Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Masih Asyik Nonton Galatama

Kompetisi Galatama dapat berjalan terus, dan pemain yang masuk Pelatnas PSSI boleh memperkuat klubnya. Pertandingan diwarnai dengan "kebocoran" dan kemarahan penonton. (or)

14 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKA Utama dianggap "orang udik" ketika memasuki Stadion 10 Nopember, Surabaya. Mungkin tak seorang pun dari 8000 penonton petang itu berani meramalkan bahwa kesebelasan dari Lampung itu akan menang. Ternyata tuan rumah NIAC Mitra kalah 2-1, suatu kejutan dalam kompetisi Galatama. Hari itu, 29 Maret, pertama kali kornpetisi Galatama berlangsung di situ. Bahwa ada 8000 penonton dalam stadion yang berkapasitas 35.000 itu, penyelenggara menganggapnya sudah sukses. Kompetisi bond yang amatir biasanya di situ ditonton ratusan orang saja. Mitra sebenarnya tergolong kuat dalam kompetisi Galatama. Pasar tarohan tinggi untuk kesebelasan Surabaya ini, yang didukung para pemain top seperti Yusuf Malle, Dullah Rahim, Joko Malis, Sunardi dan Riono Asnan. Mitra memang membikin prestasi dalam 4 pertandingan sebelumnya (melawan Indonesia Muda 1-1, Tunas Inti 1-0, Sari Bumi Raya 4-1 dan Tidar Sakti 3-2). Nama-nama beken tidak dijumpai dalam barisan Jaka Utama. Satu-satunya yang bisa diunggulkannya ialah pelatihnya, Jacob Sihasale, bekas pemain nasional tahun 1960-an. Di stadion Abubakrin, Magelang, Jaka Utama yang tadinya menang di Surabaya telah dikalahkan oleh Tidar Sakti 0-1. Kemenangan Tidar Sakti ini juga mengejutkan, mengingat ia pada 2 pertandingan sebelurnnya kalah di kandang sendiri dalam melawan NIAC Mitra 2-3 dan Pardedetex 0-1. "Kebocoran" stadion ternyata masih nenjadi penyakit dalam kompetisi Galatama. Buktinya, penyelenggara di Magelang menjumpai banyak karcis palsu beredar. Pemasukannya jauh di bawah jumlah penonton. Hal "kebocoran" ini selalu menimbulkan kecurigaan antara sesama klub. Seyogianya klub tuan rumah mendapat 65%, sedang klub tamu menerima 25% dari seluruh pendapatan. Sisanya 10% untuk PSSI. Prosentase pembagian ini sukar dilaksanakan. Terhitung akhir pekan lalu, atas persetujuan semua anggota Galatama, bagian 25% untuk klub tamu itu ditiadakan, sedang klub tuan rumah saja menerima pendapatan. Yang 10% ntuk PSSI itu pun boleh ditiadakan bila terjadi kerugian tuan rumah dalam menyelenggarakan pertandingan. What-What Pardedetex ternyata masih belum beruntung. Ia dipukul lagi pekan lalu. Terakhir ini Mitra mengalahkannya 2-0. Dari 6 kali pertandingan, Pardedetex baru mencatat 2 kali kemenangan yaitu melawan BBSA 5-0, dan Tidar Sakti 1-0. Padahal Pardedetex yang sudah banyak memiliki pemain beken diperkuat lagi oleh 2 pemain Exeter City dari Inggeris, yaitu Steve Tombs (21 tahun) dan Paul Smythe (19 tahun). Rupanya kedua pemain tamu itu belum serasi dengan Zulham Effendi dkk. Misalnya, pernah dalam melawan Mitra pemain bule itu tampak bingung. "Maju ke depan, Steve," teriak rekan pribuminya. "What, What?" sahut sang tamu. Seusai pertandingan itu boss T.D. Pardede memberi komentar: "Tunggulah sampai mereka sudah senafas dalam tim." Di Inggeris, Exeter City terdaftar dalam Divisi III -- tidak unggul. Tapi, menurut Johny Pardede yang mengurus kedatangan dua tamu itu, "Tombs dan Smythe adalah pemain berbakat." Keduanya dikontrak untuk 6 bulan, tapi belum diketahui berapa besarnya. Di stadion Pajajaran, Bogor, tuan rumah Perkesa 78 mengalahkan Jaka Utama 4-1. Sewajarnya Perkesa menang. Tapi mengejutkan adalah di stadion Menteng, Jayakarta lawan Indonesia Muda berakhir 0-0 entah Jayakarta sedang sial karena Iswadi Idris dkk memiliki 5 peluang untuk mencetak gol, entah pula IM bertambah kuat. Yang jelas ialah 7000 karcis terjual -- menghasilkan Rp 6 juta. Belum semua klub yang berjumlah 14 itu saling bertemu. Sampai pekan lalu, baru NIAC Mitra yang bermain 7 kali, terakhir melawan Arseto 0-0. Lainnya baru turun 6, 4, 3, 2. Adalah BBSA yang belum pernah menang maupun seri. Setelah Pardedetex mencukurnya di Menteng, Tunas Inti dan Cahaya Kita pula menyikatnya. BBSA berada di urutan bawah buat sementara, dan masih mencoba mencari pemain baru di Bali, Pasuruan, Semarang dan kota lain. Cuma Hartono dan Slamet Pramono, keduanya bekas pemain Persebaya, yang beken di BBSA. Dari segi penyelenggaraan, peristiwa kurang sedap baru terjadi di Bogor, ketika Perkesa 78 melawan Warna Agung. Pada menit ke-62, pemain belakang Warna Agung menyentuh bola yang seharusnya mendapat hukuman penalti. Wasit Sudarso Hardjowasito tidak meniup penalti. Penonton marah sekali. Hampir terjadi perkelahian sesudah usai pertandingan. Wasit terpaksa segera diamankan oleh Acub Zainal, boss Perkesa. Di luar stadion, bis Warna Agung menjadi sasaran lemparan batu hingga asisten pelatih Frans Yo berkata "Mungkin tim lain akan berfikir dua kali untuk main di sini." Juga ketika Tidar Sakti melawan Indonesia Muda (1-1), di stadion Abubakrin, penonton ikut mewarnai pertandingan dengan kericuhan. Mereka menganggap wasit Sanusi dari Cirebon berat sebelah dan merugikan tuan rumah. Kedua gol lahir lewat penalti, dan Tidar Sakti unggul terlebih dahulu. Kompetisi Galatama hampir saja terhenti disebabkan PSSI memanggil sebagian besar pemain Galatama untuk memasuki Pelatnas mulai pekan depan. Ternyata kompromi tercapai: Kompetisi boleh jalan terus, sedang mereka yang masuk pelatnas PSSI diperkenankan memperkuat klub masing-masing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus