Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Menang terus

Ardiansyah, menjuarai turnamen catur perorangan jakarta 1979 dengan rekor baru. pernah menjuarai master nasional kejuaraan catur nasional di banjarmasin. (or)

11 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGKAH bidaknya betul-betul menggetarkan nyali lawan. Dari 17 partai yang dimainkannya, ia melawan 8 master nasional dan 9 non-master. Semua tidak mampu menahan kebolehannya. Dan Ardiansyah menjuarai turnamen catur perorangan Jakarta 1979 dengan rekor baru. Selama ini tak seorang pun yang pernah mencatat kemenangan telak demikian. Baris Hutagalung (mn) menyebutnya sebagai 'rekor sepanjang masa'. Ardiansyah menerima hadiah kemenangannya di Wisma Catur hari Minggu lalu. Ardiansyah mulai mengenal bidak secara kebetulan, ketika menjadi piatu pada usia 11 tahun lewat para tamu yang datang melayat. Masyarakat Banjar dapat bermain catur di sembarang waktu serta tempat. Anak piatu ini lahir di Banjarmasin, 5 Desember 1951. Permainannya telah memukau para pengamat catur sewaktu ia merenggut 2 gelar master di tahun 1969. Master nasional diraihnya dalam kejuaraan catur nasional di Banjarmasin, dan kemudian master internasional dari turnamen Zone X FIDE di Singapura. Sejak itu namanya hampir tak pernah terpisahkan dari tim nasional dalam berbagai turnamen, antara lain Olympiade Catur 1970 di Jerman Barat, dan di Argentina 1978. Terakhir ia mengikuti Sirkuit Catur Grandmaster Asia di Jakarta dan Manila, 2 bulan lampau. "Ardiansyah adalah seorang pemain catur Asia yang kuat," puji grandmaster Joseph Dorfman dari Rusia yang mengikuti putaran pertama sirkuit tadi. Di Asia baru ada 2 pemain yang bergelar grandmaster: Eugene Torre dari Filipina dan Herman Suradiredja dari Indonesia. Dalam waktu dekat kabarnya Ardiansyah akan dikirim ke Eropa untuk diorbitkan menjadi grandmaster. "Sedang dijajagi," kata Ketua KONI Jakarta, Erwin Baharuddin. Ardiansyah tahun lalu berhenti sebagai karyawan BNI 1946. "Tak ada karyawan kantor yang bisa menjadi juara dunia," katanya. Kalimat itu dikutipnya dari Torre. Pemain Filipina tersebut hidup dari tunjangan pemerintah. Untuk membiayai rumah tangganya, Ardiansyah membuka usaha patungan bersama ayahnya sebagai penyalur beras di Jawa Timur. "Lumayan buat hidup," ujarnya. Di samping itu, ia mendapat bantuan Rp 15.000 per bulan dari KONI Jakarta. Ia tinggal dengan isteri dan puteranya, Isnur Wahyudi, 7 tahun di pavilliun kecil milik saudaranya di daerah Tomang. Torre tak pernah merokok selama pertandingan. Tapi Ardiansyah selalu mengepul terus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus