Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Samsidar bergegas meninggalkan Hotel Jusenny Boutique di Blok S,Jakarta Selatan,Ahad pekan lalu. Jarum jam baru menunjuk angka 04.00 ketika penjaga gawang andalan ini meninggalkan hotel yang menjadi markas tim nasional sepak bola Indonesia itu. Ia bahkan tak sempat pamit kepada rekan-rekannya. Hanya selarik pesan dikirimnya melalui BlackBerry messenger kepada pelatih Nil Maizar: "Pak,saya izin. Saya kembali ke Kalimantan."
Samsidar memilih melepaskan kesempatan membela negaranya di Piala Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) 2012,yang akan berlangsung di Malaysia dan Thailand,24 November-22 Desember mendatang. Ia harus memenuhi perintah klubnya,Mitra Kukar,Balikpapan,Kalimantan Timur,yang melarangnya bergabung dengan tim nasional.
Mitra Kukar adalah tim yang bermain di kompetisi Liga Super Indonesia bentukan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI). Komite memang melarang klub dalam naungannya mengirimkan pemain ke timnas untuk membela Indonesia. Samsidar tidak dengan sukacita meninggalkan skuad Merah Putih. Dinihari itu,ia angkat koper dengan perasaan masygul. "Hati saya tetap di timnas," katanya kepada Tempo. Tapi ia tak berani melawan kebijakan klub karena sumber pendapatannya di sana. Toh,pemain 30 tahun ini berharap ada keajaiban yang membuat segalanya berubah. "Mudah-mudahan ada malaikat turun dari langit untuk membuka hati mereka."
Hengkangnya Samsidar menambah problem persiapan timnas. Tak aneh,begitu mendengar kabar ini,manajer tim nasional,Habil Marati,langsung bereaksi. Ia bolak-balik menelepon Samsidar,membujuknya agar mau kembali. Samsidar tak keberatan. Tapi ia minta Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) memberi jaminan tertulis akan menyediakan klub seusai Piala AFF. "Kalau PSSI berani hitam di atas putih,saya akan meninggalkan klub dan kembali membela timnas."
Itu penting,kata Samsidar,agar masa depannya seusai turnamen tetap jelas. Sebab,jika ia ngotot membela timnas,kontraknya akan dibatalkan klub alias ia akan jadi penganggur. Hal semacam inilah,menurut dia,yang membuat para pemain Liga Super harus tunduk pada aturan klub. Mereka tak ingin dipecat dan menjadi penganggur.
Samsidar benar. Kebanyakan pemain Liga Super yang dipanggil Nil Maizar tak bisa datang karena dibelit dilema itu. Nama-nama mentereng yang selama ini jadi langganan skuad Garuda,seperti Patrich Wanggai,Firman Utina,I Made Wirawan,Ahmad Bustomi,dan Hamka Hamzah,gagal bergabung karena tunduk pada klub. "Kami (ini) melawan salah,tidak melawan juga salah," ujar Wirawan.
Absennya para pemain Liga Super ini,mau tak mau,membuat opsi Nil Maizar terbatas. Bayangkan,dari 35 pemain yang dipanggil,hanya 26 yang datang. Jumlah ini pun masih dikurangi Hengky Ardilles,yang cedera saat latihan. Lalu proses naturalisasi Raphael Guillermo Eduardo Maitimo,pemain berdarah Indonesia-Belanda,belum juga kelar,sehingga ia tak bisa memakai seragam "Garuda di Dadaku".
Badai belum berlalu. Stok pemain terus menipis akibat Diego Michiels tersangkut kasus dugaan pemukulan terhadap Meff Paripurna dua pekan lalu. Gelandang elegan itu kini meringkuk di ruang tahanan polisi dan mungkin tak dibawa ke Malaysia. Praktis kini yang tersisa tinggal 23 pemain. Ini cukup mengkhawatirkan karena Indonesia berada di grup keras,bersama Malaysia,Singapura,dan Laos.
Tak optimal di lapangan,Garuda masih pula diterpa hambatan nonteknis. Hingga kini,dana dari Kementerian Pemuda dan Olahraga belum turun. Ketua PSSI Djohar Arifin mengungkapkan kebutuhan tim untuk berlaga di Piala AFF sekitar Rp 10 miliar.
Minimnya dana yang tersedia sekarang membuat PSSI melakukan penghematan. Salah satunya mengganti hotel untuk tempat menginap pemain. Selama ini mereka diinapkan di Hotel Century atau Hotel Sultan,sedangkan sekarang semua "diungsikan" ke Hotel Jusenny Boutique. Tentu ada perbedaan fasilitas. "Ada sih fasilitas air hangat,tapi di kamar saya rusak," kata pemain belakang Valentino Telaubun.
Uang saku pemain pun terpangkas. Seorang pemain membisikkan,mereka dibayar Rp 500 ribu per hari. Jumlah ini,kata dia,kecil untuk ukuran pemain tim nasional,yang biasanya dibayar Rp 1 juta per hari. "Kami juga masih harus membeli makanan sendiri karena menu hotel itu-itu aja."
Toh,tanpa dukungan dana pemerintah,tim tetap harus berangkat. Kocek pribadi terpaksa dibongkar. "Pengurus akan urunan," ujar Djohar. Meski demikian,bos PSSI ini masih menyisakan harapan bahwa dana dari Kementerian bisa cair. "Itu hanya soal prosedur. Saya yakin Kemenpora akan membantu."
Harapan Djohar itu sepertinya tinggal harapan. Asisten Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Joko Sulistyono mengatakan kantornya tak bisa membantu "Sebab,dana sudah habis untuk menampung usulan cabang olahraga lain."
Pemerintah tak membantu,khalayak pun bergerak. Sekelompok suporter menggelar gerakan "Satu untuk Timnas" guna menggalang dana masyarakat. Mereka membuka rekening BRI 4187-01-005140-53-6 atas nama "Satu untuk Timnas" bagi pencinta bola yang ingin membantu dana. "Ini adalah bentuk keprihatinan kami atas tidak adanya dukungan pemerintah," kata Andi,salah satu suporter.
Dihantam berbagai persoalan di dalam dan di luar lapangan tak membikin Nil Maizar ciut nyali. Ia tetap optimistis timnya bisa berbicara banyak. Absennya para pemain Liga Super diyakini tak membuat pasukannya pincang. Kehadiran dua pemain naturalisasi asal Belanda,Jhonny van Beukering dan Tonnie Cusell,dianggapnya sebagai suntikan untuk timnas. Kedua pemain ini dinilai tampil lumayan dalam laga uji coba melawan tim nasional Timor Leste,Rabu pekan lalu. "Tim yang ada sekarang sudah cukup bagus."
Optimisme juga diembuskan Elie Aiboy. Pemain gelandang ini tak merisaukan absennya para pemain Liga Super. Tanpa mereka,kata Elie,tim tetap optimal. "Kalau mereka (para pemain Liga Super) dibilang hebat,kenapa tidak juara waktu Piala AFF 2010?" Valentino Telaubun mengiyakan. "Sepak bola sekarang tidak bergantung pada nama besar pemain,tapi kekompakan tim."
Memang belakangan pengurus KPSI sedikit melunak dan mengizinkan pemainnya bergabung dengan timnas. Itu terjadi setelah mereka bertemu dengan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng,Selasa pekan lalu. Saat itu Andi meminta klub-klub Liga Super tak menahan pemainnya. "Kalau pemerintah sudah minta,masak tidak kita kasih," kata anggota Komite Eksekutif KPSI,Djamal Aziz.
Tapi keputusan ini sepertinya terlambat. Menurut Djohar Arifin,turnamen sudah di depan mata,dan pada 25 November Indonesia sudah harus bertanding. Ia khawatir kehadiran para pemain Liga Super pada saat situasi "tinggal main" ini malah jadi bumerang. "Kekompakan tim bisa terganggu. Apa bisa mereka disatukan?" katanya.
Samsidar kini mungkin mulai memupus harapannya untuk berdiri di bawah mistar gawang timnas. Malaikat yang ia harapkan hadir ternyata terlambat turun untuk mengubah keadaan. Bisa jadi hatinya masygul,seperti ketika dia harus memungut bola dari gawangnya sendiri.
Dwi Riyanto Agustiar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo