Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Derap baru menggempur AIDS

Obat ribavirin kini diharapkan bisa mencegah perkembangan aids. penemunya dr candane pert dari institut kesehatan jiwa marylands, as. kini masih harus dibuktikan dalam tes klinis penelitian. (ksh)

24 Januari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG menghadapi AIDS masih terus berlangsung, bahkan makin seru. Pekan lalu, sebuah lagi izin permohonan bagi percobaan obat AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome) diajukan ke otoritas obat dan makanan Amerika Serikat, FDA. September lalu, lembaga itu memberikan izin tes klinis bagi azidothymidine (AZT). Tapi izin yang dimintakan kali ini khusus untuk ribavirin. Kedua obat, yang sudah diproyeksikan sebagai obat-obat anti-AIDS awal tahun lalu itu adalah sebagian dari sejumlah obat lain - yang juga menampakkan daya untuk menyembuhkan. Di antaranya suramin, HPA-23, cyclosporine, amantadine, acyclovir, AL-721, dan interleukin-2. "Kami akan meneliti semua data ribavirin, dan memprosesnya secepat mungkin untuk izin tes klinis yang lebih luas," ujar seorang pejabat FDA. Sebelum permohonan izin diajukan, ribavirin memang sudah menjalani percobaan klinis terbatas. Percobaan inilah yang menunjukkan, ribavirin ternyata bisa mencegah perkembangan AIDS. Tes klinis ini dilakukan berdasarkan kerja sama antara sebuah yayasan swasta di San Francisco dan produsen ribavirin, ICN Pharmacueticals Inc. Pada tes, ribavirin diberikan kepada sekelompok penderita yang diduga kuat sudah kejangkitan AIDS, tapi belum sakit. Kejangkitan pada penderita bukan sekadar tanda positif pemeriksaan darah. Lebih dari itu, penderita sudah mengalami pembengkakan kelenjar getah bening, yang dikenal sebagai lymphadenopathy syndrome (LAS). Kelenjar getah bening yang terpencar di seantero pembuluh getah bening adalah "filter", yang antara lain menyaring lymphocytes, sejenis darah putih, bagian dari sistem pertahanan tubuh. AIDS yang menyerang sistem pertahanan tubuh merusakkan pula lymphocytes ini. Salah satu akibatnya, infeksi pada saringan kelenjar getah bening, yang berlanjut pada pembengkakan (LAS). Dari penelitian klinis terlihat, LAS biasanya berlanjut ke simptom rusaknya sistem kekebalan tubuh. Ini berarti, penderitanya sudah benar-benar dihajar AIDS. Tes klinis ribavirin, yang melibat 163 sukarelawan dengan gejaja LAS, dilakukan pada dua kelompok. Kepada 52 penderita kelompok pertama diberikan 800 miligram ribavirin sehari, selama enam bulan percobaan. Terbukti, AIDS urung berkembang. Pada kelompok kedua, 56 penderita mendapat 600 miligram ribavirin sehari. Dalam waktu enam bulan pula, hanya 6 yang terkena AIDS. Kedua kelompok percobaan ini lantas dibandingkan dengan 55 penderita yang mendapat obat lain. Kesimpulannya, ribavirin cukup layak untuk menjalani percobaan lebih luas. "Bila ribavirin benar-benar bisa mencegah perkembangan AIDS, ini sebuah berita baik," ujar Martin Delaney, pemrakarsa percobaan. "Ada sejumlah besar penderita dini yang bisa selamat," katanya menambahkan. Yang dimaksud Delaney, mereka yang sudah tertular. Kendati angka penderita AIDS di Amerika Serikat baru 12.656, yang kejangkitan diperkirakan sudah mencapai 2 juta orang. Kelompok yang tertular di Eropa - seropositif pada pemeriksaan darah - juga mengejutkan, sekitar 1 juta. Sementara itu, di Afrika Tengah -- pusat penularan AIDS -- diperkirakan 5 juta orang pembawa virus HTLV III, sang penyebab AIDS. AIDS juga tercatat mulai menyebar ke berbagai pelosok dunia. Jepang dan Muangthai sudah mengumumkan ditemukannya kasus AIDS. Di negara Asia lainnya belum terdengar. Mungkin karena penelitian dan pemeriksaan AIDS umumnya masih terkebelakang. Indonesia termasuk belum mengakui secara resmi adanya penderita AIDS, walaupun diketahui ada seorang yang positif mengidap penyakit itu. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron menunjukkan adanya virus HTLV III dalam tubuhnya. Sementara jumlah penderita AIDS di dunia baru ratusan ribu, histeria AIDS berkembang lebih cepat. Pekan lalu, di Spanyol terjadi peristiwa dramatis. Untuk pertama kalinya di sana, seorang anak berusia 3 tahun dipecat dari taman kanak-kanak - TK Maria Goretti di Basque -- semata-mata karena ibunya meninggal akibat AIDS. Padahal, Departemen Kesehatan Spanyol sudah menyatakan, anak laki-laki yang baru berusia 3 tahun itu bersih, tidak kejangkitan virus. Sebelumnya, di Australia, seorang anak, yang terjangkit AIDS melalui transfusi darah, telah disisihkan dengan sangat keji, bersama-sama keluarganya. Mereka akhirnya hijrah ke Selandia Baru. Histeria macam ini masih akan meluas, karena hasil pencarian vaksin yang memungkinkan pengebalan melalui imunisasi baru bisa dilihat kelak, sekitar tahun 1999. Maka, konsentrasi upaya membasmi AIDS kini dipusatkan pada pencarian obat-obat kimiawi antivirus bagi kemoterapi. AZT, yang mendapat izin percobaan FDA September lalu, bersama suramin adalah obat-obat kimiawi yang merusakkan sistem manipulasi HTLV III. Dari penelitian virologi diketahui, virus penyebab AIDS memiliki enzim yang disebut transkriptase cadangan. Enzim ini mampu memalsukan kode-kode genetik DNA ke RNA (bagian-bagian penting inti sel) sel-sel yang diserang. Melalui pemalsuan ini HTLV III menguasai dan menduduki sel-sei darah untuk kemudian berkembang biak. Rontoknya pertahanan tubuh pada AIDS terjadi karena virus HTLV III itu terutama menduduki sel T-4, pusat pertahanan tubuh. AZT dan suramin, khususnya, berdaya guna menghantam transkriptase cadangan virus HTLV III itu. Adapun ribavirin, yang baru saja mendapat izin percobaan, bersama AL-721, amantadine, vidabarine, dan acyclovir adalah obat-obatan yang pada prinsipnya merusakkan struktur virus AIDS, terutama selimut proteinnya. Kendati obat-obat kimiawi kelompok ini sudah hampir setahun dicobakan dalam praktek, dasar teorinya yang pasti baru ditemukan di laboratorium Desember 1986. PENEMUNYA Dr. Candance Pert dari Institut Kesehatan Jiwa Maryland, AS. Ahli zat-zat kimiawi otak ini pada mulanya mencari hubungan AIDS dengan otak. Mengapa? Karena sudah ditemukan sebelumnya, tahap akhir perkembangan AIDS adalah serangan ke otak - yang mengakibatkan dementia (kehilangan memori) dan simtom neropsikiatrik lainnya seperti kerusakan daya pikir, bahkan kegilaan. Pada penelitian otak itu, tim Pert menemukan sebuah molekul pada selimut protein virus, yang sekilas tampaknya hanya pelengkap. Ternyata, molekul ini sangat khas pada HTLV III, dan paling berperan pada penyerangan awal. Molekul inilah yang melakukan penerobosan ke membran sel yang diserang sebelum proses pendudukan terjadi. Dengan bantuan komputer, Pert bisa memastikan bahwa molekul itu sejenis peptide yang merupakan rangkaian delapan macam asam amino. Salah satu rantai asam amino inilah yang bereaksi dengan unsur penerima pada membran sel-sel cerebral cortex dan hippocampus di otak. Dan yang penting, Pert menemukan kesamaan reaksi di otak itu dengan reaksi kontak antara virus dan sel T-4 pada pusat pertahanan tubuh. Karena itu, tim Pert menamakan peptide yang ditemukannya: peptide-T. Harapan besar pada kemoterapi kini: bagaimana menghancurkan peptide-T pada selimut protein HTLV III hingga penerobosan tidak terjadi. Dapatkah ribavirin menangkisnya secara tuntas? Ini masih harus dibuktikan dalam tes klinis, dan kelanjutan penelitian Pert di kemudian hari. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus