PENYANYI lagu pop mendapat angin. Mereka kelak bisa turut
mengontrol volume peredaran kaset dengan baik, jika rencana
menempelkan pita tanda lunas membayar Pajak Penjualan (PPn) di
setiap kaset berisi lagu, jadi dilaksanakan tahun depan. Dengan
cara itulah penyanyi bisa pula memperhitungkan jumlah imbalan
yang bakal diterima. "Pokoknya dengan pita ini, pembagian
imbalan bisa lebih menguntungkan kami," kata penyanyi Bob
Tutupoli.
Gagasan melekatkan pita lunas PPn di kaset lagu semacam itu
sudah sejak lama sesungguhnya dikehendaki Persatuan Artis
Penyanyi Ibukota (Papiko), dan Ikatan Artis Rekaman Indonesia
(Ikarin). Selain mencegah usaha pembajakan, kata Bob Tutupoli,
upaya itu diharapkan bisa pula digunakan untuk melindungi
kepentingan penyanyi. Pembagian imbalan selama ini: berdasarkan
sistem royalty--imbalan diberikan perekam menurut persentase
jumlah kaset terjual --dianggap kurang adil karena tak memiliki
mekanisme kontrol, penyanyi biasanya mempercayai saja angka
penjualan itu.
Gagasan itu juga sejalan dengan kepentingan Asosiasi Industri
Rekaman Indonesia (Asiri). Sebagai penghasil kaset lagu
Indonesia, Asiri mengharapkan tindakan tersebut juga bisa
'dipakai untuk mencegah usaha pembajakan. Diten Pajak, yang
sedang repot mengumpulkan uang tentu senang menerima gagasan
tadi. Hari-hari ini Dir-Jen Pajak Salamun A.T. dan Direktur
Pajak Tidak langsung Djafar Mahfud sibuk membicarakan mekanisme
pemungutan pita lunas PPn itu dengan utusan siri, Ikari, dan
Asosiasi Perekam Nasional Indonesia (APNI), penghasil kaset lagu
Barat.
Salamun sudah memberi isyarat bahwa penempelan pita lunas PPn
itu akan segera dilaksanakan. Pokoknya "kita akan pasang semacam
sticker di setiap kaset," katanya baru-baru ini.
Tahap pertama, pemunguun PPn akan dilakukan produsen pita kaset
kosong atas perekam lagu yang bertindak sebagai pembeli.
Bersamaan dengan pengutipan PPn ini dipungut pula MPO
(Menghitung Pajak Orang). Kantor Pusat Dit-Jen Pajak sendirilah
yang dikabarkan akan mengeluarkan pita itu kepada pihak perekam
sesudah menunjukkan bukti pelunasan. Jika sebelumnya PPn dan
MPO, masing-masing dibayar 5% dm 2% dari harga jual kaset
kosong, maka harga pita lunas PPn itu (dikabarkan termasuk juga
MPO) akan ditetapkan Rp 110-125 per kaset. Tapi sebuah sumber
lain mengatakan pita itu harus ditebus dengan harga 10% dari
harga jual kaset kosong.
Jika benar harga pita itu Rp 110 per kaset, maka dari sektor PPn
dan MPO ini kantor Dit1en Pajak diperkirakan akan memperoleh
tambahan sedikitnya Rp 640 juta tiap bulan dari hasil pengutipan
produksi sekitar 8 juta kaset kosong. Tambahan ini bisa dianggap
lumayan. Pendapatan MPO dan PPn pada semester I tahun fiskal
1982/1983 ini bahkan mencapai Rp 457,2 milyar atau 41% dari
sasaran. Dengan sistem pemitaan pada kaset itu pula, Dir-Jen
Salamun akan bisa lebih mengetahui berapa sesungguhnya
pendapatan penyanyi pop Indonesia.
Sudah menjadi rahasia umum jika selama ini petugas pajak sering
mengalami kesulitan untuk menaksir Pajak Pendapatan (PPd yang
harus dibayar para penyanyi itu. Tambahan lain akan diperoleh
dari sektor ini. Pada semester I tahun Fiskal ini Dit-Jen Pajak
baru menghimpun PPd sebesar Rp 114 milyar atau 44% dari sasaran.
"Untuk menggalakkan pendapatan negara, sistem pita itu sangat
bagus," ujar Frank Moniaga, Direktur Komersial PT BASF Indonesia
Magnetics, penghasil pita kaset BASF. "Tapi akibatnya, pembukuan
dari produsen, perekam, sampai pengecer adi terbuka semua."
Risiko semacam itu memang sudah dipikirkan pengurus Asiri.
"Soalnya adalah kita mau dagang secara kucing-kucingan atau
dagang secara beneran," kata Arifin Razik, Ketua 11 Asiri. Tapi
Danny Jozal, manajer pemasaran BASF khawatir tindakan pemerintah
itu akan mengurangi pemasaran kaset.
Seorang perekam kaset lagu Barat di Jakarta, misalnya, pekan ini
sudah menaikkan harga jual kasetnya ke pengecer sekitar 25%:
jadi konsumen akan membeli dengan harga Rp 1.250, naik dari Rp
1.000. Danny Jozal memperkirakan volume penjualan kaset Ferro
Super BASF kosong akan turun--sekitar 30% pada semester pertama
tahun depan. PT Panggung Electonic, Surabaya, penghasil kaset
Maxell, sudah merasakan penurunan sekitar 30% sejak Oktober
lalu. "Jika resesi mempengaruhi daya beli konsumen, produksi
kami akan terpengaruh karenanya," kata Bunariyo, Direktur
Panggung. Dengan kata lain, menciutnya pasaran sekarang lebih
disebabkan resesi, belum lagi oleh adanya pita tanda lunas
pajak.
BASF dan Panggung merupakan penghasil pita kosong. Produksi
keduanya diperkirakan 2 juta kaset setiap bulan, untuk lagu-lagu
Barat. Sedang untuk lagu-lagu Indonesia perekam biasanya
menggunakan pita keluaran Metro dan Madya dengan produksi
sekitar 6 juta kaset setiap bulan. Dit-Jen Pajak bisa menghitung
apa arti angka itu untuk mengisi kasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini