Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kelit Kungfu dari Kuil Shongsan

Sejumlah pendekar kungfu dari pusat biara Shaolin Cina berpentas di Indonesia. Sebuah pertunjukan yang indah dan langka.

9 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANGGUNG selebar 30 x 30 meter itu menghadirkan pemandangan mirip geladi kuil Shaolin. Di tengah panggung, Lu Jin Bao, 37 tahun, pendekar kungfu, menyediakan perutnya untuk ditombak oleh tujuh pendekar lainnya. Ketika tombak-tombak terhunjam bersamaan di permukaan perut Lu dengan hempasan kuat, si pendekar bergeming. Kulit halus Lu sama sekali tak tergores. Sebagian penonton yang beberapa saat memandang adegan itu dengan mata tak berkedip sontak riuh. Tepuk tangan ratusan penonton pun membahana.

Adegan di atas berlangsung dalam pertunjukan seni bela diri "The Real Kungfu Show" di Gedung Olahraga Jatidiri, Semarang, 30 Juni hingga 2 Juli lalu. Ke-30 orang pendekar itu datang dari Pegunungan Shongsan, Desa Zhengzhu, Provinsi Hunan, Cina, almamater kungfu Shaolin. Kemampuan kungfu mereka diperkirakan semahir bintang film terkenal semacam Bruce Lee, Jacky Chan, ataupun Jet Li.

Pertunjukan langka itu—pertama di era reformasi—menyedot seribu penonton dengan harga tiket Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu. Pertunjukan berdurasi dua jam setiap pentas itu menyuguhkan sekitar 25 atraksi yang melibatkan 172 jurus Shaolin dan peragaan 18 jenis senjata. Diselenggarakan oleh dua promotor dan Ikatan Pencak Silat Indonesia, pertunjukan yang sama akan digelar di Surabaya, Jakarta, Bandung, dan Medan hingga akhir Juli mendatang.

Kungfu adalah seni bela diri klasik asal Tiongkok. Latihan kungfu terdiri atas aspek dalam berupa meditasi dan pernapasan serta aspek luar berupa olah fisik. Elemen dasar kungfu melibatkan gerakan tangan, mata, tubuh, dan kaki. Gerakan tangan yang mengarah ke samping atau lurus sangatlah lentur. Untuk mengantisipasi gerakan lawan, mata seorang pendekar kungfu selalu memandang ke mata musuh. Dengan kuda-kuda yang kuat, tubuh harus selalu dalam keadaan seimbang. Sedangkan kaki menjadi seringan burung melayang sekaligus seberat pemukul besi bila ditendangkan ke lawan.

Untuk olah fisik, biara Shaolin menerapkan modul latihan yang sangat berat dan ketat. Setiap hari, para siswa Shaolin berlari menyusuri tebing menanjak dengan jarak 2 hingga 10 kilometer. Dalam latihan lainnya, mereka diharuskan mengangkat dua gentong berisi air dengan berat berkilo-kilogram dan menahan beban itu dalam waktu berjam-jam, sementara posisi kaki menekuk dalam formasi kuda-kuda. "Berat beban itu sangat bervariasi, tergantung kemampuan fisik siswa," kata She Sing Chi, 23 tahun, murid senior kuil Shaolin.

Agar menguasai ilmu peringan tubuh, mereka harus menjalani latihan jalan dengan kedua kaki digelayuti beban. "Kaki akan terasa ringan setelah beban itu dilepas. Bila disertai kekuatan tenaga dalam, pendekar Shaolin mampu menaiki tembok gedung tinggi," kata She lagi.

Pendekar Shaolin juga bisa memiliki tenaga dalam melalui meditasi dan olah pernapasan. Latihan pernapasan dipakai untuk melancarkan aliran energi yang disebut ch'i. Energi itu dalam yoga disebut prana. Sedangkan meditasi berupa konsentrasi pikiran dipakai untuk memfokuskan energi ch'i ke bagian tubuh tertentu. Kemampuan seorang pendekar kungfu berdiri terbalik dengan hanya bertumpu pada satu jari telunjuk bisa dijelaskan dengan teori itu. Juga kekuatan kekebalan seperti yang diperagakan Lu Jin Bao di panggung Semarang itu.

Sebagai aliran seni bela diri, kungfu Shaolin telah teruji. Maklum, seni itu telah mengarungi masa berabad-abad. Salah satu versi sejarah seperti yang ditulis kios internet Shaolin Gungfu Institute menyebutkan bahwa kelahiran seni bela diri itu dikaitkan dengan sejarah biksu India Bodhidharma. Murid ke-28 dari Buddha Sakyamuni itu datang ke Cina pada tahun 520 Masehi untuk menyebarkan agama. Kaisar Cina waktu itu sedang memulai proyek penyalinan teks kitab suci Buddha dari bahasa Sanskerta ke Cina. Penyalinan itu dilakukan para biksu lokal di sebuah kuil di pegunungan yang ditanami pohon-pohon baru. Kuil itu disebut Shaolin (kuil hutan baru).

Selama di kuil itu, Bodhidharma melihat para biksu yang berkutat berjam-jam setiap hari dengan teks kitab suci di depan meja kerja itu tak memiliki stamina fisik dan mental yang memadai. Untuk menjalankan meditasi Buddha yang sederhana pun mereka loyo. Maka, Bodhidharma melatih mereka seni gerak yang dirancang untuk meningkatkan energi ch'i atau tenaga murni di dalam tubuh itu dan kekuatan tubuh. Seni gerak itu diadaptasi dari yoga, ilmu olah tubuh dan jiwa dari India.

Namun, kepastian kapan seni gerak itu menjadi seni bela diri sulit ditentukan. Tapi seni gerak itu belakangan menjadi suatu sistem bela diri karena tuntutan lingkungan. Hidup di kuil membuat mereka harus waspada terhadap serangan penjahat dan binatang buas. Mereka pun mengolah seni gerak itu menjadi seni bela diri. Karena diciptakan para biksu, kungfu Shaolin tak bersifat menyerang, tapi menghindari konflik. Banyak pula tokoh kungfu yang kemudian dikenal sebagai pahlawan rakyat, seperti Wong Fei Hung, yang melegenda pada awal abad XX.

Mengarungi sejarah, kungfu Shaolin mengalami pasang-surut seiring dengan perubahan kekuasaan dan politik di Cina. Peristiwa pemberontakan kaum petarung (boxers rebellion) pada 1901 merupakan awal kehancuran kuil Shaolin. Pemerintah komunis Cina juga mengharamkan seni bela diri itu dipelajari rakyat. Tapi ini tak berarti kungfu Shaolin lenyap. Ia masih dipelajari secara sembunyi-sembunyi.

Dilarang di dalam negeri, kungfu "bocor" keluar. Pada 1967, Bruce Lee, pendekar kungfu yang tinggal di Amerika Serikat, menciptakan nama baru untuk kungfu yang dikembangkannya: jeet kune do. Popularitas kungfu setelah itu semakin berkibar di dunia. Belakangan juga muncul nama lain, yaitu wushu. "Untuk internasionalisasi, tentu kungfu perlu standardisasi. Itulah wushu," kata pengamat budaya Cina, David Susatyo, kepada Darmawan S. dari TEMPO.

Kehadiran para pendekar kungfu dari Provinsi Hunan itu menegaskan keberadaan biara Shaolin di era baru keterbukaan Cina. Kuil Shaolin yang masih hidup itu sekarang dipimpin suhu She Yung Ching, 30 tahun, generasi ke-33. Menurut She Shing Kuang, anggota rombongan pendekar itu, kuil Shaolin seluas 2 hektare di Desa Zhengzhu itu kini dihuni sekitar 150 biksu. Sebanyak 60 orang menguasai ilmu bela diri Shaolin, sedangkan sisanya menguasai sastra.

Menurut Albertus Wang, Direktur Artistik KAHN, promotor yang mendatangkan rombongan dari Cina itu, sejak 1970-an kuil Shaolin telah membuka diri bagi dunia luar. "Setiap orang boleh belajar di sana," kata Wang. Selain itu, sanggar Shaolin kini sudah banyak dibuka di berbagai negara, antara lain Singapura, Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Eropa. Saat ini diperkirakan 20 ribu orang di seluruh dunia mempelajari kungfu, yakni—membuktikan kata-kata pendekar Shaolin—ya hidup itu sendiri.

Kelik M. Nugroho, Bandelan Amaruddin (Semarang),
Adi Sutarwiyono (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus