Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ganti rugi buat papi

Kejaksaan jak-pus harus membayar ganti rugi kepada papi abdullah sebanyak rp 107.000. yudi, lawan perkara papi harus membayar rp 1.070.000. gara-gara tuduhan jaksa tak terbukti dalam perkara penipuan.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI ini jaksa bernasib sial. Aparat yang kerjanya antara lain menuntut terdakwa itu bukan cuma kalah berperkara. Tapi bahkan membayar ganti rugi kepada bekas tahanannya. Peristiwa langka ini -- mungkin pertama kali terjadi dalam kasus gugatan perdata biasa -- menimpa Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, baru-baru ini. Dari dana anggaran rutin Kejaksaan Agung, bagian keuangan kejaksaan negeri membayar Papi Abdullah Rp 107 ribu. Papi, 56 tahun, tersangka yang "beruntung" itu, mulanya diadukan Yudi Pranoto, pedagang perabot rumah tangga, gara-gara menunggak cicilan pembayaran. Papi, yang turut menjualkan barang-barang Yudi secara kredit itu, belakangan memang menunggak pembayaran selama enam bulan sebesar Rp 22,5 juta. Akibat pengaduan itu, Papi sempat menginap di sel tahanan Polsek Jatibaru, Jakarta Pusat, enam tahun lalu. Di pengadilan, ia dituduh menipu saksi pelapor, Yudi, lantaran membayar utangnya itu dengan cek kosong. Namun, Hakim Sri Waty, yang berpendapat perkara Papi merupakan perdata murni, membebaskan Papi dari segala tuduhan, 25 Februari 1982. Hari itu juga, ia dibebaskan dari tahanan. Kendati putusan tersebut sempat membuat Papi terharu, sejak itu nasibnya malah mengalami berbagai kepahitan. Akibat perkara itu nama baiknya tercemar, banyak tetangga curiga. Lebih dari itu, para langganan tak lagi mempercayainya. Kehidupannya jadi susah. "Sampai kompor pun saya jual untuk menyambung hidup," katanya, ketika itu. Tak tahan menanggung keadaan itu, akhirnya lewat Pengacara Marsaulina Manurung, Papi menggugat kepolisian, kejaksaan. dan Yudi, untuk membayar ganti rugi Rp 50 juta. Ternyata, Majelis Hakim yang diketuai Sri Waty mengabulkan sebagian gugatannya. Yudi diharuskan membayar ganti rugi Rp 1.070.000,00 karena sengaja menjebloskan Papi ke tahanan. Sedangkan kepolisian dan kejaksaan dihukum ganti rugi Rp 107 ribu. Di tingkat banding, putusan tersebut dikuatkan. Dan, sekitar April tahun 1986, permohonan kasasi pihak kejaksaan pun ditolak Mahkamah Agung. Dengan dikuatkannya putusan tersebut tentu pihak kejaksaan tak lagi bisa berkelit. "Bagaimanapun juga putusan itu harus dihormati," kata sumber TEMPO di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Maka, ganti rugi direalisasikan, dengan pembebanan yang tak ditanggung pihak kejaksaan saja, tapi bersama dengan kepolisian. Bahwa pembayaran ditanggung sendiri oleh instansi tersebut, menurut sumber TEMPO di atas lantaran tuntutan Papi itu dilakukan lewat gugatan perdata biasa. Berbeda dengan kasus ganti rugi Sugeng, Satpam Kantor Inspeksi Pajak Jakarta Timur. Dua yang ditahan selama empat hari di Polsek Kramat Jati. Setelah diketahui bukan Sugeng yang mencuri mesin hitung kantornya, polisi dipraperadilankan. Sugeng menang, pengadilan memerintahkan KPN membayar ganti rugi Rp 200 ribu kepada Sugeng. Bagaimana hakim menentukan jumlah ganti rugi buat Papi? "Ya, berdasarkan kewajaran pada waktu itu," kata Hakim Sri Waty, sembari berusaha keras mengingat gugatan Papi yang diputusnya empat tahun lalu itu. Maksudnya, ganti rugi dari kejaksaan itu dihitung Rp 1.000,00 per hari selama jumlah tahanan yang 107 hari. Sementara itu, Yudi -- yang sampai pekan ini belum melaksanakan keputusan MA -- diharuskan membayar ganti rugi per hari Rp 10 ribu. Sekalipun ganti rugi itu baru diterimanya setelah 18 bulan jatuhnya keputusan MA, baik Papi maupun pengacaranya merasa tak perlu mempersoalkannya. Yang lebih penting, mudah-mudahan adanya putusan bagi Papi itu, "Polisi dan jaksa tak lagi gegabah dalam menangani suatu perkara," ujar Ny. Marsaulina kepada Ahmadie Thaha dari TEMPO. Papi sendiri kini sudah puas dengan pulihnya kembali usaha dagang kelilingnya. "Selama tiga minggu ini saya mulai menawarkan dagangan ke kantor-kantor," katanya, sambil menunjuk barang dagangan, seperti radio, tape recorder, TV, mesin ketik, kursi, dan perabot rumah tangga lainnya, yang tersebar di beranda rumah kontrakannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus