yang diketuai Minang Warman, S.H. -- mengusulkan agar kapten Arema, Jamrawi, dihukum 2 tahun tak boleh main karena menghina wasit. Pelatih Basri diusulkan kena 4 bulan hukuman dengan masa percobaan 8 bulan, sementara Lucky Acub Zainal dimintakan hukuman 6 bulan dengan masa percobaan setahun. Administratur Liga, Acub Zainal, sempat menolak usul itu. Acub, yang menyaksikan langsung pertandingan itu, sepakat dengan kubu Arema bahwa Suhartoyo, wasit asal Semarang, adalah biang keladi segala kericuhan. Acub mengatakan bahwa kepemimpinan Suhartoyo buruk, antara lain, karena si wasit sakit pagi harinya. Penolakan Acub berumur sehari. Esoknya, setelah bertemu dengan pengurus lain, Acub menerima usul Komisi Disiplin Liga itu. Lucky pasrah dihukum. Yang ditolaknya adalah hukuman untuk Jamrawi. "Berani sumpah memang saya yang menyuruh Jamrawi menulis (kata penghinaan) itu," kata anak keempat dari istri pertama Acub Zainal ini pada Andy Reza dari TEMPO. Sebagai ketua harian sekaligus manajer Arema, "Saya siap menanggung semua risiko asalkan wasit yang menjadi sutradara di balik ini juga dihukum." Belum jelas sikap Jamrawi atas hukuman itu. "Saya ini hidup dari bola. Hukuman itu berarti asap dapur saya tak mengepul," katanya. Ia pernah dihukum dua tahun gara-gara suap. Sedangkan M. Basri sangat kesal atas tuduhan mengancam Suhartoyo. "Tak benar saya mengancam wasit. Saya bilang: 'kalau kamu memimpin pertandingan begini di Malang, bisa bahaya'," kata bekas pelatih Niac Mitra Surabaya ini. "Sejak jadi pemain nasional hingga sekarang, nama saya belum pernah cacat. Jadi, jangankan diskors empat bulan, sepuluh tahun pun saya siap," kata bekas pemain PSM Ujungpandang ini berapi-api. Apa betul Suhartoyo, wasit nasional sejak 1978, sakit ketika memimpin pertandingan? Suhartoyo menangkis. "Saya memimpin pertandingan dua kali empat puluh lima menit dalam kondisi sehat. Cuma flu ringan, kok," kata guru olahraga SMPN 6 Semarang ini. Namun, ia mengakui memimpin pertandingan dengan buruk. "Wasit toh tak selamanya baik, kadang-kadang juga melakukan kesalahan," katanya. Untuk pertandingan itu Suhartoyo menerima honor Rp 30 ribu -- standar honor wasit di Galatama. Plus, menginap di hotel bintang tiga serta transportasi menggunakan kereta api Semarang-Jakarta pulang pergi. Bahwa akhirnya wasit dijadikan kambing hitam, juga dikeluhkan Ketua Komisi Wasit PSSI Muhidin. Ia menganggap tuduhan kubu Arema ke alamat wasit cuma alasan untuk menutupi kelemahan timnya. "Arema itu kalah terus walau sekarang pelatihnya nasional. Bikin gol saja tak bisa, lantas kekesalannya dilampiaskan ke wasit, bisa saja kan begitu," kata Muhidin. Sebelum main di Lebak Bulus, Arema memang kalah dari Bandung Raya. Lalu kalah lagi dari Warna Agung. Kini, Arema berada di peringkat ke-14 dari 20 klub Galatama. Muhidin pun siap untuk melaporkan bahwa Suhartoyo tak sakit ketika memimpin pertandingan. "Kalau mau menghukum wasit, harus ada dasarnya," kata Muhidin lagi. Ia mengatakan itu karena Komisi Disiplin Liga mengusulkan agar Suhartoyo juga dihukum. Sampai Senin kemarin PSSI belum menjatuhkan hukuman untuk wasit ini. Bahwa wasit di Indonesia buruk, mungkin benar pula. Soalnya, sudah ada dua wasit yang kena skorsing atas usul Komisi Disiplin Liga. Dan tahun lalu, ketika berlangsung Kejuaraan Yunior Asia di Jakarta, wasit-wasit Indonesia -- termasuk wasit FIFA Djafar Umar -- dianggap tak layak memimpin pertandingan. Tapi, haruskah wasit dikejar-kejar pemain di lapangan seperti yang banyak terjadi di sini? Haruskah wasit selalu menjadi kambing hitam? Toriq Hadad, Iwan Qadar, dan Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini