Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepala Bidang Pembincaan dan Prestasi Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) Susy Susanti angkat bicara soal adanya dugaan terjadi eksploitasi terhadap anak dalam audisi badminton Djarum Foundation seperti dikemukakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Menurut dia, seharusnya itu tidak perlu terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari sisi melihat, seharusnya olahraga ya dilihat sebagai olahraga. PB Djarum kan sudah berdiri 50 tahun lalu, dia berdiri sendiri ya meskipun namanya membawa nama merek rokok," ujar Susi di sela-sela menghadiri launching turnamen Daihatsu Astec Open di Yogyakarta, Senin, 12 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan pebulu tangkis ini menilai tudingan KPAI bahwa PB Djarum mengeksploitasi anak perlu dilihat kembali. Menurut dia, sejauh ini PB PBSI melihat kontribusi PB Djarum pada pembinaan atlet bulu tangkis Tanah Air begitu besar. Ia pun menekankan, PB Djarum tidak mencampurkan urusan jualan rokok dengan olahraga dalam kiprahnya melakukan pembinaan atlet bulu tangkis.
"Mereka (PB Djarum) audisinya murni olahraga, sama sekali tak pernah mengenalkan rokok. Saya tahu karena kadang menjadi juri untuk audisinya," ujar peraih emas Olimpiade 1992 ini.
Susy menuturkan, pembinaan atlet terutama di daerah bukan hal gampang. Pemerintah selama ini belum bisa melakukannya. PB Djarum, kata dia, mengambil bagian ini dengan rutin menggelar audisi ke berbagai daerah untuk menemukan bibit potensial dan membina menjadi atlet nasional.
PB Djarum mengambil peran pembinaan seperti yang dilakukan puluhan tahun karena pemerintah masih belum mampu melakukan hal serupa. "Para atlet yang didik (PB Djarum) selama ini diberikan beasiswa, sekolah, latihan, bahkan tempat tinggal gratis sampai para atlet ini siap bertanding di kancah nasional maupun internasional," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Susy juga menyingung soal biaya yang dikeluarkan PB Djarum untuk pembinaan atlet dari bibit hingga menjadi profesional tidak sedikit. Ia memprediksi, untuk setiap orang bisa lebih dari Rp 10 juta per bulan.
Ia pun menyarankan kepada KPAI untuk memantau langsung audisi tersebut. Sebab, sepengetahuannya tidak pernah ada iklan rokok dalam gelaran itu. "Sepengetahuan saya kalau audisi Djarum itu hanya pencarian bakat, tidak ada iklan rokok," ujarnya.
Dia menilai apa yang dilakukan PB Djarum selama ini cukup menguntungkan cabang olahraga bulu tangkis nasional. Menurut dia, setidaknya bulu tangkis Indonesia setidaknya mendapatkan suplai pemain berkualitas dari pembinaan yang mereka lakukan.
Susy menambahkan, apabila PB Djarum harus mengganti nama klubnya agar tidak ada embel-embel merek rokok, jelas sulit. "Orang tentu juga nggak mau dong, kenapa (mengganti nama) itu tidak dilakukan 50 tahun yang lalu?" tutur Juara Dunia 1993 itu.