Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kembalinya Sabuk Nyong Saparua

Pertandingan perebutan gelar juara dunia tinju kelas bantam yunior IBF antara Ellyas Pical & Tae Il Chang, dimenangkan Ellyas Pical. Semula Pical sempat mencemaskan, persiapannya tak keruan.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPUK tangan dan sorak sorai sekitar 8.000 penonton seakan meruntuhkan Istora Senayan, Jakarta. Malam Minggu pekan lalu itu, Ellyas Pical dinyatakan wasit menang angka atas Tae Il Chang dalam pertandingan perebutan gelar juara dunia tinju kelas bantam yunior versi IBF. Dari langit-langit gedung Istora, potongan kertas kecil-kecil bercurahan menambah semarak suasana. "Puji Tuhan.. . puji Tuhan," kata Mama Anna. Setelah itu, ia menyambut kemenangan putranya, Elly, dengan mengacung-acungkan kedua tangannya tinggi-tinggi. Di ring, Elly juga berjingkrak-jingkrak kegirangan. Para pemujanya, sebagian besar putra Maluku, berlompatan ke ring, dan berebutan memeluk tubuh sang pahlawan yang bermandikan peluh. "Kalau bukan beta, siapa lagi yang bisa?" kata Elly menyombongkan kehebatannya kepada para pemujanya. Ini adalah untuk ketiga kalinya Elly memegang sabuk juara kelas bantam yunior IBF. Sebelumnya, sabuk juara, yang direbut Elly dari tangan petinju Korea Selatan Judo Chun pada 1985, sempat lepas ke tangan petinju Dominika Cesar Polanco. Empat bulan kemudian, Juli 1986, gelar juara dunia direbutnya lagi. Ketika Elly berambisi meraih makota juara dunia versi WBA, Februari lalu, ia tak cuma dipukul roboh oleh Khaosai Galaxy, pemegang gelar dari Muangthai, tapi sekaligus kehilangan sabuk IBF. Sejak kekalahan itu, ia sempat sekali naik ring melawan petinju lokal Sukardi di Surabaya, dan menang KO di ronde ke-4. Dengan kemenangannya atas petinju Korea Selatan Tae Il Chang, setelah bertarung selama 15 ronde, Elly sekaligus menahbiskan dirinya sebagai petinju pertama yang menjadi juara dunia tiga kali di ring IBF. Semula Elly sempat mencemaskan penggemar tinju. Karena persiapan sang penantang tak keruan. Silih berganti pelatih diminta menanganinya -- mulai dari duet Kuntadi Jayalana-Wiem Gomies sampai Simson Tambunan -- semuanya berantakan. Terakhir Elly dilatih oleh trio Charles Thomas Blassius Ba-Nasrun, yang tak begitu berpengalaman. Maka, Menpora Abdul Gafur pesimistis Elly bisa menang. "Saya tak tahu apakah Elly mampu menghadapi Tae Il Chang," katanya kepada wartawan seusai menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha, Rabu pekan lalu. Gafur juga tak memberikan restu kepada Elly sebagaimana sebelumnya. Menurut M.F. Siregar, Asisten Menpora, Gafur baru bersedia menerima Elly setelah petinju asal Saparua ini menang dari Tae Il Chang. Maka, waktu Elly bertanding, Menpora Gafur tak kelihatan di antara tamu-tamu kehormatan. Tahu dirinya ditangani oleh nama-nama tak terkenal di dunia pelatih, Elly mencoba mengimbanginya dengan mengatur program latihan dan jadwal tidur sendiri. "Saya juga tak terlalu banyak mengatur strategi, selain menginstruksikannya agar bertanding seperti menghadapi Polanco dalam pertandingan ulang dulu," ujar Pelatih Charles Thomas. Gaya bertanding Tae Il Chang, katanya, mirip dengan gaya Polanco. Ternyata, di belakang layar, menurut pejabat humas panitia pertandingan, Ress Yasin, diam-diam Pelatih Simson Tambunan turut mengatur strategi bertanding Elly dari ronde ke ronde. Pelatih dari Sasana Garuda Jaya itu adalah orang yang mengorbitkan Elly menjadi juara dunia. Belakangan, ketika Elly sudah terkenal, mereka bertikai pendapat. Menjelang menghadapi Tae Il Chang, menurut Promotor Anton Sihotang, kubu Elly memang minta Simson ikut membantu bekas anak latihnya itu. Bagaimanapun Simson adalah salah seorang pelatih terbaik, dan lihai mengatur strategi. Maka, setiap akhir ronde, Pelatih Blassius Ba mendatangi Simson yang duduk di antara penonton, dan minta instruksi untuk disampaikan kepada Elly. Sukses Elly kali ini juga ditopang oleh penampilannya yang matang di ring. Emosinya tak lagi meledak-ledak. "Walau kondisi fisiknya tidak terlalu baik, ia bisa menguasai pertandingan. Hal yang dulu tidak terlihat," kata bekas Promotor Boy Bolang. Menurut Boy, kalau kondisi Elly prima, ia bisa menjungkalkan lawan di ronde ke-6. Yang juga tak biasa dalam pertandingan kali ini, Elly naik ring memakai jubah merah dan bersayap pada bagian bahu -- mirip jubah Meriam Bellina dalam film Ketika Musim Semi Tiba. Sehingga, ia kelihatan seperti petinju dari planet lain. Lalu ada lagu berirama disko, Kembalikan Sabukku Padaku, ciptaan Penyanyi Melky Goeslaw, yang juga manajer Elly, mengiringi sang penantang ke arena. Dan penonton mengimbangi suara drum yang berdentam-dentam dengan pekik: "Elly ... Elly ... Elly." Yang paling penting tentu cara kedua petinju bertarung di ring. Sekalipun Tae Il Chang terus mengurung lawan ronde demi ronde, anehnya di saat musuh terjepit ia hampir tak pernah melepaskan pukulan-pukulan. Ia juga tak mencoba melontarkan jab untuk menahan lawan -- yang mestinya merupakan kelebihannya, karena memiliki jangkauan tangan yang panjang. Maka, Boy Bolang mengomentari juara dunia dari Korea Selatan itu sebagai petinju yang tak ada apa-apanya. "Staminanya boleh bagus, tapi jab saja dia tak punya. Ya, percuma saja," kata Boy. Pelatih Jea Doo Yoh yang berteriak-teriak dan sudut ring memberi instruksi agar dilakukan pukulan one-two juga tak didengar oleh anak latihnya. Tae Il Chang bertanding seperti orang bingung. Selama 15 ronde, hanya di ronde ke-10 ia berhasil mendaratkan pukulan telak, dan melukai Elly. Sebelumnya, justru Tae Il Chang yang jadi bulan-bulanan. Pada ronde ke-6 ia bahkan sempat goyah disambar pukulan kombinasi Elly. Dua ronde kemudian, hidung mulai meneteskan darah segar, dan mulutnya juga terluka. Pada ronde ke-13, ia jatuh tertelentang dihajar pukulan hook kiri Elly. Di ronde sisa, tahu kemenangan hampir pasti di tangannya, Elly tak lagi bernafsu memukul roboh lawan. Apa gerangan yang menimpa Tae Il Chang? Elly menilai lawannya takut kecolongan pukulan kirinya, sehingga tak berani menyerang. Menurut Manajer Alan Kim, Tae Il Chang selama tak bertanding kurang mengontrol bobot tubuhnya. Lima hari menjelang pertarungan, ia masih kelebihan berat 3,3 kg. Diduga penurunan berat dalam waktu singkat itu yang membuat Tae Il Chang kehilangan tenaga. Wasit James Rilley yang memimpin pertandingan melihat wajah Tae Il Chang pucat dan sorot matanya seakan orang yang sedang menanggung beban ketika bertanding. "Dia seperti mengalami dehidrasi," kata Rilley. Pelatih Jea Doo Yoh tampak kesal sekali melihat penampilan Tae Il Chang. Setelah ronde ke-8, setiap kali istirahat, ia menampari anak latihnya di pojok ring. Pada istirahat ronde ke-14, Tae Il Chang bukan cuma ditampar, tapi juga digetok dengan botol plastik Aqua dan dengan kepingan es. Rasa kesal Jea Doo Yoh dilampiaskannya lagi di kamar ganti. Dari dalam kamar yang tertutup suara tubuh dipukul: "buk... buk... buk." Sementara itu, Elly, yang mengantungi bayaran Rp 40 juta, berpesta ria dengan para pemujanya. Ia belum memikirkan lawan berikutnya. Yang sudah dipatoknya adalah tarif bayarannya. "Kalau main lagi mesti di atas Rp 100 juta," katanya. Amran Nasution, Ahmed K. Soeriawidjaja, Bachtiar Abdullah (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus