Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DOHA - Desmosedici GP14 yang dibesut Andrea Dovizioso melesat melahap Sirkuit Sepang, Malaysia, akhir Februari lalu. Saat menjalani tes hari ketiga, sepeda motor 1.000 cc itu mencatatkan waktu 2 menit 0.068 detik. "Hasil ini tidak terlalu buruk," kata Dovizioso.
Catatan waktu yang terbilang oke. Sebab, hanya Dani Pedrosa dari tim Repsol Honda dan Valentino Rossi dari tim Moviestar Yamaha yang bisa menyalip sepeda motor Davizioso yang menggunakan spek "open class".
General Manager Tim Ducati, Luigi Dall'Igna, pun gembira. "Setelah mempelajari regulasi untuk musim ini, kami menyimpulkan open class merupakan opsi yang paling menarik."
Open class, bersama Factory Class, adalah "makhluk" baru yang diciptakan Dorna Sports-penyelenggara MotoGP-untuk musim ini. Setiap peserta hanya bisa memilih satu kategori.
Factory class berarti tim pabrikan. Sebaliknya, open class tidak terikat pada pabrikan tertentu. Masing-masing kelas punya syarat, di antaranya tim open class bisa mengganti mesin hingga 12 kali semusim. Sedangkan tim di factory class hanya diizinkan 5 kali.
Kelima mesin tim factory class itu harus diserahkan ke panitia untuk disegel, sehingga tidak memungkinkan untuk mengembangkannya lagi selama musim balapan. Sedangkan tim-tim open class bebas mengembangkan mesin selama musim balapan berlangsung.
Bersama tim lain, seperti NGM Forward Racing (Colin Edwards dan Aleix Esperago), Drive M7 Aspar (Nicky Hayden dan Hiroshi Aoyama), dan Go&Fun Honda Gresini (Scott Redding), Ducati pun hijrah ke open class. Mereka tak mampu bersaing. Musim lalu, mereka kalah.
"Kami harus terus mengembangkan mesin untuk menempel Honda dan Yamaha," kata Luigi Dall'Igna. "Ini tidak bisa kami lakukan jika memilih factory class karena di sana kami hanya boleh menggunakan lima mesin dan tidak boleh diutak-atik lagi."
Selain kuota mesin, dua kelas ini punya perbedaan paling mencolok, yakni pemakaian ECU yang merupakan otak dari motor ini. Perangkat elektronik ini berfungsi mengontrol mesin, dari injeksi bahan bakar, waktu pengapian, hingga buka-tutup katup.
Nah, mulai musim ini, Dorna mewajibkan semua tim, baik tim factory class maupun open class, menggunakan ECU buatan produsen Italia: Magneti Marelli.
Bedanya, tim-tim di open class mendapat pasokan ECU plus datalogger, paket sensor, dan perangkat lunaknya. Tapi mereka tidak boleh mengutak-atik pengaturan ECU tersebut. Sedangkan tim-tim factory class diperbolehkan.
Itu sebabnya Andrea Dovizioso kikuk saat membesut motornya. Sebab, ECU yang menempel di kuda besinya itu pengaturan Magneti Marelli yang tak boleh diutak-atik.
Berbeda dengan Valentino Rossi dan Dani Pedrosa. Kedua pembalap itu tak canggung dengan ECU Magneti Marelli karena tim balap mereka boleh men-setting ECU tersebut sesuai dengan karakter balap dan kebutuhan trek.
Catatan waktu yang mepet antara Rossi, Pedrosa, dan Davizioso dalam uji coba hari terakhir di Sepang itu membuat Dorna tersenyum puas. Sebab, jika tim dari open class bisa menempel tim factory class, meski dengan perlakuan ECU yang berbeda, persaingan di MotoGP bakal lebih kompetitif.
Sehingga balapan ini tidak monoton lagi. Kelak podium tak hanya dikuasai Honda dan Yamaha, tapi juga tim lain. Sejak 2000, Ducati, yang kala itu masih jadi tim pabrikan, pun tak pernah menang.
Balapan di Sirkuit Losail, Qatar, nanti malam akan membuktikannya. MOTOGP | MOTORCYCLE | REUTERS | CRASHNET
Tabel Perbedaan Factory Class Versus Open Class
Factory Class | Open Class | |
ECU | Boleh di-setting ulang | Tidak boleh di-setting |
Mesin | 5 mesin/musim Mesin tidak boleh di utak-atik | 12 mesin/musim Mesin boleh dikembangkan selama balapan |
Bensin | 20 liter/balapan | 24 liter/ balapan |
Ban | Boleh memakai ban dengan compound lebih lembut dari factory class | - |
Memangkas Biaya
Selain biar lebih kompetitif, peraturan baru ini dimaksudkan untuk memangkas biaya pengembangan ECU yang selama ini sangat menguras biaya.
Honda, misalnya, menurut situs Motomatters, menghabiskan dana sekitar 4,5 juta euro untuk meriset mesin mereka: RC213V. Sebaliknya, tim-tim non-pabrikan hanya menghabiskan dana 1 juta euro per musim. Itu sebabnya, tim-tim non-pabrikan tak mampu menaklukkan tim pabrikan.
Tapi Manajer tim Repsol Honda, Livio Suppo, tak sependapat. Menurut dia, biaya yang dikeluarkan tim open class untuk mengembangkan dan mengganti mesin malah akan melambung.
"Jika tim open class menyiapkan 12 mesin, melakukan lebih banyak tes, mengangkut lebih banyak bensin, saya rasa mereka tidak akan lebih murah daripada tim factory class," katanya. "Padahal ide open class adalah untuk menghadirkan balapan yang lebih murah."
Tim Repsol Honda memang tak begitu sreg dengan regulasi anyar ini, terutama penyeragaman ECU. Bahkan mereka mengancam akan hengkang dari MotoGP jika rencana penyeragaman ECU dan perangkat lunaknya benar-benar diberlakukan pada akhir 2016 nanti.
"Honda ikut serta dalam kejuaraan ini karena tertarik mengembangkan mesin. Jika kami tidak bisa lagi mengembangkan mesin di sini, kami tidak akan melanjutkan balapan," kata Wakil Presiden Honda Racing Corporation (HRC), Shuhei Nakamoto.
Di mana pun, peraturan memang tak bisa menyenangkan semua orang. Jika Honda merasa dirugikan, Ducati justru mendapat untung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo