ADA empat klub besar yang tak pernah berhenti membina pemain. Yaitu Bimantara Tangkas, Pelita Jaya, Djarum, dan Jaya Raya. "Siapa saja yang mau berlatih boleh datang. Tapi yang masuk asrama diseleksi karena keterbatasan fasilitas," kata Ketua PB Bimantara Tangkas Justian Suhandinata. Kini pemain Bimantara Tangkas berjumlah 200 orang, dengan 8 pelatih. Dari jumlah itu hanya 30 pemain yang dibiayai -- diberi uang saku antara Rp 200 ribu dan Rp 500 ribu per bulan -- dan diasramakan. Bimantara mengeluarkan dana rata-rata Rp 20 juta per bulan. Itu belum termasuk biaya partisipasinya menangani Pelatda Irian Jaya dan Sumatera Barat yang masing-masing mencapai Rp3,5 juta per bulan. PB Djarum tadinya juga hebat. Dana yang dikeluarkan tak tanggung-tanggung, mencapai Rp 2 milyar per tahun. Tapi sejak pabrik rokok ini diguncang kebijaksanaan tata niaga cengkeh, dananya menurun dan kemampuannya menyiapkan bibit pemain pun kendur. Dua pusat pendidikan dan latihan di Jakarta dan Semarang terpaksa ditutup awal tahun ini. Yang tersisa hanya pusat latihan di Kudus dan Surabaya dengan anggaran pembinaan Rp 200 juta per tahun. Uang sekolah dan uang saku atlet pun ditiadakan. "Yang kami berikan hanya perlengkapan latihan, asrama, dan makan," kata Ketua PB Djarum Kudus Arisanto kepada Bandelan Amarudin dari TEMPO. Tapi Djarum tetap bertekad melahirkan pemain berbobot. Pemain yang kini dibina PB Djarum tercatat 47 orang di Kudus dan 25 orang di Surabaya. Porsi latihan masing-masing tingkatan berbeda. Untuk pemula, misalnya, 70% teknik dan sisanya fisik. Sedang buat dewasa, 60% teknik dan sisanya fisik. Latihan fisik, antara lain, mereka harus bisa lari sejauh 2,3 km dalam waktu 12 menit, dan sprint 100 meter dalam waktu 11 detik. Standar fisik lain: Hb pemain putri 12-13, dan untuk putra 1416. VO2 maxnya di atas 50. Enam bulan sekali mereka dievaluasi. "Dalam menentukan peringkat, kami tidak memandang usia," kata Arisanto. Pokoknya, yang tak berprestasi digusur. Heryanto Arbi, 20 tahun, adalah gemblengan PB Djarum. Ia menjadi anak asuh disana sejak usia 4 tahun. Motivasinya tinggi, speednya juga begitu. Dua tulang rawan di kakinya yang menonjol telah diambil. Tapi muncul musibah lain: tulang belikatnya putus dan harus dipen akibat kecelakaan sepeda motor. Mungkin, karena fisik yang agak kurang mendukung tadi, ia sering kalah jika bermain rubber set. Pemain Djarum lainnya yang diharapkan bisa menapak lebih tinggi adalah Arif. Umurnya masih 19 tahun dengan postur ideal: tinggi 177 sentimeter dan berat 68 kilogram. "Dia pemain kidal dan akan banyak menyulitkan lawan," kata Arisanto. Pemain ini direkrut dari pembibitan PB Djarum di Jakarta. Kini ia sedang digembleng di Kudus. Di luar klub-klub hebat tadi ada pula 35 Pusdiklat yang bertebaran di 25 provinsi. Dari klub dan Pusdiklat inilah pemain-pemain nasional bulu tangkis berasal. Jadi, cabang bulu tangkis paling siap dengan pembibitan pemain. WY & LPS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini