Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Emas Di Tengah Panas-Dingin

Kenaikan harga emas & kegiatan tubruk emas berlangsung selama inflasi masih tinggi & ekonomi luar negeri tidak pasti. Penyebabnya: merosotnya dollas AS dan sesudah OPEC menaikkan harga minyaknya. (eb)

11 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARANGKALI investor yang paling bijaksana dalam suasana ekonomi panas-dingin seperti sekarang ini adalah mereka yang gandrung menyimpan kekayaannya dalam bentuk emas. Untuk kesekian kalinya membeli emas merupakan cara klasik untuk melindungi kekayaan seseorang dari segala macam krisis. Harga emas di beberapa kota besar di Indonesia melonjak keras akhir-akhir ini. Juli lalu harga emas murni Logam Mulia (LM) misalnya mencapai Rp 6925 per gram. Tapi awal Agustus merosot sampai Rp 6100/gram dan esoknya naik lagi menjadi Rp 6300 per gram. Harga emas di sini melonjak sejak Kenop-15, mencapai sekitar Rp 5500 per gram. Namun kemudian terus mengalami penyesuaian mengikuti naik-turunnya harga emas di pasaran luar negeri sampai saat ini. Inflasi pada Juni 1979 melonjak lagi menjadi 22% setahun, dan dalam inflasi yang tinggi ini, membeli emas mungkin merupakan cara yang paling menarik untuk menyimpan uang. Benar, bahwa menyimpan emas tak menghasilkan bunga atau dividen, tapi sekurangnya nilai riilnya bisa dipertahankan, karena harga emas juga naik bila harga-harga barang lain naik. Bunga deposito yang tertinggi sekarang yang ditawarkan bank-bank pemerintah adalah 15% untuk jangka waktu dua tahun, itupun hanya untuk jumlah sampai Rp 2,5 juta. Ini berarti bahwa dengan tingkat bunga deposilo yang tertinggi pun, nilai riil uang yang didepositokan akhirnya akan berkurang bila inflasi mencapai 22% seperti sekarang ini. Tak heran kalau akhir-akhir ini banyak disinyalir pembelian emas besar-besaran oleh perusahaan-perusahaan yang tak bisa memutarkan modalnya. Kegiatan tubruk-emas ini akan terus berlangsung, selama suhu panas inflasi masih tinggi dan ekonomi luar negeri diliputi ketidak-pastian. Di luar negeri, harga emas untuk pertama kalinya mencapai rekor US$300 per troy ons, atau sekitar Rp 6200 per gram. Faktor utama di belakang membubungnya harga emas ini adalah terus merosotnya dollar AS yang diakibatkan krisis energi di AS dan kekalutan yang menimpa pemerintahan Presiden Carter. Kekhawatiran bahwa inflasi akan terus berlangsung sesudah OPEC menaikkan harga minyaknya juga telah mendorong para pemilik modal memborong emas. Setelah harga emas dilepaskan dari dollar pada 1968, harganya terus menerus melonjak selama sepuluh tahun terakhir ini. Sebelumnya harga emas dibekukan pada US$3 5 per ons. Tapi begitu dilepaskan, harganya terus membubung, mencapai US$100 per ons pada Mei 1973, dan mencapai US$200 per ons setahun lalu. Bulan Pebruari kemarin harganya mencapai US$250, dan kemudian US$275 di bulan Mei. Sampai kapan kenaikan harga emas ini akan berlangsung? Banyak yang meramalkan bahwa karena kenaikan harga emas akhir-akhir ini sifatnya spekulan, maka seperti halnya setiap spekulasi, kenaikan harga akan berakhir apabila spekulator telah kenyang, dan mulai melempar barangnya kembali ke pasar untuk mulai memetik labanya. Seorang pejabat perusahaan "Anglo American Corporation" Afrika Selatan, yang merupakan produsen emas terbesar di dunia mengharapkan penurunan harga emas yang cukup tajam. "Kenaikan harga emas sudah terlalu banyak dan terlalu cepat," kata Robert Weinberg, direksi urusan pemasaran perusahaan tersebut, "karena itu wajar untuk mengharap bahwa para spekulan akan segera melempar emas lagi ke pasar untuk mengambil labanya." Kalangan banliir di New York malah meramal bahwa harga emas akan turun lagi menjadi sekitar US$285 atau US$290, sebelum naik lagi. Yang di luar dugaan kali ini adalah absennya negara-negara Arab dari kegiatan membeli emas. Mereka ini terkenal sebagai investor yang paling konservatip, yang senang beli emas begitu tahu dollarnya turun di pasaran. Apakah kurang minatnya mereka kali ini untuk membeli emas merupakan pertanda bahwa spekulasi akan berlangsung tak lama, masih harus dilihat. BOKS Dicari: Kode Q TIGA pesawat telpon di kantor PP Logam Mulia Pulo Gadung, Jakarta Timur tak henti-hentinya berdering. Kebanyakan datang dari relasinya menanyakan harga emas yang belakangan ini goncang. Tapi "kini, tak seramai Juli lalu, harga sudah turun," kata Danil pejabat PP Logam Mulia (LM) Unit produksi PT Aneka Tambang pekan lalu. Harga emas murni LM yang pada 26 Juli mencapai Rp 6.925 per gram dalam seminggu saja merosot menjadi Rp 6.250 per gram. Dengan itu transaksi di pusat-pusat perdagangan emas di Jakarta seperti di Glodok Building, Pasar Baru, Gang Kenanga dan Proyek Senen tampak sepi. Tak terkecuali PT Central Intervest Corporation (CIC) pedagang valuta asing dan emas balokan LM di Jakarta Kota. Minggu lalu CIC memasang harga jual Rp 6.250/gram dan membeli dengan Rp 6.100/gram. Meskipun begitu "para pembeli maupun penjual jauh berkurang," ujar petugas CIC kepada TEMPO. Tapi ketika harga emas melonjak keras orang lebih banyak membeli daripada menjual. Mereka membeli antara 1 ons sampai 1 kg emas balokan. Bahkan para pedagang tekstil di Pintu Kecil ikut memborong emas. "Mumpung si Kuning lagi naik" kata seorang spekulan di Kota. Tapi dengan jatuhnya harga emas umumnya para spekulan itu berusaha melemparkan kembali emasnya ke pasaran. Namun pedagang dan toko-toko emas perhiasan cenderung menolak untuk membeli. Kenapa? "Toko-toko emas bersikap menunggu," ujar Hiap Seng, pemilik toko emas Hias Seni di Gang Kenanga, Jakarta. Menurut Seng "situasi bisnis sekarang ini belum mantap. Kata Seng lagi "di dalam negeri keadaan pedagang dan toko emas betul-betul sedang menjerit. Akibat Kenop-15 pekerjaan tukang emas kini hanya sekitar 30%, banyak yang terancam kehilangan pekerjaannya." Itulah sebabnya pemilik toho emas mengambil sikap menunggu. Kendati demikian, dia optimis dalam jangka panjang harga emas ini akan naik lagi. Alasannya diperkuat dengan perkiraan: kalau krisis energi dewasa ini tidak terpecahkan bakal terjadi resesi dunia lagi. Tapi ia juga khawatir, "bila resesi nanti menjadi kenyataan Indonesia ikut kena ombaknya." Maksudnya bila emas di luar negeri naik di sini pun akan meningkat. Sebagaimana emas balokan, "pasaran emas perhiasan pun lesu," kata pemilik toko emas "Hongkong" di Pasar Baru. Untuk emas 24 karat misalnya harganya berbeda-beda, sekitar Rp 5.700 - Rp 5.900 per gram di luar ongkos bikin. Tapi kalau pintar tawar-menawar bisa dibeli dengan harga Rp 5.600/gram. "Sekali-sekali ada juga orang yang pesan emas balokan LM," katanya. Emas balokan, selain diimpor, juga diproduksi oleh PP Logam Mulia yang bahan bakunya berasal dari tambang emas Cikotok, Banten Selatan maupun hasil pencucian emas rongsokan. Untuk produknya ini PP Logam Mulia memasarkannya dengan trade mark "LM" yang sekaligus merupakan jaminan kemurnian dan mutu. Untuk tiap produk beratnya berkisar antara 5 gram, 25 gram, 50 gram dan 100 gram, serta diberi cap LM dan kode, berupa alfabet. Yang kini beredar memakai kode dengan seri huruf Q. Emas rongsokan dari rakyat yang dimurnikan kembali pun diberi cap yang sama. Ongkos pemurniannya tergantung kepada kadar emas yang hendak dicuci. Biasanya berkisar antara 1,2%, 1¬% sampai 1 1/6% dari jumlah hasil yang diperoleh di luar susut. Kata Danil: "orang sekarang semakin pintar. Mereka lebih senang menyimpan emas balokan daripada emas perhiasan atau ketimbang uang kontan." Kegemaran orang berduit memiliki emas murni LM kelihatan di pasaran. Mereka mencari emas LM yang punya kode Q dengan harga lebih mahal daripada LM yang kodenya lebih tua. "Padahal serie baru maupun serie lama nilainya tetap tidak terpengaruh keadaan apapun juga, sekarang maupun di kemudian hari," ujar pejabat PP Logam Mulia itu. Tapi mengapa orang mencari kode baru? Menurut Hiap Seng, serie lama harganya memang lebih murah karena pokoknya lebih murah. Sedang LM serie baru seperti sekarang harga pokok maupun upah cucinya juga sudah mahal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus