Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlu kami sampaikan bahwa pemberitaan tersebut tidak benar dan tidak akurat sehingga bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya dengan alasan berikut ini.
1. Pemilih majelis hakim dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung bukanlah Ketua Mahkamah Agung, melainkan Ketua Kamar Pidana. Hal ini sesuai dengan SK-KMA Nomor 213/KMA/SK/XII/2014 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan SK-KMA Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dengan demikian, Ketua Mahkamah Agung tidak pernah mencampuri kewenangan ketua kamar terkait dengan penentuan dan penunjukan majelis hakim karena kewenangan tersebut telah didelegasikan kepada setiap ketua kamar.
2. Keterangan bahwa perkara tersebut masuk ke Mahkamah Agung pada Januari keliru. Sebab, berdasarkan informasi perkara di Kepaniteraan Mahkamah Agung, Perkara Nomor 1555 K/Pid.Sus/2019 atas nama terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung masuk ke Mahkamah Agung pada 4 April 2019. Adapun penetapan dan penunjukan majelis hakim dibuat oleh Ketua Kamar Pidana sebagaimana Penetapan Nomor 1555/Pid.Sus/2019 tertanggal 3 Mei 2019. Hingga 11 Mei 2019, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali sedang menjalani cuti tahunan dengan menunaikan ibadah umrah ke Tanah Suci. Karena itu, saat penetapan dan penunjukan majelis hakim, yaitu 3 Mei 2019, Ketua Mahkamah Agung sedang dalam posisi cuti.
3. Artikel Tempo diterbitkan secara tidak fair karena Ketua Mahkamah Agung tidak pernah dimintai konfirmasi terkait dengan masalah tersebut sehingga konten informasi itu tidak berimbang. Maka Tempo telah melanggar prinsip cover both sides karena tidak melakukan cross check kebenaran informasi tersebut sebelum menurunkannya menjadi berita.
Andi Samsan Nganro
Juru Bicara Mahkamah Agung
INFORMASI tersebut kami peroleh dari sejumlah narasumber, termasuk narasumber Mahkamah Agung. Kami sudah menanyakan soal itu kepada Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali saat perayaan hari ulang tahun Bhayangkara di silang Monumen Nasional, Jakarta, 10 Juli 2019, yang hasilnya dimuat dalam artikel tersebut.
Pengalaman Buruk Ujian Berbasis Komputer
ANAK saya pelajar yang mengikuti ujian tulis berbasis komputer (UTBK) yang diselenggarakan Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) 2019. Ia dua kali mengikuti tes. Pada kesempatan pertama, semua berjalan lancar. Namun pada gelombang kedua terjadi hambatan fatal.
Pertama, anak saya didiskualifikasi karena dianggap belum membayar uang tes. Padahal ia mendaftar secara daring pada 25 Maret pukul 10.27 WIB dan mentransfer uang tes Rp 200 ribu via anjungan tunai mandiri Bank Mandiri pukul 10.54 WIB pada tanggal yang sama. Beberapa hari kemudian, ia mencoba mengunduh kartu peserta tes, tapi gagal. Pada layar komputer tertulis “Kedaluwarsa”. LTMPT memang mensyaratkan pembayaran dilakukan selambatnya 24 jam sesudah pendaftaran.
Dia pun menghubungi bagian pengaduan LTMPT via e-mail. LTMPT menjawab belum menerima uang transfer anak saya. Karena itu, ia dianggap terlambat membayar dan didiskualifikasi dari kepesertaan UTBK. Untuk memperjelas soal, ia pun ke Bank Mandiri. Bank menyatakan transfer sudah masuk ke rekening LTMPT. Sampai saat itu, bank tidak menerima retur uang transfer tersebut. Bank memberikan bukti transfer telah berhasil. Surat dari Mandiri lalu dikirim via e-mail ke LTMPT. Bukti baru ini tidak dianggap. Jawabannya sama, yakni kedaluwarsa.
Merasa tak ada kemajuan, saya mengontak Ketua LTMPT Profesor Ravik Karsidi. Ia menyarankan menghubungi sekretarisnya, Bapak Widi Wardoyo. Namun jawaban sama, kedaluwarsa.
Karena LTMPT menafikan bukti-bukti, saya akhirnya membuat kronologi. Via WhatsApp, saya menguraikan kronologi itu kepada Profesor Ravik dan Pak Widi pada 20 April 2019. Jawabannya, anak saya akan dimasukkan sebagai peserta dan sedang dicarikan waktu tes.
Masalah kedua, susah mengunduh kartu peserta. Menurut Pak Widi, ia sudah meminta bagian teknologi informasi memasukkan kembali nama anak saya. Baru pada 30 April—sepuluh hari sesudah namanya dimasukkan lagi sebagai peserta—ia bisa mencetak kartu peserta. Kini lokasi tesnya berpindah dari Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung ke Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 11 Bandung di Cimahi.
Ketiga, anak saya tak bisa ikut tes pada sesinya karena komputernya belum diisi soal. Pada 25 Mei, sehari sebelum tes, ia datang ke SMKN 11 Bandung di Cimahi dan lega karena namanya ada dalam daftar peserta tes. Pada 26 Mei, ia bangun pukul 03.00 WIB untuk makan sahur, kemudian tiba di lokasi tes pagi sekali. Tapi, pada pukul 08.45 WIB, ia menelepon saya untuk mengabarkan bahwa ia tak bisa ikut tes sesi pagi itu.
Ismaini, koordinator Sekretariat LTMPT, menyatakan komputer tes ternyata belum diisi soal ujian. Tapi anak saya dijanjikan bisa ikut tes sesi siang pukul 12.30 WIB.
Keempat,pengumuman hasil tes 1 Juni, tapi baru bisa diakses pada 4 Juni. Penjelasan LTMPT terkesan menyembunyikan sesuatu. Mohon Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menjernihkan masalah ini.
Achmad Luqman
Gandaria Utara, Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo