Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kali Ini Bukan Ian

Ian Imang dalam kejuaraan marathon 80 hanya keluar sebagai pemenang II. rekannya satu klub, Ali Sofyan Siregar berhasil sebagai pemenang pertama, meski masih dibawah rekor nasional.

29 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALI Sofyan Siregar sudah menempa diri jauh sebelum turun bertanding. Setiap hari, pagi dan sore, ia berlari sejauh 30 km. Lepas subuh, ia biasanya berlari selama 90 menit. Karena letih, tak heran setibanya di kantor Ali sering jatuh tidur sampai pukul 10. Syukur pimpinannya di Kantor Wilayah Pariwisata DKI Jaya tak sampai jengkel menghadapi perangainya. Latihan berat Ali memang membuahkan hasil baik. Dalam Kejuaraan Marathon Nasional 80 (di Jakarta, 23 November), menempuh jarak 42,195 km ia berhasil tampil sebagai pemenang pertama mengungguli lan Imang (juara kedua) dan Sutrisno (juara ketiga). "Napas saya tadi hampir putus karena terhambat amandel di leher ini," keluh Ali kepada wartawan TEMPO Bachrun Suwatdi. Ali, bujangan berusia 22 tahun, merupakan produk lari gembira yang digalakkan di Jakarta sejak 1976. Berlainan dengan lan Imang yang memang seorang atlet pelari jarak jauh. Sambil berbaring di tanah, Ali mengutarakan bahwa ia sesungguhnya sejak awal tidak banyak berharap bisa mengalahkan Ian Imang--teman satu klub di Indonesia Muda. Ambisinya hanya nomor dua dibelakang lan Imang pelari asal Larantuka itu. Ali memang benar. Bersama Yacob Atarury (Irian Jaya) dan Sutrisno (Jawa Tengah), ia sampai menjelang finish jauh berada di belakang lan. Di km 30 ketika kakinya mulai panas tak tertahankan, Ali mencopot sepatunya. Ia sejak itu menempuh sisa jarak dengan mengandalkan alas kaus kaki dan 25 balutan plester tensoplast di kedua telapak kakinya Tapi dengan tekad harus mencapai finish, ia terus membayangi lan yang mulai tampak kendur. Dan di depan gedung DPR/MPR, 3 km menjelang garis akhir, Ali melampaui lan. Sekalipun keluar sebagai pemenang pertama, waktu tempuh Ali (2 jam 40 menit 22,57 detik) masih jauh di bawah rekor nasional (2 jatn 35 menit 39,6 detik). Di arena Asian Games 1962, Gurnam Singh memancang rekor nasional itu -- yang belum terlampaui hingga kini. Sementara lan dan Sutrisno masing-masing mencatat 2 jam 41 menit 47,08 detik dan 2 jam 42 menit 34,99 detik. Siapa Ali Sofyan Siregar? Namanya mulai dikenal ketika pada lomba lari 28 .km memperingati Hari Sumpah Pemuda 1978, ia menduduki urutan kesembilan. Juaranya waktu itu lan Imang. Karena ajakan lan ia lalu bergabung dengan klub Indonesia Muda. Di klub inilah, di bawah asuhan M. Asro, kemampuan Ali digali. Beberapa kejuaraan marathon diikutinya. Tapi baru pada Marathon Hangten I (Bangkok) tahun lalu, ia menonjol dan berhasil meraih emas. Daya tahannya terhadap terik matahari membuat dia berhasil menyisihkan pelari dari negara lain. Meskipun catatan waktunya hampir tiga jam. Kenapa lan Imang, merosot? Pelatih M. Asro mengakui bahwa lan memang kurang berlatih karena sering pulang dari kantor menjelang maghrib. Bekerja di Direktorat Pembekalan Dalam Negeri Pertamina, lan praktis hanya punya waktu luang hari Sabtu dan Minggu saja. Walau demikian, ia setiap hari tetap berlatih menempuh 30 km. Asro juga mengaku salah menduga kekuatan lan. Anak asuhannya itu diperintahkannya melakukan pengaturan langkah yang tinggi untuk mempertajam rekor nasional. Ian memang mampu memenuhi permintaan Asro: menempuh 10 km pertama dengan 34 menit. tapi pada kilometer berikutnya, kemampuan lan merosot pelan-pelan. "Ia rupanya tidak cukup mampu untuk kecepatan setinggi itu," ulas Asro. "Kali ini saya memang gagal. Tapi di Honolulu nanti (7 Desember), saya akan tumbangkan rekor nasional," kata lan kepada TEMPO, Bagio & Elang Ian dan Ali, kabarnya disiapkan untuk mengikuti lomba Marathon Honolulu. Tapi bagaimana mungkin keduanya akan mencapai kondisi prima dalam sisa waktu dua pekan. Sebab biasanya, seorang pelari marathon sehabis mengikuti lomba, sedikitnya membutuhkan waktu sebulan untuk memulihkan kekuatannya. Agak janggal akhirnya bila memaksa keduanya turun di Honolulu. Padahal di AS banyak lomba marathon diselenggarakan hampir dua kali sebulan. Tinggal pilih. Betapa pun catatan waktu para pelari mengecewakan, Kejuaraan Marathonas 80, diikuti 64 pelari dari 17 daerah termasuk dua utusan Timor Timur, cukup unik Di Stadion Utama Senayan, tempat start dan finish, sekitar 6.000 penonton menyaksikan lomba ini. Sambil menunggu pelari memasuki garisfinish penonton disuguhi lawakan S. Bagio dan senandung beberapa penyanyi. Juga diselingi sejumlah pertandingan atletik cilik. Untuk pertama kali terjadi, setiap penonton dipungut Rp 300 buat menyaksikan marathon itu dari tribune Stadion Utama. Dan di arena itu tampak jelas, atlet Jakarta masih lebih unggul ketimbang rekannya dari daerah. Enam-di antara 18 pelari yang memenuhi persyaratan (3 jam 10 menit) prakualifikasi PON X tahun depan adalah atlet Jakarta. Atlet daerah memang belum menonjol. Sembilan atlet Jawa Barat, misalnya, tak satu pun mampu menembus tembok persyaratan itu. "Peminat marathon di Jawa Barat memang banyak, tapi jarang ada pertandingan," kata Elang, pelari bernomor 81. Karenanya untuk mengasah kemampuan, ia selalu harus ke Jakarta mengikuti pertandingan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus