Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Si Nomor Dua Yang Malang

Realisasi ekspor semen di bawah sasaran. akibat sengitnya persaingan international. Pemakaian bahan bakar batu bara bisa menghasilkan semen murah. Tiga roda yang lesu terus, mulai memasuki pasar RRC.

22 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMASARKAN semen di luar negeri, di tengah derap pembangunan banyak negara berkembang, terbukti tidak gampang. Lihat saja, realisasi ekspor semen dari sini yang, tahun lalu, disasarkan 1,23 juta ton, ternyata hanya menembus angka 877 ribu ton. Padahal rasanya, tak kurang ikhtiar memasarkannya. Boleh jadi seret, karena usaha ekspor mereka banyak dijegal oleh beleid pemerintah negara-negara saingan, di tengah makin sengitnya persaingan. Pemerintah Korea Selatan dan Jepang, misalnya, tak segan-segan memberikan pembiayaan murah industri semen mereka, sejak proses produksi sampai pengapalan. Selain itu, seperti dikemukakan Setiadi Dirgo, Ketua Asosiasi Semen Indonesia di DPR pekan lalu, pemakaian batu bara dalam proses produksi turut mempengaruhi struktur harganya. Karena itu, jika semua pabrik semen yang memasarkan sebagian produksinya ke luar negeri sudah menggantikan BBM dengan batu bara, daya saing semen sini diharapkan bisa lebih baik. Maklum, kata Setiadi Dirgo, biaya untuk menghasilkan semen setiap ton dengan batu bara ditaksir hanya antara Rp 9.000 dan Rp 11.000 -- jauh lebih murah dibandingkan dengan BBM yang memakan Rp 20.000. Tidak jelas, bagaimana Direktur Utama PT Semen Gresik di Jawa Timur itu bisa memperoleh perkiraan biaya itu. Mungkin ada beberapa komponen pembentuk biaya belum dimasukkannya, mengingat PT Semen Indarung di Padang, yang sudah menggunakan batu bara sepenuhnya punya angka berbeda. Menurut manajemen Indarung, biaya untuk menghasilkan klinker (semen setengah jadi) dengan batu bara sekitar Rp 18 ribu, sedang dengan residu BBM hampir Rp 35 ribu per ton. Jadi, bisa dipahami, jika Indarung yang sudah memulai usaha ekspor sejak empat tahun lalu, bisa menjual semennya di bawah harga penawaran Jepang dan Korea Selatan yang US$ 30 per ton. Selisih harganya dengan kedua pesaing kuat itu, dari waktu ke waktu, antara US$ 1 dan US$ 2 per ton. Dengan tingkat harga itu, "Kami masih bisa untung kendati agak tipis," ujar Rajalis Kamil, Kepala Biro Humas Indarung. Di tengah persaingan keras itu, tahun lalu, Indarung bisa melego 225 ribu ton -- atau 125 ribu ton di atas realisasi 1984 -- ke Hong Kong dan Bangladesh. Produksinya sendiri tahun itu sekitar 1,234 juta ton, mestinya, bisa lebih tinggi kalau perluasan Indarung III A yang dikerjakan kontraktor India siap tahun 1984 Tapi karena mungkin penguasaan rekayasa kontraktor itu belum maju, perluasan Indarung hingga kini belum kunjung selesai. Perlombaan menangkap kesempatan di pasar internasional itu tak ketinggalan dilakukan pula oleh kelompok Indocement. Baru tahun ini, tanur-tanur penghasil semen Tiga Roda itu bakal menggunakan batu bara dalam proses produksinya. Dana US$ 50 juta bakal dihabiskannya untuk memodifikasi pemakaian batu bara guna menghasilkan semen 7,5 juta ton. Tapi berbeda dengan taksiran Indarung dan Asosiasi, menurut Ibrahim Risyad, Direktur Indocement, "Pemakaian batu bara menghemat biaya produksi US$ 5 per ton." Besar kecilnya biaya produksi itu, agaknya, banyak ditentukan oleh baru tidaknya barang modal yang digunakan, dan besarnya bunga pinjaman untuk membiayai modifikasi proses produksi tadi. Sebagai pendatang baru pemakai batu bara, tahun lalu, Tiga Roda baru bisa mengekspor 500 ribu ton atau sekitar 9% dari seluruh produksinya yang 5,5 juta ton. Realisasi ekspor sebesar itu bisa ditembus, boleh jadi, karena bantuan pemerintah menolong perusahaan yang 35% sahamnya dikuasai negara ini cukup besar. Penjualan semen Tiga Roda ke India, bisa dilakukan dengan harga US$ 42 per ton, karena pemerintah menyatakan kesediaannya untuk ikut membantu pemasaran sejumlah komoditi ekspor India. Sedang ke Bangladesh, yang sudah dimulai sejak 1978, terjadi dengan transaksi US$ 42,5 per ton berkat bantuan Islamic Development Bank, yang ikut membiayai pembelian itu. Bagaimana 1986? "Untuk kami cukup berat," kata Ibrahim Risyad. Bayangkan saja, kalau pasar dalam negeri bisa menyerap 4,5 juta dari 7,5 juta ton produksi Tiga Roda, maka perusahaan patungan swasta dan pemerintah itu masih harus putar otak untuk melempar sisanya yang 3 juta ton. Pasar RRC dimasukinya dan, tahun ini, Indocement sudah teken kontrak menjual 250 ribu ton yang dikapalkan secara langsung. Negeri yang sedang membuat lompatan jauh ke depan itu konon akan menambah pembelian semen dari sini satu juta ton lagi. "Dan kemungkinan akan bertambah lagi tahun-tahun mendatang," kata Ibrahim. Pasar potensial lain yang kini diincar adalah Vietnam, sekalipun mungkin negeri berkembang ini tidak punya valuta asing tunai. Apa boleh buat, karena letaknya di depan hidung, Vietnam harus dimasuki. Dan, untuk mencegah ekportir tertonjok karena pembeli tidak bisa memenuhi kewajibannya, semen yang diekspor itu akan ditutup asuransinya oleh pemerintah -- dengan pertanggungan cukup besar. Cuma yang jadi ganjalan, daya saing itu agaknya bakal berkurang, Jika April nanti pemerintah jadi mencabut Sertifikat Ekspor semen, yang bisa mencapai US$ 11 per ton. Sampai kini belum jelas pola macam apa yang akan digunakan pemerintah untuk mencambuk ekspor semen itu, kendati pertemuan 11 menteri ekuin dengan kepala negara sudah lewat sepekan. Biasanya kabar baik keluar dari Bina Graha. Eddy Herwanto Laporan Farida Sendjaja, Budi Kusumah dan Fachrul Rasyid (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus