Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Lely, Menjelang Manila

Lely sampurno, 43, yang meraih kejuaraan menembak asia th 1977 mengantar dirinya ke turnamen menembak seasa viii di manila dan asian games viii di bangkok tanpa seleksi. (or)

11 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU hari di tahun 1960, di sebuah rumah dalam kompleks militer Husein Sastranegara (d/h Andir), Bandung, seorang nyonya tak mendua hati lagi untuk memakai pistol milik suaminya. Kendati ia belum begitu faham bagaimana cara menarik picu senjata tersebut. Maklum, ia bekas guru Sekolah Dasar. Kekurangan itu sama sekali tak mengecilkan hatinya. Dalam kepala ia diam-diam memadu tekad: tantangan dwi lomba menembak antar isteri militer yang dilayangkan Persit Kartika Chandra Kirana, organisasi isteri TNI-AD harus dijawab dengan prestasi. Mengingat di tangannya kini tergengyam nama baik organisasi isteri TNI-AU, PIA Ardya Garini. Dialah, Lely Kuntratih, isteri perwira TNI-AU, Sampurno. Tekad Nyonya Lely Sampurno untuk menjadi yang terbaik itu ternyata mendat tempat tersendiri di hati Wiriadinata, Komandan Pangkalan Husein Sastranegara -- sekarang Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sehingga ia merasa perlu turun tangan langsung melatih isteri koleganya itu. Dua bulan dalam gernblengan Wiriadinata, kebolehan Lely Sarnpurno membidik sasaran telan menguak tabir masa depan olahraga menembak wanita. Dua tahun setelah pemunculan pertamanya dalam dwi-lomba antar isteri militer itu, ia terpilih untuk memasuki pelatnas Asian Games IV di Jakarta. Pemilihan Lely Sampurno yang dulu suka berenang tenis dan atletik itu ternyata tak meieset. Enam bulan dalam asuhan pelatih Yugoslavia, Milon Stefanovic jangkauan prestasi Lely Sampurno melesat jauh. Ia berhasil meraih medali perak Asian Games IV dalam nomor free pistol dengan nilai bidikan 527--juara pertamanya mencatat angka 541 dari 600 kemungkinan. "Keberhasilan itu tak terlepas dari dorongan almarhum suami saya," kata Lely Sampurno mengenang masa lampaunya. KoIonel Sampurno meninggal dunia, per tengahan 1976 silam. Sejak berhasil meraih medali perak itu, nama Lely Sampurno seolah tak terpisahkan dari setiap kejuaraan menembak yang diikuti tim Indonesia-kecuali Asian Games V (1966) dan Asian Games VI (1970). Tapi dalam perjalanan karir yang panjang itu hanya satu turnamen yang paling berkesan di hatinya. Yaitu Kejuaraan Menembak Asia di Korea Selatan, September 1977 lalu. "Karena di Kejuaraan Asia itulah untuk pertama kalinya saya mendapat medali emas dari gelanggang internasional," ujar Lely Sampurno. Ia membawa pulang medali emas nomor air pistol wanita dengan pengumpulan angka 369 dari 400 kemungkinan. Adakah kegagalan Ley Sampurno menempati tempat utama di masa sebelumnya lantaran prestasinya merangkak lambat. Sulit untuk dikatakan begitu. "Dalam pertandingan-pertandingan sebelumnya saingan saya adalah penembak pria," ungkap Lely Sampurno. "Rata-rata prestasi mereka memang jauh lebih baik dari saya." Sukses yang diraih Lely Sampurno (lahir di Sukabumi, 2 Desember 1935) dalam Kejuaraan Menembak Asia tahun lalu itu, sekaligus mengantar dirinya ke turnamen menembak SEASA VIII di Manila, akhir Pebruari ini. Juga Asian Games VIII di Bangkok, Desember depan. Keduanya tanpa melalui seleksi. Minus 1,5 Lolosnya Lely Sampurno dari persyaratan seleksi bukan berarti beban yang dipikulnya bertambah ringan. Apalagi sejak sepeninggal almarhum suaminya, ia tak mungkin lagi bergabung dalam pelatnas. "Saya harus menemani anak-anak di rumah," alasan Lely Sampurno yang mempunyai 3 orang puteri. Ia masih tinggal di perumahan TNI-AU di Kebayoran Baru, Jakarta. "Untuk mengimbangi itu saya latihan tiap hari," tambahnya. Bagaimana dengan kehidupannya? Ia mengakui hidup tanpa suami itu memang agak berat bagi dirinya. Karena ia harus melakukan dwi-fungsi kehidupan: sebagai kepala kelualga dan ibu rumah tangga. Menyadari kenyataan hidup itu, Lely Sampurno yang berperawakan sedang dengan tinggi 153 cm dan berat badan 49,5 kg, telah mengambil ancang-ancang untuk bekerja kembali. Tapi bukan sebagai guru sebagaimana proisinya semula. "Kalau bisa saya ingin menyumbangkan tenaga di sport medical centre " kata Lely Sampurno yang memakai kacamata minus 1,5 itu. Ia memilih pusat kesehatan tersebut karena lembaga ini masin punya kaitan erat dengan dunia olanraga. Pusat Kesehatan Olahraga ini berada di bawah naungan KONI Pusat. "Jika saya jadi guru lagi bisa repot. Soalnya, dulu saya tidak belajar matematika," tambahnya. Lely Sampurno adalah lulusan SGA tahun 1956. Memilih pekerjaan hagi Lely Sampurno agaknya bukan didasarkan pada pendapatan uang semata. Sekalipun masih tinggal di flat, tapi kehidupannya terhitung lumayan. Ia punya rumah di Bandung. Serta mengendarai mobil Citroen GS. "Lama-lama simpanan yang sedikit itu bisa habis. Itulah makanya saya harus bekerja," kata Lely Sampurno yang gemar aerobik, menonton detektif, membaca buah tangan Pearl S. Buck serta Sommerset Maugam. Adakah persoalan hidup yang dihadapinya itu akan mempengaruhi prestasinya dalam membidik sasaran? Lely Sampurno yang dalam Pemilihan Olahragawan Terbaik 1977 SIWO/PWI Jaya menempati urutan ketujuh menjawab: "Saya akan berusaha untuk tetap meningkatkan prestasi." Dalam olahraga menembak, seorang atlit masih bisa berprestasi baik sampai umur 65 tahun-asalkan penglihatannya tidak terganggu, tentunya. Bagaimana dengan peluang di turnamen menemb ak South ast Asia Shooting Association (SEASA) VIII nanti? "Untuk nomor wanita kans kita cukup besar dibandingkan penembak pria," kata Lely Sampurno yang jejaknya diikuti oleh puterinya Lolo, 14 tahun. Perhitungan Lely Sampurno itu didasarkan pada kemampuan penembak wanita luar negeri yang dilihatnya dalam Kejuaraan Menembak Asia, tahun 1977 lalu. Dan yang akan ikut dalam SEASA VIII adalah atlit yang sama. Adakah Lely Sampurno atau penembak Indonesia lainnya mampu membikin kejutan prestasi lagi di Manila? "Insya Allah," jawab Lely Sampurno.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus