DALAM tempo delapan hari dua sandera AS di Libanon dibebaskan. Frank Reed, 57 tahun, untuk pertama kali setelah 3,5 tahun melihat matahari lagi Senin pekan lalu. Sedangkan Robert Polhill, 55 tahun, bebas sepekan sebelumnya. Hasil upaya bantuan Syria dan Iran ini konon tanpa syarat. Tapi para sandera dikabarkan membawa pesan para penyandera untuk Presiden George Bush. Dan pesan itu tampaknya adalah imbauan balas jasa. Antara lain, membantu membebaskan ratusan Syiah Libanon yang ditawan Israel, termasuk pemimpinnya, Sheik Abdul Karim Obeid, yang diculik Israel Juli silam. Hingga awal pekan ini Washington tetap bersikap dingin. Bisa jadi ini sikap jual mahal. Belakangan negara-negara Timur Tengah yang berhaluan keras tampak agak menahan diri. Libya, misalnya, membantu pembebasan para sandera Prancis (terakhir bulan lalu). Syria juga tak lagi garang menyerang Barat. Iran pun (baca pemerintah Rafsanjani) belakangan gencar menyerukan pembebasan sandera Barat. Bagi Tripoli dan Damaskus penyebabnya jelas: karena Uni Soviet tak bisa lagi diandalkan bantuannya, mereka memerlukan hubungan baik dengan Barat. Bagi Teheran, penghentian blokade ekonomi Barat sangat diharapkan untuk membangun kembali perekonomiannya yang ambruk. Tapi di lain pihak AS pun masih ragu dan bingung melihat percaturan di dalam negeri Iran (lihat Negeri Setan yang Dingin). Selasa pekan lalu Departemen Luar Negeri AS mengumumkan daftar negara yang dituduh mendalangi aksi terorisme internasional. Iran, Syria, dan Libya, seperti tahun-tahun silam, masih disebut di sana. Gedung Putih juga tak mengambil langkah apa pun terhadap Israel untuk membebaskan para sandera Arab. Sementara itu, kelompok Syiah militan di Libanon, yang menyandera 15 sandera Barat termasuk enam lagi warga AS, mengecam AS dan Inggris tak cukup berupaya membebaskan anggotanya. Tapi secara tidak resmi Washington belakangan ini mendukung kontak-kontak tak langsung dengan Iran. Ini tentulah berkaitan dengan informasi yang diperoleh AS (antara lain, tentunya dari dua sandera yang sudah dibebaskan), bahwa hanya kelompok Hizbullah yang bertindak sebagai penyandera. Seperti diketahui, Iran sangat dekat dengan kelompok militan Syiah itu. Bekas menteri dalam negeri Iran, Mohtashemi, setidaknya membantu berdirinya Partai Allah ini. Adapun Syria, yang di ulang tahun ke-44 kemerdekaannya tahun lalu mendapat ucapan selamat dari AS, bukan negeri yang bersahabat dengan Hizbullah. Justru sebaliknya, Syria merupakan pendukung Amal Syiah, yang menjadi musuh bebuyutan Hizbullah. Dari sinilah agaknya usaha lewat samping AS untuk berbaik-baik dengan Iran bisa dipahami. Menurut Frank Reed, yang mengaku sempat disekap dengan sejumlah sandera AS dan Inggris, para penyandera berasal dari satu kelompok, ya Hizbullah itu meskipun berbagai nama digunakan oleh penyandera: Jihad Islam, Jihad Islam untuk pembebasan Palestina, Kader Revolusi Arab, dan banyak lagi. Kesimpulan Reed didasarkan pada kebiasaan penculik yang menggunakan gaya yang sama dalam menyatakan pernyataan-pernyataan tertulisnya. Kelompok militan Hizbullah kabarnya mendapat latihan dari pengawal revolusi Iran (pasdaran) di Libanon. Mereka meneror sejumlah negara Barat dan Arab dengan aksi penculikan, pengeboman, dan pembajakan di Timur Tengah sejak 1983. Sejak itu berbagai teror terjadi. Siapa tahu, dengan bantuan informasi dari sandera yang dibebaskan, pengebom pesawat Panam yang jatuh di Lockerbie, Skotlandia, Desember 1988, yang tetap misterius, bisa diungkapkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini