Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUBUHNYA basah kuyup. Namun, kelelahan sepertinya tidak juga menghinggapi Hendrawan. Di sela-sela latihan, pemain senior andalan PBSI ini masih bisa senyum-senyum, bahkan di lain waktu sesekali tawanya meledak. Begitu pula pemain lainnya. Sambil lihai menepuk si bulu angsa, Marleve Mainaky dan Chandra Wijaya, si pemain ganda, terlihat mesem-mesem terus.
Suasana latihan di Cipayung pada Jumat pekan silam itu memang membuat mereka rileks. Maklumlah hari itu merupakan latihan pemungkas sebelum mereka bertolak ke Birmingham, Inggris, mengadu jago di ajang akbar All England. ?Secara umum, persiapan kami sudah bagus. Semuanya tergantung apa yang akan terjadi di lapangan,? kata Hendrawan, 30 tahun.
Apa yang akan terjadi di lapangan memang menjadi tanda tanya besar. Masalahnya, saat ini Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) tengah dibelit krisis. Selain bibit unggul tak jua muncul, beberapa pemain potensial, seperti Taufik Hidayat dan Tony Gunawan, pemain ganda putra, tak lagi menghuni Cipayung. Alhasil, dengan materi pemain yang itu-itu juga, keberangkatan mereka kali ini tanpa dibanduli target macam-macam.
Menurut Christian Hadinata, manajer tim All England, turnamen ini merupakan ajang yang dipakai untuk menentukan formasi tim Piala Thomas di Guangzhou, Cina, Mei nanti. ?Saya rasa waktunya cukup ideal. All England dan Thomas Cup berdekatan,? katanya. Tahun ini, PBSI juga tidak mengirimkan tim putri. Alasannya, selain sulit berprestasi, tim putri yang baru pulang dari penyisihan Piala Uber di Australia itu dikonsentrasikan untuk menghadapi putaran final Piala Uber.
Nah, dalam rangka itu pula, pemain yang dibawa kali ini cukup beragam. Untuk tunggal, selain membawa pemain senior, PBSI menyertakan beberapa pemain lapis kedua dan ketiga, seperti Rony Agustinus, Johan Hadikusuma, Sony Dwi Kuncoro, dan Ardiansyah. Sektor ganda pun menyertakan pemain muda, Nova Widianto.
Dengan materi semacam itu, praktis peluang Indonesia cukup berat. Di bagian tunggal, jagoan yang tersisa seperti Hendrawan dan Marleve sudah tergerogoti usia. Terlebih lagi, bagi Hendrawan, kejuaraan kali ini akan menyulitkannya. Masalahnya, untuk pertama kalinya turnamen bulu tangkis tertua di dunia ini menggunakan sistem skor baru, yakni poin tujuh, menggantikan sistem skor lama, yaitu poin 15?dan poin 11 untuk tunggal putri.
Sistem yang dipakai Federasi Bulu Tangkis Internasional (IBF) sejak Juni tahun lalu itu akan menyulitkan pemain yang memiliki tipe bertahan seperti dirinya. ?Sistem skor itu akan menyulitkan pemain defensif seperti saya,? kata Hendrawan. Kali ini dia tidak sedang merendah. Catatan prestasinya, sejak sistem ini diberlakukan, terus anjlok. Alhasil, dalam kejuaraan kali ini, ia tidak mau berbicara soal target. ?Pokoknya, saya bisa main di game 7 dulu, deh,? katanya.
Peluang pemain lain, Marleve, sami mawon. Meskipun merasa nyaman dan cocok bermain dengan sistem skor baru itu, dia menghadapi faktor usia yang sudah tidak belia lagi. Sedangkan bagi pemain junior, soal pengalaman yang minim dan akbarnya ajang ini bisa menjadi sandungan tersendiri. Dipastikan mereka akan sulit bersaing dengan Xia Xuanze dari Cina, yang merupakan unggulan pertama, dan Pulella Gopichand dari India, juara tahun lalu.
Hal inilah yang disesalkan Icuk Sugiarto, juara dunia 1983, yang kini menjadi Ketua PBSI Pengda DKI Jakarta. Menurut dia, di PBSI telah terjadi keterlambatan regenerasi. ?Semestinya pemain yang berada di lapis setelah Hendrawan, seperti Johan Hadi, tengah berada di performa puncak,? katanya.
Lantas di bagian manakah muka Indonesia bisa diselamatkan? Icuk menunjuk bagian ganda. Alasannya, prestasi mereka selama ini cukup bagus dan mereka juga boleh dikatakan sekarang ini menjadi andalan kita. ?Lagi pula mereka sudah sering bertemu dengan lawan-lawan itu,? papar Icuk.
Namun, sesungguhnya peluang di nomor ganda putra tak sepenuhnya bisa berlangsung mulus. Bukan apa-apa. Selepas mundurnya Tony Gunawan, praktis kekuatan ganda yang bisa diandalkan hanya ada pada pasangan Chandra Wijaya dan Sigit Budiarto. Sedangkan pasangan lain, menurut Christian Hadinata, yang juga bekas pemain ganda, yang ada sekarang ini masih mencari bentuk yang paling pas.
Sialnya lagi, menjelang ajang besar ini Christian kehilangan salah satu pemain andalannya. Beberapa jam sebelum berangkat Hendrawan sakit mendadak. Akibatnya ia tak ikut All England.
Irfan Budiman, Ardi Bramantyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo