Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Lapisan Kedua Menuju Atlanta

Pbsi mulai menyiapkan materi pemain ke olimpiade atlanta. 50% diambil dari tim barcelona. pemain pratama sulit berkembang. di desa cipayung, jaktim akan didirikan pusat bulu tangkis.

19 September 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BINTANG bulu tangkis Olimpiade Barcelona, Susi Susanti dan Alan Budikusuma, dipastikan absen di Indonesia Terbuka yang digelar di Semarang pekan ini. Mereka masih lelah, tak siap tanding. Maklum, pestanya baru berakhir Senin pekan lalu. Tapi Ardy B.W. dan Hermawan Susanto, peraih medali perak dan perunggu Olimpiade, serta lebih dari seratus pemain Indonesia lainnya bakal mempertontonkan kebolehannya di Semarang. Itulah calon-calon pemain di Olimpiade Atlanta 1996. Jadi, kata Ketua Bidang Pembinaan PBSI M.F. Siregar, kita tak perlu khawatir kekurangan bibit unggul. Apalagi PBSI memang mempunyai enam lapis tingkatan pemain. Untuk pemain pratama saja tercatat 64 orang dan pelatnas utama 42 orang. Sebagai pemain pratama (yang tingkatnya di bawah utama), menurut pelatih Rudy Hartono, dibutuhkan waktu sekitar empat tahun untuk menapak ke pelatnas utama. "Dua tahun untuk pematangan fisik dan skill, dua tahun lagi untuk pematangan permainan." Syarat pemain pratama: maksimal berumur 24 tahun dan telah mengikuti sirkuit bulu tangkis se-Jawa di Bandung, Tegal, dan Jember. Dari situ masing-masing pemain punya nilai. Lalu dievaluasi pada bulan Januari dan Agustus, untuk dipromosikan atau malah didrop. "Itulah persiapan pemain ke tingkat nasional," kata Siregar. Persiapan di tingkat internasional memang lain lagi. Dan pekan lalu persiapan ke Olimpiade Atlanta mulai dibahas. Materi pemainnya nanti, "Lima puluh persen dari tim Barcelona dan sisanya pemain baru," kata Siregar memberi ancang-ancang. Konsep Siregar, sampai akhir tahun ini PBSI sudah harus memiliki 16 pemain tunggal putra (umur maksimal 22 tahun), dan 14 tunggal putri (umur 21 tahun). Mereka bakal diuji coba di Indonesia Terbuka, World Junior Championship, Sirkuit Nasional, dan World Grand Prix Final. Jumlah tersebut akan diperas lagi menjadi sekitar sepuluh orang putra dan delapan putri serta empat ganda masing-masing untuk putra, putri, dan campuran -- mengantisipasi siapa tahu ganda campuran dipertandingkan di Atlanta. Jika ada pergantian pengurus PBSI tahun depan, jumlah dan sistem itu akan dipertahankan untuk diserahkan ke pengurus baru. "Kesalahan fatal pembinaan olah raga selama ini, kalau pengurus baru sistemnya juga baru," kata Siregar. Maka akhir 1995 diperkirakan ada 6 pemain tunggal putra, 4 tunggal putri, 3 ganda putra, dan 3 ganda putri yang bertarung berdasar peringkat ketetapan IBF. Inilah pemain yang selama empat tahun dievaluasi dan dipola untuk mencapai peak performance di Atlanta. "Atlanta itu berat. Sebab, kalau dapat dua medali emas, orang bilang tidak maju-maju. Apalagi kalau nggak dapat," kata Siregar. Olimpiade Atlanta memang sasaran utama. Piala Thomas dan Piala Uber jadinya sasaran antara. "Itu konsekuensinya, kalau mau olimpiade, ya, olimpiade," kata Siregar. Hancurnya Malaysia dan Cina di Barcelona bisa dijadikan contoh. Padahal mereka hebat di Thomas Cup dan Uber. Siapakah yang bakal tampil di Atlanta? Nama-nama Yuni Kartika, Mainaki bersaudara, Heryanto Arbi, dan Lioe Tiong Ping mungkin mencuat. Yuni, tinggi 167 sentimeter, memang menjanjikan. "Kalau tanding, dia suka nyusahin orang," kata pelatihnya, Liang Chiusia. Itu dibuktikan di Malaysia Terbuka Sabtu pekan lalu. Di final ia membuat repot pemain Cina, Huang Hua, meski kemudian kalah 3-11, 11-7, dan 11-7. Rudy Hartono menilai Ardy B.W. dan Bambang Supriyanto, yang empat tahun lagi masing-masing berumur 26 dan 27 tahun, masih bisa diharapkan di Atlanta. Heryanto Arbi, walaupun di bawah kedua pemain di atas, prestasinya mulai merangkak. Namun yang perlu diperhatikan lagi, kata Rudy, seorang pemain akan merajai lapangan jika mempunyai senjata permainan variatif. Untuk itu ia harus mempelajari tipe pemain peringkat satuwtiga dunia. "Pemain kita perlu dilatih semua tipe," katanya. Pemain lapis kedua, atau tingkat pratama, sekarang ini masih digembleng diklub masing-masing. Sayangnya, mereka tak punya lawan seimbang di klubnya. Akibatnya pemain pratama sulit berkembang. Hambatan seperti itu akan ditanggulangi tahun depan. Antara lain dengan mendirikan pusat bulu tangkis Indonesia di Desa Cipayung, Jakarta Timur, yang memiliki 21 lapangan -- diresmikan Desember mendatang. "Kalau sarana itu sudah ada pemain pratama dan pelatnas utama akan berlatih bersama-sama," kata Rudy. Dengan begitu, di atas kertas, tak punya masalah lagi. Widi Yarmanto & Liston P. Siregar (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus