GAGAL membawa tim piala dunianya ke Meksiko tak membuat pengurus PSSI keder menampilkan timnya di depan publik Senayan, Jakarta. Terbukti, hanya sekitar sepekan setelah PSSI Pra-Piala Dunia yang diasuh Pelatih Sinyo Aliandoe kalah telak 1-4 dari Korea Selatan, pengurus harian PSSI cepat saja memutuskan tim dan pelatih yang gagal ini kembali ditugasi membela panji PSSI dengan nama baru Rajawali, dalam turnamen internasional memperebutkan Piala Kemerdekaan dan uang seluruhnya sekitar Rp 100 juta. Turnamen ini merupakan rangkaian pertandingan yang diselenggarakan mulai 9 Agustus hingga 20 Agustus oleh PSSI bekerja sama dengan Panitia Pusat Hari Kemerdekaan RI ke-40, yang diketuai oleh Mensesneg Sudharmono. Menghabiskan dana Rp 560 juta lebih, turnamen yang baru pertama kali ini dilaksanakan tapi kabarnya sudah diakui Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), diikuti enam tim dari luar negeri dan dua tim dari Indonesia. Di samping Rajawali, PSSI juga mengikutsertakan tim lain, Garuda. "Ini pertandingan bersifat internasional kedua di Indonesia yang diakui FIFA, setelah Kejuaraan Piala Marah Halim," kata sekretaris PSSI Nugraha Besoes yang ditunjuk menjadi ketua panitia turnamen. Untuk itu, kata Nugraha, panitia mengundang tim nasional dari beberapa negara kuat dalam sepak bola di luar negeri. Sekaligus dengan cara itu, turnamen kali ini dimaksudkan bisa lebih berbobot dibandingkan turnamen Piala Marah Halim yang setiap tahun, sejak 1972, mengundang pelbagai klub luar negeri untuk bertanding di stadion Teladan, Medan. "Jika Piala Marah Halim adalah turnamen yang bersifat lokal-internasional, maka Piala Kemerdekaan bersifat nasional-internasional," ujar Nugraha lagi. Untuk ini, ada syarat buat peserta dari luar negeri: mereka harus ditunjuk oleh persatuan sepak bola mereka, dan setiap tim harus disertai sedikitnya satu pemain nasional mereka. Pertama kali diselenggarakan tahun ini, turnamen itu diikuti oleh tim luar negeri dari: Korea Selatan, RRC, Chili, Muangthai, Singapura, dan Malaysia. Mengapa keenam negara itu yang diundang? Tampaknya, seperti kejuaraan Piala Marah Halim, Piala Kemerdekaan ini tak memiliki kriteria yang jelas tentang negara yang mesti ikut. Yang pasti, setelah tim tamu berdatangan, tak satu pun yang datang dengan tim kelas satunya. Termasuk RRC. (Lihat: Box). Keadaan yang sama sering pula dialami panitia Piala Marah Halim itu. Sekalipun diharapkan tim tamu yang datang tim yang bagus, tak jarang panitia menerima kesebelasan yang tak sesuai dengan permintaan. Kejuaraan Piala Marah Halim itu pernah terpaksa menerima tim dari Jerman Barat yang tak ketahuan asal usulnya. Bahkan dari Eropa, pernah datang pula kesebelasan dari Islandia, negeri yang di Medan sendiri mungkin tak semua orang tahu. Tim yang datang kekejuaraan itu tiap tahun berbeda, baik jumlah pesertanya maupun negara. Maka, tak mudah dijadikan tolok ukur prestasi buat tim PSSI sendiri. Tapi bagi PSSI, Kejuaraan Piala Kemerdekaan ini tetap dianggap bermanfaat. Sekalipun kali ini hanya diikuti tim kelas II, turnamen ini, menurut Nugraha, akan menambah pengalaman bertanding pemain-pemain PSSI. Nugraha benar bila tim yang datang memang bukan kelas satu, tapi minimal setingkat di atas PSSI. Tapi bila tim yang datang itu sebaliknya - dan ini yang susah mengontrolnya - nasib kejuaraan ini mungkin tak akan jauh berbeda dengan Piala Marah Halim. Marah Sakti Laporan Rudi Novrianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini