Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mencari perabot-perabot baru

Kardono, sekretaris militer presiden, terpilih sebagai ketua umum pssi. pada kongres pssi ke-28 di jakarta. (or)

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG baru saja berjalan lima menit ketika Solihin G.P. yang disertai 23 pimpinan perserikatan dari Jawa Barat meninggalkan ruangan pertemuan. Ketua Persib, Bandung, itu ngambek. "Kami walk out karena tidak setuju acara sidang," katanya kepada wartawan di luar gedung. Ribut kecil ini bermula dari permintaan Solihin agar sidang itu. yang akan memilih ketua umum PSSI yang baru, sebelumnya mengadakan acara pandangan umum. Acara itu dinilai perlu dan merupakan kebiasaan pada setiap kongres. Hal itu untuk memberi kesempatan kepada seluruh peserta saling bertukar pikiran dulu tentang para calon ketua yang diisukan, sebelum sampai acara pemilihan. "Karena pimpinan sidang mengatakan tidak perlu, lebih baik kita keluar, daripada jadi sekadar tukang cap," katanya. Namun, mogoknya Solihin tidak sampai membatalkan Kongres PSSI ke-28 yang berlangsung mulai tengah hari, 11 November lalu. Bahkan kongres yang akhirnya diikuti 243 perserikatan dari 26 komisariat daerah (komda) selesai dalam waktu hanya tiga jam. Sidang itu, yang memang beracara tunggal memilih ketua baru, akhirnya memilih calon yang sebelumnya sudah diduga banyak pihak: Kardono. Sekretaris Militer Presiden itu memperoleh' suara terbanyak (225) pada, babak pertama pemungutam suara, dibandingkan dengan 12 calon lainnya yang diajukan peserta. Sementara itu, calon lainnya, selain Wahab Abdi (120) dan Suparjo Pontjowinoto (91), hanya memperoleh pendukung yang tidak berarti. Misalnya Probosutedjo, yang sebelum kongres banyak disebut sebagai saingan kuat Kardono, hanya memperoleh 22. Sigit Harjojudanto, ketua Liga Utama PSSI, dengan 13 dan Solihin G.P. dengan 8 penyokong. Namun, tak selancar acara pemilihan ketua baru itu, kongres para pengurus sepak bola itu sebelumnya sempat ricuh. Ternyata, bukan cuma Solihin yang menolak hadir dalam kongres itu. Juga Syarnubi Said, yang sedianya mau berpidato pada resepsi sebelum kongres luar biasa (KLB) tanggal 10 November, membatalkan diri. Syarnubi, yang meskipun permintaan pengunduran dirinya sebagai ketua umum PSSI diterima Sidang Pengurus Paripurna (SPP) bulan Agustus lalu, merasa jabatannya belum dicabut sepenuhnya dan akan mundur secara resmi pada KLB itu. Tapi, justru sehari sebelum KLB itu berlangsung diadakan SPP lagi dan menunjuk Suparjo, menjadi penjabat ketua umum PSSI. "Dengan adanya keputusan itu, berarti saya sudah dikuburkan sebelum mati," kata Syarnubi. Kongres PSSI kali ini memang untuk pertama kalinya didahului kongres luar biasa sampai dua kali. Yang pertama, KLB untuk mengesahkan perubahan anggaran dasar dengan masuknya Galatama sebagai anggota penuh PSSI. Yang kedua, acara penyerahan mandat kepengurusan dari penjabat ketua umum, Suparjo, kepada kongres luar biasa itu yang berlangsung pada hari yang sama, sebelum kongres pemilihan ketua baru itu. Menurut peraturan yang berlaku, kedua peristiwa itu memang harus dilakukan lewat kongres luar biasa tadi. Syarnubi bukan tidak tahu ketentuan ini. Yang dia tolak adalah keputusan SPP yang mengangkat Suparjo, bekas ketua hariannya, menjadi penjabat ketua umum. Itu sebabnya dua hari menjelang kongres, Syarnubi merasa perlu mengeluarkan pernyataan yang disebarkan kepada seluruh peserta. Sebagai ketua umum yang diangkat oleh Kongres PSSI ke-27 tahun 1981, menurut Syarnubi, ia perlu mengimbau para peserta kongres agar segalanya tentang organisasi dilakukan atas dasar anaran dasar. "Sebagaimana saya nyatakan berulang-ulang kepada Saudara Suparjo Pontjowinoto, yang terakhir tanggal 7 November," tulis Syarnubi dalam pernyataan itu. Namun, apapun kata Syarnubi, riwayatnya sebagai orang bola tampaknya sudah selesai begitu kongres itu berakhir. Kini semua pihak berpaling pada Kardono, ketua baru itu. Sebab, biang kerok merosotnya prestasi sepak bola Indonesia saat ini, seperti yang banyak dituduhkan orang, terletak pada pengurus PSSI yang selama 10 tahun terakhir ini selalu ricuh. "Lebih baik semua pengurus diganti baru, agar lebih kompak," kata Kosasih Purwanegara. Bila ada bekas pengurus lama masih bercokol di kepengurusan, menurut bekas ketua umum PSSI itu, penyakit gontok-gontokan akan kambuh lagi. Mampukah Kardono? "Saya akan banyak bertanya kepada mereka yang ahli, baik waktu ketemu di jalan maupun di lapanan," kata Kardono kepada Rudy Novrianto dari TEMPO. Ketua kehormatan klub Angkasa itu mengaku akan belajar dari kegagalan pengurus sebelumnya. "Saya baru menduga-duga sebab-sebab kegagalan mereka. Mungkin baru saya ketahui bila saya sudah masuk di dalamnya," kata Kardono lagi. Mungkin karena itu Kardono tidak berniat membuang semua bekas pengurus. "Beberapa orang masih akan tetap membantu saya," katanya. "Ibaratnya saya masuk sebuah rumah, mereka itu sebagai perabot-perabotnya. Kalau perabotna perlu diganti, ya diganti. Tapi yang masih bagus 'kan sayang kalau dibuang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus