Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mata-mata di Belakang Pelatih

Intip-mengintip kekuatan lawan menjadi perang tersendiri selama Euro 2012. Jerman dan Spanyol didukung tim spionase berbasis teknologi.

25 Juni 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI sebuah ruangan di laboratorium Olympic Studies­ Centre, German Sport University, Koeln, Jerman, mereka bekerja. Sekelompok anak muda, 50 orang, dengan rompi kuning di badan dan secangkir kopi atau teh di meja komputer masing-masing. Mereka memelototi dan mengolah bergepok-gepok kertas data dan ratusan rekaman video lawan-lawan Jerman pada Euro 2012 di Polandia-Ukraina.

"Begitu selesai kami olah, data segera kami kirim ke Urs Siegenthaler di Swiss dan ke Joachim Loew di Polandia," kata ketua tim, Profesor Juergen Buschmann, menyebutkan dua nama yang masing-masing adalah head scout (ketua divisi pemandu) dan pelatih tim nasional Jerman. Kerja sang profesor dan anak buahnya turut andil membuat Die Mannschaft—julukan tim Jerman—begitu perkasa di babak grup, mengambil poin penuh dari tiga laga di Grup B.

"Bermainlah dengan sekuat tenaga dan sepenuh hatimu, sukses menantimu!" Semboyan lama di dunia lapangan hijau ini sepertinya perlu direvisi. Pertarungan di sepak bola modern tak lagi melibatkan sekadar adu strategi antarpelatih dan kepiawaian antarpemain. "Kami telah membuktikan, sains sangat berguna untuk membantu pengambilan keputusan bagi sebuah tim," kata Buschmann, bangga.

Jerman, negeri yang sangat menggemari detail dan teknologi, selangkah lebih maju dalam hal pengumpulan informasi soal lawan dibanding beberapa kompetitor mereka. Saat divisi pemandu tim lain masih bersifat tradisional, Die Panzer menggunakan komputerisasi yang canggih dan tim yang besar.

Tuan rumah Polandia, misalnya, sekadar mengandalkan asisten pelatih Hubert Malowiejski seorang diri. "Saya mengumpulkan bahan apa pun yang bisa saya peroleh, juga dari menonton pertandingan-pertandingan tim lawan." Kurangnya detail informasi soal tim lawan, ditambah kualitas para pemain, membuat Polandia hanya menjadi juru kunci di Grup A.

Pada Piala Dunia 2010, Inggris dibantu dua tenaga perekam video sebagai "mata-mata" di bawah komando asisten pelatih David Platt. Kali ini The Three Lions sekadar mengandalkan pengamatan asisten pelatih Gary Neville. Sedangkan di Republik Cek, sang manajer, Vladimir Smicer, yang mengemban tugas itu. "Pengalaman saya sebagai pemain sangat berguna bagi tim," kata mantan penyerang Liverpool itu.

Divisi Pemandu Belanda masih sama seperti pada Piala Dunia 2010. Ada empat orang yang bekerja secara berpasangan sebagai pengamat di bawah pimpinan head scout Ronald Spelbos. Salah satunya Arthur Numan, mantan bek kiri tim nasional. Dua tahun lalu, Numan membanggakan hasil kerjanya yang bisa mengantar Der Oranje menggapai babak final. Kali ini dia harus malu karena Belanda kalah terus di Grup B.

"Tanpa bermaksud meremehkan, tapi dari hasil pengamatan kami sejak sebelum turnamen dimulai, kami melihat banyak sekali kelemahan di skuad Belanda," kata Profesor Buschmann, setelah Jerman menekuk Belanda 2-1, Rabu tiga pekan lalu. "Mereka hebat secara individu tapi tak memiliki kekuatan sebagai unit. Semangat juang para pemain Belanda juga lemah."

Buschmann berani mengatakan hal itu setelah melihat puluhan rekaman tim Belanda, baik di laga kualifikasi maupun pertandingan persahabatan. "Kami menggunakan analisis kualitatif," kata pria berusia 65 tahun itu. Dari hasil laga Denmark-Belanda, yang berakhir 1-0, tim Buschmann menghasilkan 40 lembar kertas laporan untuk diberikan kepada Loew. "Tujuh orang yang menganalisis pertandingan itu."

Dalam satu pertandingan, timnya mengelompokkan sejumlah footage, bisa mencapai 1.500-2.000 potongan gambar, dalam klasifikasinya masing-masing. "Analisis harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan, semisal bagaimana dan siapa yang membangun permainan, bagaimana kebiasaan sebuah tim dalam bertahan, dan bagaimana biasanya sebuah tim kehilangan penguasaan bola," Buschmann menjelaskan.

Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) harus berterima kasih kepada Juergen Klinsmann, mantan pelatih nasionalnya. Awalnya, Klinsmann meminta jasa Siegenthaler untuk menjadi head scout pada Piala Konfederasi 2005. Sebagian pengurus DFB mencibir. Tapi Klinsmann puas. Siegenthaler dipekerjakan lagi untuk Piala Eropa 2008. Hasilnya, Jerman beroleh posisi runner-up.

Siegenthaler, 62 tahun, lelaki Swiss yang pernah menjadi pemain dan pelatih sepak bola. Dia juga seorang arsitek. "Masukan Urs sangat jitu. Dia analis andal," puji striker­ Lukas Podolski. Sayangnya, dengan alasan kesehatan, Siegenthaler tak bisa mendampingi Podolski dan kawan-kawan selama Euro 2012 secara langsung. Dia memandu via telepon dari rumahnya di Basel, Swiss.

Pada saat bersamaan, Klinsmann juga mengontak Buschmann, pakar manajemen olahraga. "Pukul 1 dinihari telepon saya berdering, saya kaget, ternyata Klinsmann menelepon meminta saya membantu dia," kata Buschmann, mengenang peristiwa pada September 2005 itu. Sejak itu, duet Buschmann-Siegenthaler tak terpisahkan untuk tim Jerman. Loew, mantan asisten Klinsmann, tinggal meneruskan kebiasaan pendahulunya.

Divisi "mata-mata" Spanyol juga canggih meski anggotanya tak sebesar Jerman. Pelatih Vicente del Bosque mempercayakannya kepada Francisco "Paco" Jimenez, ­Pablo Pena, dan Antonio Fernandez. "Pablo Pena bisa disebut tukang intip. Dia selalu membawa kameranya ke mana pun pergi, terutama untuk melihat latihan tim lawan," kata Paco. "Saya dan Antonio tinggal menganalisis gambar yang dikumpulkan Pablo."

Bila tak membantu Spanyol, Paco bekerja sebagai analis dan spionase bagi pelatih Jose Mourinho di Real Madrid. Saat masih melatih Madrid, Del Bosque sangat terbantu oleh kerja Paco. Selama Euro 2012, Paco dan timnya menempati ruangan tersendiri di Hotel Mistal Sport, Gdansk, Polandia. Mereka ditemani seperangkat komputer. "Laporan soal kekuatan dan kelemahan lawan harus ada di tangan Del Bosque maksimal dua hari sebelum pertandingan," kata Paco.

Bila kesebelasan mereka meraih sukses, jasa orang-orang di belakang layar ini mungkin tak diketahui orang. Tapi mereka pasti turut berbangga. "Tim saya adalah mahasiswa-mahasiswa saya yang bekerja sukarela, tanpa dibayar," kata Buschmann. "Mereka sudah cukup senang mendapatkan rompi kuning yang saya beri tanda tangan, juga tanda tangan Loew."

Andy Marhaendra (Bild, AFP, Guardian)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus