Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIMONA Halep benar-benar mengandaskan ambisi Serena Williams merengkuh trofi jua-ra Wimbledon kedelapan se-kaligus gelar Grand Slam ke-24 untuk menyamai rekor petenis legendaris Margaret Court. Hanya dalam 56 menit, petenis 27 tahun itu menaklukkan Williams dua set langsung, 6-2, 6-2, dan meraih trofi Wimbledon perdananya pada Sabtu, 13 Juli lalu.
Hari itu, Halep bermain dengan brilian. Dia cuma membuat tiga kesalahan (unforced error), sementara Williams melakukannya 26 kali. Dan, yang terpenting, menurut Halep, dia bisa mengatasi rasa cemasnya saat melawan Williams. “Aku berusaha hanya berfokus pada permainan dan bukan pada dia,” kata Halep.
Fokus Halep harus pada permainan ka-rena ia baru sekali mengalahkan Se--rena dalam sepuluh pertemuan. Meng-injak usia 37 tahun, Williams masih men-jadi favorit penonton dan disegani la--wan. Dia masih memiliki kekuatan, ke--mam-puan menguasai lapangan, dan men-tal bertanding yang baik. “Aku selalu terintimidasi setiap kali menghadapi Se-rena,” ucap Halep seperti ditulis situs Tennis World.
Halep menjadi petenis Rumania pertama yang berhasil menjuarai Wimbledon, tur-namen tertua dalam empat seri tenis Grand Slam. Ini trofi Grand Slam keduanya setelah tahun lalu ia menjuarai Prancis Terbuka. ”Kemenangan ini terasa luar biasa,” tutur Halep, yang sudah lima kali tampil pada final Grand Slam.
Kematangan mental Halep berbuah manis. Dulu Halep sering gugup, bertingkah negatif, bahkan kerap mengabaikan ins-truksi pelatih. Permainannya be--ran-takan. Puncak masalah terjadi dalam turnamen di Miami, Amerika Serikat, dua tahun lalu. Pelatihnya kala itu, Darren Cahill, sempat pergi.
Menyadari kekeliruannya, Halep ber-damai dengan Cahill, yang membantunya sejak 2016. Di luar sesi latihan bersama pe-latih Daniel Dobre, Halep juga berkonsultasi dengan Cahill. “Dia mem---buatku lebih kuat dan percaya bisa me-nang lagi,” ujar Halep tentang Cahill, yang me-ngantarnya menjadi petenis nomor satu dunia pada 2017.
Halep juga berusaha me--nikmati hidup dengan ber-libur bersama kawan-ka-wan-nya dan tidak tenggelam da-lam tekanan la-tihan, ter-masuk di luar musim kom-petisi. Dia bahkan sempat me-ning-galkan kancah tenis selama dua bulan. “Merasa bosan dan kebetulan juga sedang mengalami ce-dera,” kata Halep, yang ber-kom-petisi se--jak berusia sepuluh tahun.
Kegagalan mempertahankan gelar juara Prancis Terbuka pada Juni lalu membuat Halep kian bersemangat memburu ke-me-nangan di Wimbledon. Apalagi semua orang tak berharap dia bisa menjadi juara. “Ambisinya bangkit,” ujar manajer Halep, Virginia Ruzici.
Petenis putri Australia, Ashleigh Barty, juga pernah mengalami tekanan mental yang merusak karier tenisnya. Berkenalan dengan tenis saat berusia lima tahun, Barty tumbuh sebagai anak yang cemerlang da-lam olahraga itu. Pada usia 18 tahun, Barty sudah memegang satu gelar Grand Slam junior, menempati peringkat kedua dunia kategori petenis junior, dan dua kali menjadi finalis Grand Slam ganda putri.
Kesuksesan itu berdampak besar pada kondisi psikis Barty. Dia tertekan oleh ha-rapan sebagai “calon bintang tenis”. De-presi mendera kala ia menjalani tur dan kompetisi di negara lain. Tak kuat me-nang-gung beban mental, Barty meninggalkan dunia tenis pada 2014.
Saat menjalani konseling untuk me-nga-tasi depresi, Barty menemukan “mainan” baru, yaitu kriket. Dia bergabung dengan tim Brisbane Heat pada musim 2015/2016. Menjadi pemain yang andal dan bermasa depan bagus di kriket, Barty ternyata me-rindukan tenis. Dia kembali menjalani tur tenis pada 2016 dan menduduki peringkat ke-623 setelah 14 bulan absen.
Pada Juni lalu, karier Barty melambung tinggi. Petenis 23 tahun itu meraih gelar juara Grand Slam perdananya di Prancis Terbuka, 8 Juni lalu. Empat belas hari ke-mudian, dia menjuarai turnamen Bir-mingham Classics. Dia pun menempati pe-ringkat pertama daftar Asosiasi Tenis Putri (WTA), menggeser petenis Jepang, Naomi Osaka.
Barty menjadi petenis putri Australia kedua yang menempati peringkat per-tama dunia setelah Evonne Goolagong Cawley meraih prestasi itu dan mem-per-tahankannya selama dua pekan pada 1976. Dia juga petenis putri kedua Australia yang berhasil di Roland Garros setelah Margaret Court 46 tahun silam.
Menurut Barty, Cawley, yang meraih tujuh gelar juara Grand Slam, adalah ins-pirasi, pembimbing, dan sahabatnya. “Luar biasa jika bisa meraih prestasi seperti yang dia dapatkan selama kariernya,” ucapnya seperti dilaporkan CNN pada 25 Juni lalu.
Menjadi petenis nomor satu dunia dan idola baru, Barty memastikan tak ada yang berubah dalam dirinya. Dia juga tak merasa tertekan setelah menjadi juara. “Aku masih Ash Barty yang sama seperti tiga pekan, bahkan dua tahun lalu,” tuturnya
Barty lebih suka pulang ke rumahnya di Queensland, Australia, untuk berkumpul dengan keluarga dan para sahabatnya. Men-jaga relasi dengan orang-orang ter-dekat di luar lapangan tenis terbukti membantu kariernya. “Keluarga yang uta-ma, berikutnya baru tenis,” ujar petenis yang membukukan 39 kemenangan dan baru enam kali kalah sepanjang tahun ini tersebut.
Barty mengungkapkan, mengambil jeda dari tenis memberinya semangat baru. Padahal dulu dia yakin betul tak bakal bermain tenis lagi. Ternyata yang di-butuhkannya adalah penyegaran untuk bisa menghadapi tekanan kompetisi. “Kem-bali ke dunia tenis adalah keputusan ter-baik yang kubuat.”
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (ESPN, THE TELEGRAPH, THE GUARDIAN, ABC)
Ashleigh Barty
Tempat dan tanggal lahir: Queensland, Australia, 24 April 1996
Tinggi: 1,66 meter
Gaya bermain: tangan kanan, backhand dua tangan
Uang hadiah: US$ 10,3 juta (sekitar Rp 146 miliar)
Rekor:
- 220 kali menang, 83 kali kalah (tunggal)
- 175 kali menang, 56 kali kalah (ganda)
Gelar juara
- Tunggal 10
- Ganda 19
Grand Slam
- Prancis Terbuka (2019, tunggal)
- Amerika Serikat Terbuka (2018, ganda)
Simona Halep. REUTERS/Hannah McKay
Simona Halep
Tempat dan tanggal lahir: Constanta, Rumania, 27 September 1991
Tinggi: 1,68 meter
Peringkat WTA: 4
Gaya bermain: tangan kanan, backhand dua tangan
Hadiah: US$ 33,2 juta (sekitar Rp 463 miliar)
Rekor:
- 486 kali menang, 207 kali kalah (tunggal)
- 61 kali menang, 61 kali kalah (ganda)
Gelar juara
- Tunggal 25
- Ganda 5
Grand Slam
- Prancis Terbuka (2018, tunggal)
- Wimbledon (2019, tunggal)
Yang Muda Mengejar Gelar Juara
CORI Gauff tumbuh besar mengidolakan dua jawara tenis putri dunia, Venus dan Serena Williams. Tampil di Wimbledon, turnamen Grand Slam perdananya, Senin, 1 Juli lalu, remaja 15 tahun itu melawan Venus. “Sudah lama aku bermimpi ingin bermain satu lapangan dengannya,” kata gadis yang akrab disapa Coco tersebut.
Pertemuan mereka menjadi pertandingan yang paling disorot pada putaran pertama Wimbledon. Coco adalah juara Amerika Terbuka junior 2018 dan pemain termuda yang lolos kualifikasi Wimbledon. Adapun Venus, 39 tahun, sudah mengoleksi tujuh gelar Grand Slam.
Lebih berpengalaman dan tengah memburu kemenangan ke-90 di Wimbledon, Venus lebih diunggulkan. Dia menempati posisi ke-44 daftar Asosiasi Tenis Putri (WTA), sementara Coco berada di peringkat ke-313.
Coco ternyata mampu mengalahkan Venus dengan skor 6-4 dan 6-4 dalam laga selama 1 jam 19 menit. Petenis asal Florida, Amerika Serikat, itu menangis di tengah lapangan setelah bersalaman dengan Venus. Dia menjadi petenis termuda yang memenangi Wimbledon setelah Jennifer Capriati melakukannya pada 1991. “Aku tak tahu bagaimana menjelaskan rasanya, tapi mimpiku sudah terwujud,” ujar Coco.
Kemunculan Coco menambah ramai kompetisi petenis putri muda di Grand Slam. Dari seratus petenis terbaik WTA tahun ini, 35 orang berusia di bawah 25 tahun. Bahkan 12 petenis putri top dunia berusia kurang dari 21 tahun. “Banyak orang di Amerika membicarakannya dan kini dunia mengenalnya,” ucap mantan petenis nomor satu dunia, Tracy Austin, seperti dilaporkan CNN.
Nama petenis Jepang, Naomi Osaka, mencorong setelah ia mengalahkan Serena Williams pada final Amerika Terbuka tahun lalu. Pada usia 21 tahun, dia memiliki dua gelar Grand Slam dan menempati peringkat kedua dunia. Petenis Belarus, Aryna Sabalenka, juga menjadi sorotan. Petenis 20 tahun yang dikenal memiliki forehand kuat dan servis berkecepatan 170 kilometer per jam itu kini menduduki peringkat kesebelas.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo