DI sebuah ruang kelas di kompleks Akademi Angkatan Bersenjata RI
Bagian Darat, Magelang. Beberapa pemuda berseragam hijau
mengikuti pelajaran matematika. Tak ada tanda pangkat di lengan
baju mereka. Tak ada tanda lain yang menunjukkan mereka taruna
Akabri. Juga, ketika Akabri Bagian Darat memperingati ulang
tahunnya yang ke-26, Jumat pekan lalu, mereka pun tak muncul.
Siapa mereka?
Sudah empat kali ini, dimulai 1978, Akabri membuka kelas
Bimbingan Calon Taruna. Ini bukan semacam bimbingan tes masuk
perguruan tinggi yang beberapa waktu lalu dihebohkan, tentu.
Kelas ini memberikan kesempatan calon taruna yang gaal dalan
tes akademis, tapi berhasil baik dalam tes fisik dan mental,
untuk memperdalam beberapa mata pelajaran yang diperlukan. Untuk
kemudian, bisa ikut tes masuk Akabri tahun berikutnya. "Sayang
kalau mereka dikembalikan begitu saja," kata Mayor Jenderal
Untung Sridadi, gubernur Akabri Bagian Darat sejak Juni lalu.
Dulu, ide itu dilaksanakan karena susahnya menjaring lulusan SMA
yang bermutu masuk Akabri. Calon memang banyak, tapi yang
berhasil melewati segala macam tes hampir selalu tak memenuhi
target Hankam. Misalnya pada tahun 1978, yang diterima sebagai
taruna Akabri hanya 215 orang, sementara target Hankam 400.
Tahun berikutnya, Hankam menargetkan 900 taruna, yang lulus tes
hanya 457.
Oleh sebab itu, pendidikan pra-Akabri dibuka. Dan semula, 1978,
dibuka untuk semua bagian (Darat, Udara, Laut, dan Kepolisian).
Kemudian, dua tahun berikutnya, istirahat. Baru pada 1981 dibuka
kembai, tapi khusus untuk Akabri Bagian Darat. Konon, kebutuhan
calon perwira di dua angkatan yang lain dan kepolisian dianggap
cukup. Calon perwira angkatan darat-lah yang dianggap kurang.
Memang siswa pra-Akabri 99% lulus tes Akabri. Tahun ini,
misalnya, dari 34 siswa Bimbingan Calon Taruna, cuma seorang
yang gagal. "Metode pengajaran di pendidikan pra-Akabri memang
baik," kata seorang bekas siswa dalam kelas itu. "Seandainya
diterapkan di SMA, mutu lulusan SMA pasti bagus."
Tapi tentu bukan semata faktor metode bila pendidikan 10 bulan
pra-Akabari dianggap sukses. Di sini diasuh tak lebih dari 40
siswa, yang merupakan ranking tertinggi dari calon taruna yang
gagal tes akademis. Bahkan tahun ini, hanya ditampung 22 siswa.
Mereka semua diasramakan, mendapat pakaian seragam, sepatu, dan
uang saku Rp 9 ribu per bulan. "Tapi tak sepenuhnya pelajaran
sama dengan Kurikulum 1978," kata Untung Sridadi. Sebagai
gantinya, diajarkan pengenalan militer. Misalnya,
baris-berbaris, ilmu medan, dan olah raga militer. Pelajaran SMA
yang diulang cuma yang bakal menjadi dasar kuliah di Akabri
Antara lain fisika, kimia, matematika, sejarah, dan bahasa
Inggris.
Di Akabri-nya sendiri pun yang dari pra-Akabri termasuk ranking
menengah ke atas. Dari tes-tes yang dilakukan Akabri Bagian
Darat, diperoleh angka-angka yang menarik. Pada mulanya,
pengetahuan matematika, fisika, kimia, dan bahasa Inggris siswa
pra-Akabri berindeks 30 sampai 40. Setelah pendidikan, angka
minimal adalah 60.
Soalnya, disiplin di sini memang sudah mendekati pendidikan
Akabri benar-benar. Misalnya, "Sulit membolos. Walau sakit, asal
masih bisa menulis dan mendengarkan diharuskan tetap masuk,"
tutur seorang lepasan pendidikan pra-Akabri tahun 1981. Sebagai
imbangan, para pengajar, yang juga dosen-dosen Akabri, "siap
menerima kami setiap saat, asal untuk konsultasi pelajaran."
Lalu, bagaimana nanti bila kurikulum Akabri diubah? Ada gagasan
untuk mengurangi mata kuliah nonmiliter. "Pelajaran sosial hanya
akan diberikan yang pokok saja," tutur Untung Sridadi,
gubernur Akabri Darat yang ke-12. Juga, mata kuliah hukum akan
dibatasi, hanya yang berkaitan dengan disiplin militer.
Untuk mengikuti perkembangan persenjataan yang baru, yang
biasanya memakai komputer, mata kuliah komputer sejak beberapa
waktu lalu sudah ditambahkan. "Pada dasarnya pertahanan kita
bergantung pada sumber alam dan kekuatan dasar rakyat Indonesia,
tapi kalau bisa juga menggunakan peralatan modern," kata
jenderal berbintang dua ini.
Rencana perubahan itu memang untuk meningkatkan kemampuan para
perwira lulusan Akabri. "Kemampuan di bidang masing-masing akan
ditingkatkan," kata Untung Sridadi pula. Dicontohkannya, yang
menguasai meriam, ya, harus tahu persis seluk-beluk senjata
penggempur itu. Dari soal kapan meriam efektif digunakan sampai
pengetahuan meriam model zaman sekarang. Dari segi fisik dan
mental, pembinaan pun akan ditingkatkan.
Bagi kurikulum dan para siswa pra-Akabri, mungkin perubahan itu
tak berarti banyak. Sebab, mereka sejak awal sudah mendapat
pengenalan militer. Buktinya, ketika mereka sudah menjadi taruna
dan mengikuti pendidikan candradimuka - latihan fisik
kemiliteran yang terkenal berat itu mereka menonjol dibanding
taruna yang langsung diterima dari SMA. "Kami dinilai menonjol
dalam sikap kepemimpinan dan sikap kemiliteran," tutur seorang
taruna yang dulu ikut kelas Bimbingan Calon Taruna Akabri Bagian
Darat.
Masalahnya sekarang, masih perlu dihitung klopkah biaya yang
dikeluarkan untuk membuka kelas pra-Akabri dengan hasilnya.
Angkatan pertama siswa pra-Akabri kini masih duduk di tingkat
akhir, belum lulus, sehingga belum bisa dinilai sepak terjangnya
sebagai perwira.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini