Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Olahraga Penunda Mati

Dulu penderita gagal jantung tak boleh beraktivitas saat baru keluar dari rumah sakit. Kini mereka disuruh berolahraga. Angka kematian pun menurun.

25 Juni 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keringat membasahi wajah dan lengan John Hutabarat. Dibalut celana panjang hitam dan kaus putih berlengan merah, ia terus melangkahkan kaki di atas treadmill. Pengatur waktu disetel selama setengah jam dalam hitungan mundur. Kecepatan mesin terus ditambah sehingga gerak kaki pria 60 tahun ini semakin cepat. Siang Jumat dua pekan lalu itu, setelah treadmill beres, John menggenjot pedal sepeda statis selama 10 menit.

John memang sedang berolahraga, tapi dia tidak melakukannya di pusat kebugaran di dalam mal mewah. Ia menguras keringat di gimnasium Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. John memang pernah menjadi pasien rumah sakit tersebut pada September tahun lalu karena gagal jantung. Biasanya, orang yang baru pulang dari perawatan gagal jantung diminta banyak istirahat di tempat tidur. Setidaknya sebulan setelah perawatan, dia harus bergolek, plus tak boleh banyak beraktivitas, apalagi berolahraga.

Namun John dan sejumlah pasien gagal jantung tidak diminta begitu. Tak sampai dua minggu setelah dirawat, mereka malah disuruh memompa jantung lebih kencang lewat olahraga tiga kali sepekan. Selama Januari 2010-Desember 2011, ada 48 pasien gagal jantung yang menjalani latihan fisik di gimnasium Harapan Kita.

Di gym yang terletak di lantai dua rumah sakit itu, ada belasan treadmill dan sepeda statis untuk orang seperti John. Selain menggunakan kedua alat itu, mereka bisa berjalan kaki di lintasan berbentuk empat persegi panjang. Mereka adalah responden penelitian dokter Basuni Radi, Kepala Bidang Pelayanan Medik Harapan Kita. Dari merekalah Basuni meneliti keamanan dan manfaat latihan fisik dini bagi pasien gagal jantung.

Pada 5 Juni lalu, penelitian untuk memperoleh gelar doktor itu dipertahankan Basuni di hadapan dewan penguji Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hasilnya memang mengejutkan, setidaknya mengubah persepsi para dokter selama ini. "Hasil penelitian menunjukkan latihan fisik dini aman dan bermanfaat bagi pasien gagal jantung," kata Basuni di kantornya Kamis dua pekan lalu. Hal ini dibuktikan dengan turunnya risiko kematian dan kekambuhan pasien yang berolahraga dibanding mereka yang tiduran di rumah.

Dari 48 responden yang ikut penelitian, 9 orang (18,8 persen) mengalami kejadian kardiovaskuler mayor (1 meninggal, 5 perawatan ulang, dan 3 mengalami pemburukan kondisi jantung tapi tak perlu dirawat). Sedangkan dari 65 pasien biasa yang hanya diminta beristirahat, 26 orang (40 persen) mengalami kardiovaskuler mayor (4 meninggal, 15 menjalani perawatan ulangan, dan 7 mengalami pemburukan jantung). Artinya, olahraga bisa menekan risiko hingga separuhnya.

Hal itu pula yang dirasakan John, yang fungsi pompa jantungnya sempat tinggal 15 persen. "Saya merasakan betul manfaat latihan ini. Jika tidak latihan, badan terasa lemas," ujar John.

l l l

Basuni mengakui penelitian soal manfaat latihan fisik bagi pasien gagal jantung bukanlah hal baru. Hanya, penelitian sebelumnya selalu dilakukan pada mereka yang kesehatannya sudah stabil setelah lepas perawatan dari rumah sakit. Yang dimaksud stabil adalah tidak pernah kambuh lagi dalam satu setengah bulan, berat badan tidak naik dalam waktu yang sama, serta dosis obat sudah optimal dalam 1-3 bulan terakhir. Nah, yang belum ada adalah penelitian pada pasien yang belum stabil, yang baru beberapa hari lepas dari perawatan. Basuni tertarik untuk mengisi kekosongan itu.

Ketertarikan Basuni makin menjadi setelah dia mencermati data bahwa dalam satu bulan setelah dirawat, ada 25,5 persen penderita gagal jantung yang meninggal atau menjalani perawatan ulang. Angka itu tinggi meski para pasien sudah istirahat total (bed rest) dan amat membatasi aktivitas fisik yang dikhawatirkan dapat memperburuk kondisinya.

Selama dua tahun Basuni melakukan penelitian dengan merekrut John Hutabarat dan kawan-kawan. Saat latihan, mereka harus melakukan pemanasan 10 menit, latihan bersifat aerobik dengan sepeda statis dan treadmill selama 20-30 menit, plus pendinginan 10 menit. Untuk berjaga-jaga, pelatih fisik atau perawat rehabilitasi jantung disiapkan. Tak hanya itu, alat untuk memonitor irama jantung juga dipasang di tubuh responden.

Hasilnya, itu tadi, program latihan fisik secara dini terbukti aman, menurunkan tingkat kematian dan kekambuhan, plus mendongkrak kebugaran dan kualitas hidup pasien. "Latihan ini membuat otot lebih kuat. Otomatis, detak jantung juga lebih kuat," kata Sudarmo Ali, rekan John sesama responden penelitian.

Nurhadi Ibrahim dari Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran UI, yang juga penguji disertasi Basuni, menilai temuan Basuni merupakan terobosan dalam penanganan pasien gagal jantung. Program latihan dini ala Basuni bisa langsung diterapkan di rumah sakit yang menangani pasien gagal jantung. Yang penting, dosis latihan disesuaikan dengan kondisi pasien, plus ada pemantauan dari rumah sakit. "Hasil penelitian tersebut baik sekali, bisa langsung diterapkan," ujar Nurhadi.

Dengan berbagai temuan itu, Basuni menyimpulkan latihan fisik dini mampu memperbaiki kualitas hidup para pasien gagal jantung. Mereka lebih kuat, lebih bugar, serta bisa beraktivitas dan bersosialisasi dengan orang lain lebih cepat. "Juga enggak gampang mati dibanding yang cuma tiduran," katanya.

Dwi Wiyana


Gagal Jantung

Seseorang dikatakan mengalami gagal jantung jika jantungnya tak bisa memompa darah secara normal. Ini merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena menyebabkan peningkatan angka kesakitan, kematian, dan biaya kesehatan serta penurunan produktivitas. Salah satu gejala utama gagal jantung adalah tidak toleran terhadap aktivitas fisik. Orang yang mengalami gangguan ini cepat merasa lelah, sesak napas, nyeri dada, atau bengkak pada pergelangan kaki. Faktor pencetus gagal jantung ada bejibun, seperti hipertensi, penyakit katup jantung, penyakit jantung koroner, dan diabetes.

Angka kejadian gagal jantung di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun data yang dimiliki Rumah Sakit Jantung Harapan Kita menunjukkan adanya peningkatan. Pada 2007 tercatat 1.409 pasien, lalu naik menjadi 1.476 pasien pada 2008. Adapun angka kematian selama dirawat adalah 6,7-12 persen, dan perawatan ulang mencapai 29,9 persen. "Gagal jantung telah menjadi penyebab kematian dan rawat ulang tersering di Indonesia," kata Bambang B. Siswanto, dosen senior Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang juga menjadi salah penguji disertasi Basuni.

Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus