PERTARUNGAN akbar ini ternyata belum pasti. Hingga awal pekan ini belum bisa dipastikan apakah ElIyas Pical akan jadi berhadapan dengan juara dunia tinju kelas bantam yunior versi WBA (World Boxing Association) Khaosai Galaxy. Menurut rencana promotor Kurnia Kartamuhari, pertandingan itu akan diselenggarakan di Stadion Senayan, Jakarta, awal Maret ini. Soalnya, ternyata, WBA belum mengeluarkan kata setuju akan pertandingan itu. "Seperti janjinya, pengumuman WBA baru minggu depan," kata Kurnia. Ketua KTI Mohamad Anwar juga tak membantah berita belum pastinya pertandingan akbar itu. "Kami baru memberi keterangan setelah WBA memberi jawaban 22 Januari nanti," jawabnya. Seperti diketahui, karena pertandingan nanti untuk memperebutkan mahkota juara tinju WBA, izin dari badan tinju dunia tertua yang bermarkas di Tacoma, Negara Bagian Washington (AS) itu, harus lebih dahulu diperoleh. Selain itu, Ellyas Pical -- sekalipun dia juara dunia IBF - harus lebih dahulu dimasukkan dalam daftar 10 besar penantang WBA. Yang membuat persoalan menjadi kian pelik, organisasi tinju pro itu -- baik itu IBF dengan WBA maupun badan tinju lainnya, WBC - tak akur. Bagi KTI, seperti diungkapkan Solihin G.P. kepada wartawan, pertandingan ini bukan sekadar bisnis, tapi juga menyangkut soal nasionalisme. Karena itu, harus memenuhi 4 prinsip, yang salah satu di antaranya: kalah atau menang nanti, Pical akan tetap menyandang gelarnya. "Gelar itu kebanggaan Elly dan bangsa Indonesia. Harus diusahakan tidak hilang sekalipun Elly kalah," kata Solihin. Namun, Ellyas Pical sendiri, yang sudah sebulan ini berlatih keras di sasananya, tak keberatan gelarnya dicopot. "Tapi kasi KO beta dulu, baru bisa copot beta punya gelar," katanya bersemangat. Menurut pelatihnya, Khairus Sahel, Pical berambisi bukan saja merebut gelar WBA tapi juga WBC. "Dia ingin merebut tiga gelar," kata Sahel. Boy Bolang, promotor yang pertama mengorbitkan Pical menjadi juara dunia, kagum pada tekad Pical. "Tapi KTI mestinya jantan, dong. Kalau mau lawan Galaxy pindah ke WBA. Tapi jangan menuntut mau jadi juara IBF, kalau nanti kalah," katanya. Baik ambisi Pical maupun prinsip KTI ini, tampaknya, bertubrukan dengan kemauan badan tinju dunia, yang punya hak memberi dan mencopot gelar itu (lihat Pical Bisa Kehilangan Mahkota). Menjelang pertandingan akbar itu, yang terjadi di kubu Indonesia -- seperti biasanya, setiap akan mempertandingkan Ellyas Pical -- masih selalu cekcok saja. Kali ini sikut-menyikut dimulai ketika mengikat kontrak dengan kubu Khaosai Galaxy. Mula-mula yang mengontak pihak Galaxy adalah promotor Kurnia Kartamuhari. Pada 4 Januari lalu, di Bangkok, dia berhasil mengikat Niwat Laosuwanwat, manajer Galaxy, dalam sebuah kontrak. Isinya: menghadapkan Galaxy dengan Pical di Jakarta pada akhir Februari atau awal Maret ini, dalam sebuah pertandingan memperebutkan gelar juara WBA. Untuk itu Kurnia bersedia membayar Galaxy US$ 120.000 (hampir Rp 200 juta). Sebagai uang panjar, Kurnia menyerahkan 2 lembar cek dari Citibank Jakarta bernilai US$ 30.000. Sebetulnya kontrak sudah ditandatangani kedua pihak, tapi keesokan harinya muncul persoalan ketika Niwat gagal menguangkan cek pada hari itu. Karena alasan teknis bank, menurut Niwat kepada TEMPO, "Cek itu baru bisa diuangkan paling cepat setelah setengah bulan." Hari itu juga Niwat memburu Kurnia mengembalikan cek dan meminta uang kontan. Menurut Niwat, di dalam kontrak disebutkan, pembayaran uang panjar itu harus kontan, dan sisanya dilunasi sebelum petinjunya naik ke atas ring. Kurnia menyanggupi membayar 3 hari kemudian, yaitu pada 7 Januari. Nyatanya, sampai waktu yang disepakati, tak ada kabar dari Kurnia. "Saya kira pertandingan itu batal, mungkin mereka tak punya uangnya," kata Niwat kepada TEMPO. Tiba-tiba sorenya datang teleks dari Dali Sofari, meminta rencana pertandingan ditunda sampai 28 Maret. "Saya jawab OK saja asalkan uang panjarnya dibayar kontan," kata Niwat. Dali kemudian menyanggupi dan meminta Niwat segera berangkat menemuinya ke Singapura, dengan janji semua biaya perjalanan ditanggung Dali. "Malamnya saya sampai tak bisa tidur, teringat kegagalan sebelumnya dengan Kurnia. Bagaimana jika kali ini terulang kembali?" ujar manajer Khaosai Galaxy itu. Kiranya, kali ini tidak. Pada 9 Januari, kontrak mereka tanda tangani dan Dali Sofari menyerahkan uang kontan yang dijanjikan. Lho, bagaimana nasib kontrak sebelumnya dengan Kurnia, yang juga ditandatangani Niwat? "Bagi kami kontrak yang sah, yang dibikin di Singapura itu," jawab Niwat. Menurut dia, rebutan menjadi promotor antara Dali Sofari dan Kurnia Kartamuhari bukan urusannya. Yang kecipratan urusan, akhirnya, adalah KBRI di Bangkok. Pada 12 Januari, menurut sebuah sumber di KBRI, ke sana muncul bekas petinju Syamsul Anwar yang mengaku sebagai utusan Kurnia Kartamuhari. Kepada KBRI, Syamsul mengeluhkan perlakuan manajer Niwat Laosuwanwat, yang membuat kontrak lagi dengan Dali Sofari, padahal sebelumnya sudah membikin kontrak dengan Kurnia. Syamsul membawa fotokopi kedua kontrak itu - yang dengan Kurnia dalam bahasa Muangthai, dan yang satunya lagi berbahasa Inggris. Pihak KBRI sendiri enggan campur tangan karena tak mengikuti kasus dan awal. Tapi, sorenya, Syamsul melapor bahwa soalnya sudah beres. Esoknya, KBRI menerima telepon dari bandar udara Don Muang, yang mengabarkan Syamsul ditahan karena ketahuan membawa uang US$ 32.000, melebihi jumlah US$ 10.000 yang diizinkan peraturan. Baru setelah KBRI turun tangan, komentator tinju TVRI itu diperkenankan meninggalkan Bangkok. "Ternyata, uang itu adalah hasil transfer dari Jakarta untuk membayar uang panjar pada Niwat, yang sudah didahului Dali Sofari," kata sumber tadi. Ketika ditemui di Jakarta, Syamsul Anwar tak membantah berita dari Bangkok itu, tapi dia menolak memberi komentar banyak. "Saya memang tahu semuanya sejak awal, tapi sekarang soalnya sudah selesai, tak perlu diributkan lagi," katanya. Begitu pula Kurnia Kartamuhari dan Dali Sofari. Keduanya sama-sama berkata No comment dengan dalih yang sama. Penyelesaian yang mereka maksud adalah, Kurnia tetap sebagai promotor dan Dali Sofari sebagai manajer Pical dan merangkap penyandang dana pertandingan. Dua pekan lalu, kedua pihak ini sudah membuat kesepakatan di Semarang, setelah sebelumnya Ketua Umum KTI Solihin memberi batas waktu keduanya menyelesaikan masalah mereka selambat-lambatnya 12 Januari. Tentu hal itu menyenangkan hati Solihin, apalagi tepat pada batas waktu dari KTI itu, kontrak Ellyas Pical dengan promotor sudah dilaksanakan. Untuk pertandingan ini Pical akan menerima bayaran US$ 150.000, atau hampir Rp 250 juta, yang berarti merupakan rekor bayaran tertinggi yang diterima petinju Indonesia. Dengan demikian, biaya seluruh pertandingan ini, yang akan lebih dari Rp 500 juta, juga akan memecahkan rekor biaya pertandingan yang pernah diadakan di sini. Amran Nasution, Laporan Yuli Ismartono (Bangkok) & Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini