SIDANG baru saja berjalan lima menit ketika Solihin G.P. yang
disertai 23 pimpinan perserikatan dari Jawa Barat meninggalkan
ruangan pertemuan. Ketua Persib, Bandung, itu ngambek. "Kami
walk out karena tidak setuju acara sidang," katanya kepada
wartawan di luar gedung.
Ribut kecil ini bermula dari permintaan Solihin agar sidang
itu. yang akan memilih ketua umum PSSI yang baru, sebelumnya
mengadakan acara pandangan umum. Acara itu dinilai perlu dan
merupakan kebiasaan pada setiap kongres. Hal itu untuk memberi
kesempatan kepada seluruh peserta saling bertukar pikiran dulu
tentang para calon ketua yang diisukan, sebelum sampai acara
pemilihan. "Karena pimpinan sidang mengatakan tidak perlu, lebih
baik kita keluar, daripada jadi sekadar tukang cap," katanya.
Namun, mogoknya Solihin tidak sampai membatalkan Kongres PSSI
ke-28 yang berlangsung mulai tengah hari, 11 November lalu.
Bahkan kongres yang akhirnya diikuti 243 perserikatan dari 26
komisariat daerah (komda) selesai dalam waktu hanya tiga jam.
Sidang itu, yang memang beracara tunggal memilih ketua baru,
akhirnya memilih calon yang sebelumnya sudah diduga banyak
pihak: Kardono. Sekretaris Militer Presiden itu memperoleh'
suara terbanyak (225) pada, babak pertama pemungutam suara,
dibandingkan dengan 12 calon lainnya yang diajukan peserta.
Sementara itu, calon lainnya, selain Wahab Abdi (120) dan
Suparjo Pontjowinoto (91), hanya memperoleh pendukung yang tidak
berarti. Misalnya Probosutedjo, yang sebelum kongres banyak
disebut sebagai saingan kuat Kardono, hanya memperoleh 22. Sigit
Harjojudanto, ketua Liga Utama PSSI, dengan 13 dan Solihin G.P.
dengan 8 penyokong.
Namun, tak selancar acara pemilihan ketua baru itu, kongres para
pengurus sepak bola itu sebelumnya sempat ricuh. Ternyata,
bukan cuma Solihin yang menolak hadir dalam kongres itu. Juga
Syarnubi Said, yang sedianya mau berpidato pada resepsi sebelum
kongres luar biasa (KLB) tanggal 10 November, membatalkan diri.
Syarnubi, yang meskipun permintaan pengunduran dirinya sebagai
ketua umum PSSI diterima Sidang Pengurus Paripurna (SPP) bulan
Agustus lalu, merasa jabatannya belum dicabut sepenuhnya dan
akan mundur secara resmi pada KLB itu.
Tapi, justru sehari sebelum KLB itu berlangsung diadakan SPP
lagi dan menunjuk Suparjo, menjadi penjabat ketua umum PSSI.
"Dengan adanya keputusan itu, berarti saya sudah dikuburkan
sebelum mati," kata Syarnubi.
Kongres PSSI kali ini memang untuk pertama kalinya didahului
kongres luar biasa sampai dua kali. Yang pertama, KLB untuk
mengesahkan perubahan anggaran dasar dengan masuknya Galatama
sebagai anggota penuh PSSI. Yang kedua, acara penyerahan mandat
kepengurusan dari penjabat ketua umum, Suparjo, kepada kongres
luar biasa itu yang berlangsung pada hari yang sama, sebelum
kongres pemilihan ketua baru itu. Menurut peraturan yang
berlaku, kedua peristiwa itu memang harus dilakukan lewat
kongres luar biasa tadi.
Syarnubi bukan tidak tahu ketentuan ini. Yang dia tolak adalah
keputusan SPP yang mengangkat Suparjo, bekas ketua hariannya,
menjadi penjabat ketua umum. Itu sebabnya dua hari menjelang
kongres, Syarnubi merasa perlu mengeluarkan pernyataan yang
disebarkan kepada seluruh peserta. Sebagai ketua umum yang
diangkat oleh Kongres PSSI ke-27 tahun 1981, menurut Syarnubi,
ia perlu mengimbau para peserta kongres agar segalanya tentang
organisasi dilakukan atas dasar anaran dasar. "Sebagaimana
saya nyatakan berulang-ulang kepada Saudara Suparjo
Pontjowinoto, yang terakhir tanggal 7 November," tulis Syarnubi
dalam pernyataan itu.
Namun, apapun kata Syarnubi, riwayatnya sebagai orang bola
tampaknya sudah selesai begitu kongres itu berakhir. Kini semua
pihak berpaling pada Kardono, ketua baru itu. Sebab, biang kerok
merosotnya prestasi sepak bola Indonesia saat ini, seperti yang
banyak dituduhkan orang, terletak pada pengurus PSSI yang selama
10 tahun terakhir ini selalu ricuh. "Lebih baik semua pengurus
diganti baru, agar lebih kompak," kata Kosasih Purwanegara. Bila
ada bekas pengurus lama masih bercokol di kepengurusan, menurut
bekas ketua umum PSSI itu, penyakit gontok-gontokan akan kambuh
lagi.
Mampukah Kardono? "Saya akan banyak bertanya kepada mereka yang
ahli, baik waktu ketemu di jalan maupun di lapanan," kata
Kardono kepada Rudy Novrianto dari TEMPO. Ketua kehormatan klub
Angkasa itu mengaku akan belajar dari kegagalan pengurus
sebelumnya. "Saya baru menduga-duga sebab-sebab kegagalan
mereka. Mungkin baru saya ketahui bila saya sudah masuk di
dalamnya," kata Kardono lagi.
Mungkin karena itu Kardono tidak berniat membuang semua bekas
pengurus. "Beberapa orang masih akan tetap membantu saya,"
katanya. "Ibaratnya saya masuk sebuah rumah, mereka itu sebagai
perabot-perabotnya. Kalau perabotna perlu diganti, ya diganti.
Tapi yang masih bagus 'kan sayang kalau dibuang."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini