LANGKAH bidaknya betul-betul menggetarkan nyali lawan. Dari 17
partai yang dimainkannya, ia melawan 8 master nasional dan 9
non-master. Semua tidak mampu menahan kebolehannya. Dan
Ardiansyah menjuarai turnamen catur perorangan Jakarta 1979
dengan rekor baru.
Selama ini tak seorang pun yang pernah mencatat kemenangan telak
demikian. Baris Hutagalung (mn) menyebutnya sebagai 'rekor
sepanjang masa'. Ardiansyah menerima hadiah kemenangannya di
Wisma Catur hari Minggu lalu.
Ardiansyah mulai mengenal bidak secara kebetulan, ketika menjadi
piatu pada usia 11 tahun lewat para tamu yang datang melayat.
Masyarakat Banjar dapat bermain catur di sembarang waktu serta
tempat. Anak piatu ini lahir di Banjarmasin, 5 Desember 1951.
Permainannya telah memukau para pengamat catur sewaktu ia
merenggut 2 gelar master di tahun 1969. Master nasional
diraihnya dalam kejuaraan catur nasional di Banjarmasin, dan
kemudian master internasional dari turnamen Zone X FIDE di
Singapura.
Sejak itu namanya hampir tak pernah terpisahkan dari tim
nasional dalam berbagai turnamen, antara lain Olympiade Catur
1970 di Jerman Barat, dan di Argentina 1978. Terakhir ia
mengikuti Sirkuit Catur Grandmaster Asia di Jakarta dan Manila,
2 bulan lampau. "Ardiansyah adalah seorang pemain catur Asia
yang kuat," puji grandmaster Joseph Dorfman dari Rusia yang
mengikuti putaran pertama sirkuit tadi.
Di Asia baru ada 2 pemain yang bergelar grandmaster: Eugene
Torre dari Filipina dan Herman Suradiredja dari Indonesia. Dalam
waktu dekat kabarnya Ardiansyah akan dikirim ke Eropa untuk
diorbitkan menjadi grandmaster. "Sedang dijajagi," kata Ketua
KONI Jakarta, Erwin Baharuddin.
Ardiansyah tahun lalu berhenti sebagai karyawan BNI 1946. "Tak
ada karyawan kantor yang bisa menjadi juara dunia," katanya.
Kalimat itu dikutipnya dari Torre. Pemain Filipina tersebut
hidup dari tunjangan pemerintah.
Untuk membiayai rumah tangganya, Ardiansyah membuka usaha
patungan bersama ayahnya sebagai penyalur beras di Jawa Timur.
"Lumayan buat hidup," ujarnya. Di samping itu, ia mendapat
bantuan Rp 15.000 per bulan dari KONI Jakarta. Ia tinggal dengan
isteri dan puteranya, Isnur Wahyudi, 7 tahun di pavilliun kecil
milik saudaranya di daerah Tomang.
Torre tak pernah merokok selama pertandingan. Tapi Ardiansyah
selalu mengepul terus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini