Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kubu Polanco Mengintip Pical

Persiapan kubu Polanco melawan Pical. Mereka mempelajari strategi Pical lewat rekaman video Pical lawan Ju Do Chun yang diterima dari Boy bolang. Kemenangan Polanco dimeriahkan dengan pesta kecil.

22 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SI juara baru itu berlari menuju sudut merah. Di pojok itu ia melompat dan naik ke tali ring. Wajahnya tampak puas dan cerah tentu saja. Tapi Cesar Patico Polanco, 19, yang malam itu diumumkan sebagai juara kelas bantam yunior versi IBF, setelah mengalahkan dengan angka mutlak sang juara Ellyas Pical, 26, wajahnya tetap dingin. Tak begitu hangat sambutan penonton. Tapi, kubu petinju asal Republik Dominika itu tak menyembunyikan rasa gembira atas kemenangan gemilang malam itu. Di kamar ganti pakaian, Felix Hernandez, manajer bisnis merangkap akuntan Don King yang ditempatkan di Puerto Riko, langsung berdansa dengan Lenny Munoz. Manajer Polanco tak henti tertawa berderai-derai. Di tempat tidur yang tersedia di kamar ganti itu, Polanco tampak terbujur tenang. Hanya sesekali dia menyeringai melihat kedua pendampingnya itu bersuka-ria. Dua botol sampanye Joseph Perrier buatan Prancis dibuka Munoz dan kemudian disemburkannya ke tubuh Hernandez, pelatih Lalo Medina, dan dirinya. Sisanya langsung ditenggaknya. Sekitar satu jam kemudian, Polanco dan rombongan berangkat ke Hotel Sahid Jaya, tempat mereka menginap. Di kamar itu pesta kecil dilanjutkan di kamar 1508. Di kamar ini pula Polanco sempat muntah beberapa kali. Ia kemudian dipapah dan dibawa ke kamar mandi. Ia berendam air hangat beberapa menit. Dan sempat mengejutkan wartawan TEMPO Ahmed Soeriawidjaja yang ikut bersama rombongan ini sejak dari Istora Senayan, ketika kemudian buang air seni berwarna merah. Rombongan itu toh tak panik. "Itu biasa tak apa-apa," kata Juan Gomez, teman berlatih Polanco. Sang juara dunia ini, yang bisa sedikit-sedikit berbahasa Inggris, juga tak tampak cemas. Ketika ditanya, dia hanya mengakui pukulan kiri Pical memang kuat ketika mendarat di pinggang dan perutnya. "Saya cukup kuat waktu di ring. Tapi, sekarang agak mual," katanya. Dari kamar itu pula malam itu, mereka menelepon ke beberapa tempat di Dominika. Polanco sempat terisak menangis ketika berbicara dengan orangtuanya. "Saya terharu dan bangga atas kemenangan untuk Dominika ini," katanya. Pemuda yang tingginya 168 cm dan berat sekiur 52,5 kg itu tampak ramah di luar ring. Tetapi ia tak begitu banyak omong. Apa rahasia kemenangannya? Pelatih Lalo Medina, yang antara lain sudah mencetak beberapa juara dunia, seperti Edwin Rosario, bekas juara kelas ringan versi WBC, terus terang mengatakan karena mereka sebelumnya sempat mempelajari dengan tekun rekaman video Pical ketika melawan Ju Do Chun. "Kami terima rekaman itu dari Boy Bolang," kata Medina. Kemudian Medina sendiri dan Juan Gomez, bekas juara kelas terbang yunior versi WBA, 1976, yang bertindak sebagai lawan berlatih Polanco, dalam gaya permainan Pical. Lalu mereka segera merumuskan senjata buat dipakai Polanco menghadapi Pical. Misalnya, dalam strategi untuk bertarung dalam jarak renggang. Kemudian belajar dalam melancarkan serangan balik, sambil menghindarkan pukulan kiri yang khas dari Pical. Caranya dua macam: dengan menunduk dan mengelak sambil menggoyangkan badan. Yang cukup penting belajar teknik clinch yang rapat dan langsung menjepit tangan kiri lawan. Ini dianggap penting, karena, seperti diceritakan Medina, salah satu kekhasan Pical memang dalam melancarkan pukulan tangan kirinya ketika adu jotos bergerak mendekati clinch. Begitulah, selama di hotel, sedikitya 4 kali Medina dan Polanco memutar rekaman video tentang Pical itu. Hasilnya memang memuaskan. Petinju yang tampak memiliki dasar bertinju yang bagus ini dengan mudah menjinakkan semua serangan berbahaya juara yang ditantangnya. "Sayang sekali Ellyas Pical hanya bertinju satu tangan, hanya modal tangan kiri, jadi kurang variasi serangan," kata Medina. Menang dan kemudian dapat bayaran sekitar Rp 25 juta, Polanco dan rombongannya langsung meninggalkan Jakarta, Minggu pagi pekan lalu. Cuma sebelum berangkat, Munoz, manajer bisnis petinju dari Amerika Tengah ini, sempat menyatakan kesediaan mereka untuk suatu pertarungan ulang lawan Pical. "Asal bayarannya cocok, kami mau bertanding di sini lagi," katanya sambil tertawa. Memang bisa dipahami mereka antusias bertanding di sini. Soalnya, di negeri mereka yang berpenduduk sekitar 6 juta jiwa, bayaran Polanco sebelum menumbangkan Pical berkisar Rp 7,5 juta. Dan sekarang dengan juara di tangannya, bisa ditaksir mereka bisa mematokkan tawaran sekitar Rp 100 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus