DIREKTUR Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Hasan Walinono, dengan nada hati-hati menjelaskan perlunya penyempurnaan pakaian seragam SD, SLTP, dan SLTA Negeri. Ketentuan baru ini sudah disepakati pula oleh pimpinan MUI. Soal penandatanganan dan pengumuman kepada khalayak tinggal menunggu waktu yang tepat. "Mudah-mudahan Januari bisa saya tanda tangani," kata Hasan Walinono pada TEMPO di kantornya Sabtu pekan lalu. Berikut petikan wawancara wartawan TEMPO, Wahyu Muryadi: Mengapa sampai akan keluar surat keputusan (SK) baru tentang pakaian seragam anak sekolah? Kami sekarang sudah punya UU tentang Sistem Pendidikan Nasional dan peraturan pemerintah yang mengatur pendidikan dasar dan menengah. Bukan hanya pakaian seragam yang diubah, tapi juga hal lain. Misalnya, kami sedang memproses perubahan keputusan menteri tentang kurikulum. Pokoknya, semua sedang kami kaji kembali. Sedangkan tentang seragam, ini kan untuk menunjukkan kepada semua pihak bahwa kami, di Departemen P dan K, memahami berbagai hal yang menyangkut keyakinan pribadi. Karena itu, kami adakan penyesuaian-penyesuaian. Apakah lahirnya SK itu karena dipengaruhi oleh aksi jilbab selama ini? Tidak. Artinya, bukan hanya karena itu. Kami tidak ingin memberi kesan seperti itu. Upaya meninjau kembali ini sudah setahun lebih. Kami bolak-balik ngomong dengan MUI. Kalau lagi ada protes yang kontroversial, ya kami diamkan dulu. Itulah mengapa sampai lama. Sebab, terus terang, kami tak ingin memberikan kesan, peraturan ini diubah karena adanya unjuk rasa, protes, atau apa. Bahwa itu juga turut jadi pertimbangan, ya boleh-boleh saja. Atau karena ada tekanan pihak luar? Nggak ada tekanan dari mana-mana. Percayalah semua ini inisiatif Departemen P dan K. Jangan ada salah paham, seolah perubahan ini karena ada tekanan dari luar. Tampaknya, Anda khawatir, jangan-jangan SK itu dianggap terlalu menekankan aspek agama? Betul, karena kami, sebagai instansi pemerintah, seyogianya tak mengatur sesuatu yang secara langsung berkaitan dengan agama. Sebab, itu wewenang instansi lain. Mungkin Departemen Agama, MUI, atau kalangan keagamaan sendiri. Lagi pula, kami tak mau mengaitkannya dengan agama tertentu karena yang menjadi siswa di sekolah negeri pun banyak yang menganut bermacam agama. Apakah ada klausul baru yang membedakannya dengan SK yang lama? Ada satu pasal yang memberikan peluang bagi para siswi, yang karena alasan keyakinan pribadinya, ingin memakai pakaian yang khas. Padahal, keseluruhan peraturan ini kan untuk semua siswa-siswi. Pasal ini khusus mengatur siswi yang, karena keyakinan pribadi, memakai pakaian khas. Nah, pakaian khas itu sesuai dengan desain yang kami lampirkan. Mengapa tak ada rumusan secara definitif tentang pakaian seragam khas itu? Kan ada desainnya, tak perlu didefinisikan panjang lebar. Orang melihat desainnya saja sudah tahu. Kalau didefinisikan, nanti orang bertengkar lagi. Yang khas itu apa? Pokoknya, MUI sudah setuju. Mereka bilang, sudah memenuhi syarat, ya sudah. Selesai. Kami jadi tenang. Bagaimana dengan siswi berjilbab yang telanjur mengundurkan diri? Apakah mereka boleh kembali lagi ke sekolahnya semula? Hal-hal yang berkenaan dengan kasus seperti itu tentu akan dilihat kasus per kasus. Kami tak akan mengeluarkan aturan umum mengenai kasus yang sifatnya khusus seperti itu. Makanya, saya katakan, kalau peraturan ini sudah keluar, nanti akan kami lihat kasus per kasus. Saya tentu tidak bisa katakan, dengan keluarnya aturan baru ini, mereka dulu yang pindah sekolah, kembali ke sekolah lama. Kami akan meninjau dan menyelesaikan kasus per kasus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini