Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kepal Mahal Jago-Jago Uzur

Kelas berat tinju dunia masih didominasi petinju gaek. Sebagian memang masih laku dijual.

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JULUKANNYA memang seram, yaitu "Manusia Paling Sangar di Planet Bumi". Nyatanya, bekas juara kelas berat Mike Tyson hari-hari terakhir ini harus menelan harga dirinya dalam-dalam. Masyarakat Inggris, terutama kaum wanitanya, menolaknya datang ke negara itu. Padahal, pada akhir Januari ini, ia dijadwalkan bertarung melawan Julius Francis di Manchester dalam pertandingan non-gelar. Alasannya, Tyson adalah seorang kriminal pemerkosa wanita. Dalam hukum Inggris, memang ada pasal yang bisa membuat seorang pendatang yang pernah mendekam lebih dari satu tahun di penjara langsung diusir begitu mendarat di bandar udara. Dalam kondisi "biasa", Tyson tentu akan meledak. Apalagi, anggota Dewan Kota London begitu tandus hatinya dengan menyebut petinju tersebut paria. Namun, karena sedang berupaya memulihkan namanya setelah kembali dari penjara untuk ketiga kalinya, ia pun bersikap manis, bahkan sampai sedikit "mengangkat telur" dengan menyatakan ingin tinggal di London. Beruntung bagi bekas suami aktris Robin Givens ini, setelah promotornya melakukan lobi intensif, pengadilan Inggris akhirnya membolehkan ia masuk ke negara tersebut—meski harus segera hengkang seusai bertanding. Pelaku bisnis tinju di Inggris sangat berkepentingan agar pertandingan dapat terlaksana. Sebab, Tyson direncanakan digamit dalam partai melawan Lennox Lewis, juara dunia sejati kebanggaan negara Britania itu. Lewis, sekalipun dihormati, kurang diminati penggemar tinju. Nah, kontroversi tentang Tyson, meski usianya sudah 34 tahun, masih menjadikannya "layak jual" kelak jika jadi bertanding di negeri tersebut. Sejatinya, bukan hanya Tyson petinju gaek yang masih menempati urutan teratas dalam daftar promotor. Lewis, yang kini 35 tahun, April mendatang dijadwalkan bertemu dengan Michael Grant, petinju berusia 27 tahun yang belum terkalahkan dalam 31 pertandingan. Lewis setidaknya akan beroleh bayaran US$ 10 juta. Lewis memang baru mengecap manisnya honor besar setelah menjadi juara sejati—mengantongi gelar di tiga organisasi tinju: World Boxing Council (WBC), World Boxing Association (WBA), dan International Boxing Federation (IBF). Sebelumnya, ia hanya memegang sabuk WBC. Bekas juara dunia Evander Holyfield, 38 tahun, yang dibuat keok oleh Lewis, juga masih dinantikan. Ia layak dilirik karena selalu bisa bangkit setiap kali divonis telah habis. Ia juga petarung yang gigih. Untuk satu pertandingan, Holyfield setidaknya akan dibayar US$ 10 juta. Ia juga tercatat sebagai petinju tertua yang masih dihitung kemampuannya. Memang masih ada George Foreman, 51 tahun, dan Larry Holmes, 51 tahun, yang berencana berduel dengan bayaran sekitar US$ 4 juta untuk masing-masing. Namun, rencana ini terus tertunda karena belum ada promotor yang serius berminat. Mungkin publik menganggapnya guyonan belaka. Seperti kata Foreman sendiri, sementara setiap petinju sebelum bertanding diperiksa kesehatannya secara lengkap, untuk Foreman-Holmes, mereka cukup diperiksa apakah nadinya masih berdenyut. Bersinarnya pamor petarung-petarung uzur ini memang seolah mengabaikan hukum alam usia puncak seorang atlet. Lazimnya, atlet terbaik di setiap cabang olahraga berada dalam usia di bawah 30 tahun. Namun, tinju profesional yang penuh intrik ini memang punya aturan sendiri. Seorang petinju muda yang bagus belum tentu bisa mendaki ke puncak kalau tak ada promotor yang menggamitnya. Bila sampai puncak pun, belum tentu ia bisa bertarung maksimal. Ingat kasus Henry Akinwande dan Oliver McCall yang "mengalah" kepada Lennox Lewis? Bahkan, tanpa aroma intrik, seorang David Tua—asal Samoa—yang berbakat besar juga tak berkesempatan menikmati pertarungan memperebutkan gelar karena ia berada dalam panji kepromotoran yang sama dengan Holyfield. Nasib yang mirip dialami Holmes saat ia masih menjadi mitra latih-tanding Muhammad Ali. Tyson, Lewis, dan Holyfield memang masih pantas dihargai mahal. Namun, publik tinju "rugi" karena mereka bertarung bukan lagi dalam kondisi terbaik mereka. Ini tak lepas dari ulah promotor yang terlalu lama mengulur waktu untuk mempertemukan mereka demi naiknya pendapatan. Inilah yang membedakannya dengan era ketika Ali, Foreman, Joe Frazier, dan Ken Norton bertanding dan saling mengalahkan. Mereka naik ring ketika masih sama-sama "sangar", yang membuat tinju pro saat itu lebih bermutu. Yusi A. Pareanom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus