Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mengapa Kita Merosot Dan Cina Naik

Serba serbi penyelenggarakan ag ix di india, prestasi atlet Indonesia melorot, hanya berhasil meraih 4 medali emas, 4 perak dan 7 perunggu. Dua medali emas direbut oleh justedjo.(or)

11 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH menyala selama 16 hari obor Asian Games IX di kuldron stadion utama Jawaharlal Nehru dipadamkan. Di papan pencatat skor-terlihat gajah Appu, maskot pekan olahraga Asia 1982, pelan-pelan naik dan kemudian menghilang sambil mengibas-ngibaskan ekornya. Selang beberapa saat muncul tulisan: See you in Seoul, 1986. Dan berakhirlah pesta bukan yang menghimpun 4.500 atlet dari 33 negara Asia itu. Upacara penutupan AG IX di stadion utama Jawaharlal Nehru, Sabtu sore, disaksikan oleh 75.000 yang membeli karcis mulai dari 10 sampai 20.000 rupee, sangat bersemarak. Reporter Radio Australia Nuim Khaiyath dalam siaran langsung dari New Delhi menyebutnya sebagai pertunjukan paling mengesankan yang pernah dilihatnya dalam suatu pesta olahraga. Yang tetap bertingkah dalam defile perpisahan itu mudah ditebak: Kontingen Iran. Tepat di depan panggung kehormaun, tempat duduk Presiden Zail Singh dan Perdana Menteri Indira Gandhi, mereka membenungkan spanduk protes terhadap penahanan 85 pemuda muslim di penjara Bangalore. Protes itu disambut penonton dengan ejekan: "Wouw." Tapi petugas keamanan yang kecolongan dua kali okh atlet Iran itu diam saja. Waktu upacara pembukaan olahragawan Iran membenungkan spanduk hijau bertuliskan dua kalimat syahadat. Masalah keamanan memang paling memusingkan tuan rumah. Hingga penempaun atlet pun harus diatur betul. Kontingen Iran dan Irak, misalnya, ditempatkan berjauhan sekalipun flat sudah disusun menurut abjad. Begitu juga Kontingen Korea Utara dan Korea Selaun. "Kami berusaha agar tragedi Olympiade Munich (1972) tak terulang di sini," kata seorang perwira keamanan di perkampungan adet. Waktu di Munich pihak keamanan kecolongan oleh Gerilyawan September Hitam yang membantai adet Israel di flat mereka. Yang ditakuti petugas keamanan AG IX bukan cuma kemungkinan saling culik atau berkelahi antara atlet Iran dan Irak maupun Korea Utara dan Korea Selatan. Juga kemungkinan sabotase dari Kaum Sikh dari Punjab yang menuntut hak-hak khusus dari pemerintahan Indira Gandhi. Tak heran selama AG IX berlangsung dari 19 November sampai 4 Desember, sejumlah polisi berpakaian preman terpaksa dibaurkan dengan penonton di 17 stadion untuk berjagajaga. Diperkirakan lebih dari 10 batalyon alat negara dikerahkan. Tak cuma itu tindakan pengamanan yang dilakukan. Penonton diperiksa ketat di pintu masuk stadion. Tas tangan pengunjung wanita dirogoh-rogoh kalau-kalau di dalamnya tersimpan sesuatu yang bisa meledak. Jalan masuk ke New Delhi diblokade agar kaum Sikh tak bisa merembes. Toh masih ada juga orang-orang Sikh yang lolos dan menyebarkan pamplet di beberapa stadion. Selang beberapa hari kemudian mereka melancarkan protes terhadap pengiriman daging sapi ke perkampungan atlet. "Membiarkan suplai daging sapi berarti menyinggung perasaan umat Hindu," ujar juru bicara kaum Sikh. Protes itu tampak tidak digubris oleh Pemerintah. Sebab dinas pemotongan hewan dikabarkan cuma mengeluarkan izin penyembelihan sapi jantan saja. Di lapangan terbuka petugas keamanan tetap bertindak hati-hati dalam menyingkirkan lembu, terutama jenis betina, untuk tidak menyinggung perasaan umat Hindu. Mereka kelihatan seperti minta maaf dulu kepada Tuhan sebelum menyingkirkan sapi betina dari jalanan yang akan dipakai untuk lomba marathon dan jalan kaki 50 kilometer. Sebab lembu betina, menurut kepercayaan Hindu, adalah makhluk mulia yang sedang mengembara untuk menyusui Batara Kreshna -- dewa pujaan pemeluk Hindu . Selebihnya penduduk India menyambut AG IX sebagai pesta akhir tahun. Sekolah di New Delhi diliburkan sebulan penuh. Dua warga Kota Bophal, Vikram Jeet Jha dan Milind Madhav Dubey, misalnya, untuk menonton pesta olahraga Asia ini berlari selama 30 hari untuk mencapai ibukota India tersebut. Jarak yang ditempuh 740 km. Sementara itu dari Kalkuta sejumlah pemuda mendayung sepeda sepanjang 3.000 km dengan tujuan serupa Vikram dan Milind. PM Indira Gandhi yang mempertaruhkan kehormatan untuk menyelenggarahn AG IX di tengah krisis keuangan, dengan tekun mengikuti jalannya perlombaan. Ia berkeliling dari stadion kc stadion memberikan medali kepada pernenang. Setiap kali memasuki gelanggang, penonton berdiri memberi hormat kepadanya. Kalau Indira menyelenggarakan pemilihan umum sekarang pasti dia akan menang mudah," kelakar seorang politisi India. Pemerintah Indira Gandhi yang mengeluarkan biaya sekitar Rp 61 milyar untuk penyelenggaraan AG IX ini nampak puas dengan hasil yang dicapai atletnya. Kontingen India menduduki tempat kelima dengan mengantungi 13 medali emas, 20 perak, dan 25 perunggu. Yang mengecewakan mereka barangkali adalah lepasnya medali emas hockey, cabang andalan India, ke tangan tim Pakistan. Yang juga dipuji dari India adalah pelayanan dalam penyelenggaraan. Hampir tak ada keluhan dari tamu. Tak heran. Sebab dari 10.000 petugas lapangan, sekiur 3.000 orang di antaranya mendapat latihan atau diberi kesempatan untuk menyaksikan pertandingan di luar negeri. Termasuk Olympiade Moskow, 1980. Lapangan pertandingan yang mendapat pujian adalah kolam renang. Kelebihannya: pinggir kolam dibuat sedemikian rupa agar air langsung terbuang hingga tidak membuat gelombang yang akan mengganggu kecepatan perenang. Tak hanya itu. "Temperatur air kolam, sekalipun di tempat terbuka, bisa diatur," kata Sek-Jen KONI Pusat M.F. Siregar. Perenang Indonesia cuma mampu meraih medali perunggu di sini--waktu Asian Games VIII di Bangkok, 1978 masih sempat mencuri satu medali emas. Gelanggang yang baik ternyata belum jaminan untuk pemecahan rekor. Selama dua pekan dua rekor dunia yang terlampaui--masing-masing di cabang panahan dan senam. Di cabang panahan nomor yang diperbaiki adalah 60 meter putri. Pemegang rekor dunia baru adalah Kim Jin Ho dari Korea Selatan yang mencatat skor 336 dari kemungkinan 360. Rekor lama adalah 334 atas nama atlet Uni Soviet, Valentina Kovpan, yang dipatoknya tahun 1978. Atlet dunia lain: pesenam putra RRC Ling Ning yang memperbaiki rekor nomor serba alat. Prestasi baru tercatat 117,25. Rekor lama adalah 116,50 yang dipegang oleh Nikolai Adrianov dari Uni Soviet dalam Olympiade Montreal, 1976. Di luar kedua nomor itu, prestasi yang boleh dibanggakan adalah catatan angka 10 (sempurna) dari pesenam RRC Wu Jiani, dalam mata lomba balok keseimbangan, serta Noritoshi Hiau dari Jepang untuk nomor palang tunggal. Rekor lain adalak hasil loncatan Zhu Jianhua yang melapaui mistar setinggi 233 cm--cuma terpaut 4 cm dari rekor dunia. Rekor Asian Games yang ditumbangkan tercatat 81 buah. Olahragawan RRC di AG IX tak hanya Ling Ning, Wu Jiani, dan Zhu Jianhua yang mengagumkan. Hampir di semua (21) cabang mereka merajai. Untuk pertama kali dalam delapan tahun terakhir RRC berhasil menggeser dominasi Jepang dalam pengumpulan medali emas. Di New Delhi, RRC menyabet 61 medali emas--4 angka di atas Jepang. Dalam AG VII di Teheran, 1974, mereka meraih 33 medali emas (Jepang: 74 buah). Pada AG VIII di Bangkok, 1978, prestasi RRC 51 medali emas (Jepang: 70 buah). Atlet yang melontarkan Cina ke ungga teratas di antara negara Asia, menurut seorang ofisial Kontingen RRC, adalah hasil binaan sesudah Revolusi Kebudayaan--sekitar satu dekade terakhir Ketika Ketua Mao Xedong masih hidup banyak olahraga yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian Cina. Antara lain: renang. "Pakaian renang yang minim itu dianggap meniru Barat," cerita ofisial yang tak mau dituliskan nama itu. MAO wafat, segalanya pun berubah. Kini di RRC olahraga sudah merupakan bagian yang tak terpisahkan secara konstitusional dari kehidupan kebudayaan di Cina. Dalam kabinet bahhan sudah lama ada badan khusus. istilahnya Komisi Negara (KN), yang mengurus soal olahraga dan kegiatan fisik Tugas KN, antara lain, mengkoordinasikan kegiatan keolahragaan dan pembinaan fisik serta pembibitan. KN ini dipimpin oleh pejabat berpangkat menteri --sekarang dipegang oleh Li Menghua. Dalam kegiatannya KN menjalankan apa yang disebut keseimbangan antara populerisasi (puji) dengan peningkatan mutu (tigao). Untuk kegiatan dalam negeri KN punya semboyan: utamakan persahabatan, kompetisi kemudian Tapi ntuk lawatan ke luar target mereka dalah prestasi. Itulah sebabnya akhir-akhir ini atlet RRC memperlihatkan restasi yang mengesankan di berbagai gelanggang internasional. Tahun 1970-an slogan KN baru di ingkat dobrak Asia dan bertanding dengan juara-juara dunia. Hasilnya sepuluh tahun kemudian, menurut statistik mereka, dari 60 kejuaraan dunia dan Asia mereka berhasil merebut 290 medali emas. Tahun 1981 mereka memenangkan 25 kejuaraan dunia dan delapan perbaikan rekor. Untuk tingkat nasional tercatat 124 rekor baru. Kunci sukses RRC meningkatkan prestasi, menurut pelatih bulutangkis Hou Chia- Chang, terletak pada pembinaan yang terarah dan kompetisi yang teratur. Tahun silami saja tercatat tak kurang dari 23.000 perundingan olahraga telah diselenggarakan mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, sampai ke tingkat nasional. Proyek KN selain menghasilkan atlet tangguh di tingkat dunia, juga menelurkan rakyat yang mempunyai kesegaran jasmani sesuai dengan standar negara. Diperkirakan lebih 10 juta warganegara yang memiliki kualifikasi ini. Untuk mempopulerkan olahraga di pedesaan pemerintah juga menyediakan alat-alat dan pelatih. Cabang yang disubsidi adalah yang tidak memerlukan fasilitas besar, seperti bola basket, bola volley, dan tenis meja. Pembibitan dilakukan KN di sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai ke Universitas. Semua siswa di RRC harus mengambil mata pelajaran yang disebut tiga subyek besar (matematik, bahasa dan kesusatraan, serta ilmu alam dan kimia) dan tiga subyek kecil (olahraga, musik, dan kesenian). Remaja yang punya bakat dalam olahraga tertentu ditampung dalam sekolah khusus yang separuh dari kegiatannya adalah pendidikan jasmani. Lulus dari sini mereka disalurkan ke Sekolah Tinggi Olahraga -- saat ini jumlahnya ada tujuh buah. Di samping itu Pemerintah RRC juga menyediakan 33.000 sekolah yang menampung pelajar melakukan kegiatan olahraga secara sistematis di luar jam belajar. Tak kurang dari 220.000 pelajar yang melibatkan diri dalam sekolah yang diasuh 13.000 pelatih itu. Sejak Sistem ini dimulai, awal 1955, pemerintah sudah mengeluarkan biaya Rp 25 milyar untuk menyokong program tersebut. Pemandu bakat juga bekerja giat di RRC. Pemain bulutangkis Han Jian, yang dijuluki Penakluk Raja, sebelumnya dikenal sebagai pemain sepakbola. Ia baru mulai mengayunkan raket tahun 1972 dan tak lama kemudian menjadi kampiun dunia -- cenlua itu berkar ketajaman mata pencari bibit. Terakhir Han Jian menundukkan jago Indonesia, Liem Swie King, di final nomor perorangan AG IX. Untuk mendorong atlet-atlet mencapai prestasi terbaik, tiap tahun diadakan pemilihan Olahragawan Terbaik. Tahun lampau, menurut Majalah Olahraga Tiyu, untuk memilih 10 Olahragawan Terbaik, panitia pemilihan harus bekerja keras. Karena atlet yang masuk nominasi berjumlah 250.000 orang. Yang membuat olahraga. populer di kalangan masyarakat Cina karena olahraga juga dianggap sarana mobilitas kelas. Olahragawan berprestasi tinggi di RRC berada di lapisan sosial tertentu dengan segala macam hak istimewanya. Penghasilan seorang atlet seperti Han Jian - dikabarkan hampir sama dengan pendapatan tenaga ahli--kalau dikurs di Indonesia sekitar Rp 250.000 lebih. Lain cerita Indonesia di New Delhi. Berangkat dengan 115 atlet, jumlah terbesar sejak Orde Baru, kembali dengan 4 medali emas, 4 perak, dan 7 perungu -- separuh dari yang diraih dalam Asian Games VIII di Bangkok, 1978. "Prestasi atlet kita tidak merosot, bahkan sebagian mengalami peningkatan cuma lawan jauh lebih maju lagi," kata M F. Siregar sepulang dari New Delhi, minggu lampau. Sebelum bertolak ke New Delhi, Ketua KONI Soeprajogi, optimistis Indonesia minimal meraih 11 medali emas. Untuk membiayai Kontingen Indonesia dikabarkan telah dikeluarkan Rp 700 juta. Artinya: 1 medali nilainya sekitar Rp 47 juta. "Tidak sepadan," tulis wartawan olahraga Sinar Harapan, Supardi. Gagal? "Kalau dalam pengumpulan medali, ya. Tapi dalam misi tetap naik," lanjut Siregar. Ia menambahkan Indonesia sekarang menempati urutan keenam di antara 33 negara--sebelumnya urutan ketujuh dari 28 kontingen. "Ini fakta Tidak ngibul," tambahnya. Merosotnya pengumpulan medali, menurut Siregar, umumnya disebabkan kurangnya pengalaman bertanding. Di cabang tinju ia menembak lebih dalam: sistem latihan mungkin kurang keras. Pukulan "memalukan" di AG IX di mata pecandu olahraga Indonesia adalah gagalnya King dan Verawaty d.k.k menyabet 4 medali emas (seperti AG 1978) dari 7 yang diperebutkan. Kali ini regu bulutangkis cuma meraih 2 medali emas - dari ganda putra (Icuk Sugiarto/Christian Hadinata) dan ganda campuran (Christian Hadinata/Ivanna Lie). "King memang tak jadi juara. Tapi kita menemukan bintang baru: Icuk Sugiarto," kata Siregar. Kegagalan King menundukkan Han Jian di final digunjingkan orang sebagai kebodohan pembina mengarahkan permainan kampiun Indonesia itu. King yang memiliki stamina lebih rendah dari Han Jian tidak seharusnya bermain agresif seperti permulaan set pertama: Ia sempat melaju 10. Tapi setelah itu keteter. Dalam situasi seperti ini diperlukan kehadiran seorang seperti Edy Yusuf atau Tan Joe Hok, keduanya bekas pemain nasional, yang terkenal jeli membaca situasi. Sayang, tak seorang pun di antara mereka yang diajak ke India. Untuk membina atlet berpresta tinggi, Indonesia sebetulnya sudah menerapkan sistem sekolah khusus a la RRC. Namanya: Sekolah Olahragawa--tingkat SMP dan SMA. Tapi sekolah yang hampir berusia 10 tahun itu baru melahirkan beberapa nama menonjol saja: Lius Pongoh dan Icuk Sugiarto (bulutangkis), dan Tintus (tenis)- Cabang panahan, atletik, angkat besi, dan renang belum terlihat. Kendati demikian Siregar tetap melihat Sekolah Olahragawan di Ragunan, Jakarta, sebagai saran pembibitan yang baik. Siregar bahkan sudah merencanakan untuk mengembangkan sekolah model Ragunan ini di tiap provinsi. Kapan? "Kurang lebih dua Pelita lagi," kata Siregar. Artinya: sekitar 10 tahun lagi "Sekarang ini belum bisa diwujudka karena dana dan tenaga pelatih kurang.' Tapi diam-diam cabang sepakbola sudah mendirikan sekolah khusus di Salatiga Ujungpandang, dan Palembang, sementara bulutangkis baru ada di Jambi. MELOROTNYA peraihan medali emas di AG IX telah menggelitik tokoh olahraga Acub Zainal, bekas Gubernur Irian Jaya, melonurkan gagasan perlunya Departemen Olahraga. Iamengambil contoh: sejak ada Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat (dijabat Cosmas Batubara) sudah banyak warganegara Indonesia kebagian tempat tinggal yang layak. Kalau olahraga diurus seperti itu Acub optimistis prestasi atlet Indonesia bisa dibanggakan. Sejak Orde Baru urusan pembinaan prestasi olahraga nasional menjadi tanggungjawab Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) -- badan ini sudah berakar sampai ke tingkat kabupaten. Bahkan beberapa daerah memasukkan anggaran pembinaan olahraga ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Cuma hasil yang ditelurkan masih ukuran prestasi lokal. Prestasi Indonesia di tingkat dunia bahkan Asia, agaknya masih jauh. Kecuali: bulutangkis, tenis dan bridge. Dalih selama ini dana yang disediakan pemerintah, jumlahnya tak disebutkan dinyatakan masih belum memadai. Faktor kekurangan dana barangkali betul juga. Tapi yang selalu luput diamati selama ini adalah bercokolnya tokoh-tokoh tua di KONI Pusat selama bertahun-tahun, tak dinilai sebagai faktor penghambat. Padahal untuk mening katkan prestasi juga dibutuhkan kreativitas--yang umumnya ada pada generasi muda. Itu kalau Indonesia mau menembus kegagalan dalam AG X di Seoul nanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus