Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Musim kursus mesin pintar

Lembaga pendidikan komputer semakin banyak, tapi belum ada kurikulum baku. mahasiswa institut ilmu komputer (iik) bandung protes, tak pernah ada kuliah. (pdk)

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GARA-gara perkuliahan tidak lancar, delapan mahasiswa Institut Ilmu Komputer (IIK), Bandung, protes. Mereka mencabut papan nama institut dan membuangnya. "Saya sudah membayar, tak pernah ada kuliah," kata Rosliana, mahasiswa yang ikut beraksi pada kejadian pertengahan Oktober itu. Sebenarnya, keinginan mahasiswa itu sederhana. Yakni, agar kuliah berjalan semestinya. Mereka, konon, telah membayar Rp 120 ribu untuk kuliah setahun, tapi dosen sering tak ada. Sebenarnya, yang dipersoalkan mahasiswa hanyalah masala permukaan. Di balik bermunculannya pendidikan komputer belakangan ini, masalah pokoknya ialah belum adanya kurikulum baku. Akibatnya, kini, pendidikan tinggi komputer swasta, baik yang menamakan dirinya akademi, institut, sekolah tinggi, maupun pendidikan ahli teknik (PAT), menentukan sendiri kurikulum mereka. Institut Kejuruan Komputer & Informatika (IKKI), Jakarta, misalnya. Pada tahun pertama, di sini diberikan pengetahuan dasar komputer, termasuk bahasa untuk menjalankan komputer, seperti fortran dan cobol. Tingkat kedua, kuliah meliputi sistem analisa dan pemahaman data. Di tingkat ketiga, terakhir - kebanyakan pendidikan tinggi komputer memang cuma tiga tahun - diberikan soal manajemen dan pemantapan praktek. Kurikulum yang hampir sama dipakai juga di PAT Informatika dan Komputer Universitas Pembangunan Nasional, Jakarta. Namun, Sekolah Tinggi Informatika & Komputer (STI&K) Jakarta - sekolah komputer milik swasta yang pertama -- menyusun kurikulum yang agak lain. Masa pendidikannya pun lebih lama, berambisi mencetak sarjana lengkap. Dan memang telah meluluskan seorang sarjana. dan 56 sarjana muda. Semuanya, tentu, masih gelar lokal. "Dasar kurikulum kami mencontoh yang dipakai di Amerika, Belanda, dan Australia," kata Fred Ameln, ketua yayasan yang menaungi STT&K. Sebenarnya, Konsorsium Bidang Teknologi Departemen P&K sudah mencoba menyusun kurikulum pendidikan-tinggi komputer. Hasilnya sudah dicobakan di Jurusan Informatika ITB. Kurikulum ini, menurut Harsono, ketua jurusannya, bertujuan mencetak tenaga terampil yang dapat membuat peralatan komputer serta memahami cara kerja dan pengoperasian mesin pintar itu. Sejauh ini, konsorsium itu sendiri masih ragu tentang kurikulum itu. "Masih akan diubah," kata sebuah sumber di konsorsium itu. Di Jurusan Informatika ITB ini memang ada yang lain. Misalnya, matematika di sini sangat ditekankan, dengan waktu enam semester. Di jurusan lain, menurut Harsono, matematika tak sebanyak itu. Di pendidikan tinggi komputer swasta, berapa porsi matematika tak jelas. Maka, yang terjadi ialah kebalauan antara pendidikan komputer yang sifatnya kursus dan yang pendidikan tinggi. Untuk mendidik calon operator, pemogram, dan analis komputer, misalnya, tak diperlukan pendidikan tinggi. Di ITB, mereka yang ingin memperoleh bidang pekerjaan itu ditampung dalam pendidikan ahli teknik komputer yang lamanya 1-3 tahun. "Cukup melalui jenjang tanpa gelar," kata Harsono. Tapi, sekali lagi, ketentuan sepertl itu belum jelas. "Habis, kurikulum baku belum ada," kata Marcus Kasirin, sekretaris Kopertis Wilayah IV, Jawa Barat. Dalam keadaan serupa itu, toh lembaga pendidikan komputer tetap semakin banyak. Iklan yang menawarkan keahlian di bidang itu pun hampir tak pernah sepi di koran-koran. Di Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia-Amerika yang baru berdiri Agustus lalu, misalnya, sampai kini sudah 500 orang yang mendaftarkan diri. Padahal, untuk 11 bulan pendidikan yang mereka sebut Intensive Package Course, uang sekolahnya Rp 1.750.000. Menurut Jusuf Randy, manajer lembaga pendidikan itu, banyak orang yang gagal masuk universitas, lalu masuk sekolah komputer, tak memilih kursus-kursus lain, misalnya tata buku. "Karena gengsi," katanya. Dan karena alasan ini pula dia membuka sekolah komputer itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus