Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kini Giliran Kaset

Rencana penempelan pita cukai pada setiap kaset, untuk mencegah usaha pembajakan. diperkirakan akan menambah pajak sebesar Rp 640 juta per bulan. (eb)

11 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYANYI lagu pop mendapat angin. Mereka kelak bisa turut mengontrol volume peredaran kaset dengan baik, jika rencana menempelkan pita tanda lunas membayar Pajak Penjualan (PPn) di setiap kaset berisi lagu, jadi dilaksanakan tahun depan. Dengan cara itulah penyanyi bisa pula memperhitungkan jumlah imbalan yang bakal diterima. "Pokoknya dengan pita ini, pembagian imbalan bisa lebih menguntungkan kami," kata penyanyi Bob Tutupoli. Gagasan melekatkan pita lunas PPn di kaset lagu semacam itu sudah sejak lama sesungguhnya dikehendaki Persatuan Artis Penyanyi Ibukota (Papiko), dan Ikatan Artis Rekaman Indonesia (Ikarin). Selain mencegah usaha pembajakan, kata Bob Tutupoli, upaya itu diharapkan bisa pula digunakan untuk melindungi kepentingan penyanyi. Pembagian imbalan selama ini: berdasarkan sistem royalty--imbalan diberikan perekam menurut persentase jumlah kaset terjual --dianggap kurang adil karena tak memiliki mekanisme kontrol, penyanyi biasanya mempercayai saja angka penjualan itu. Gagasan itu juga sejalan dengan kepentingan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri). Sebagai penghasil kaset lagu Indonesia, Asiri mengharapkan tindakan tersebut juga bisa 'dipakai untuk mencegah usaha pembajakan. Diten Pajak, yang sedang repot mengumpulkan uang tentu senang menerima gagasan tadi. Hari-hari ini Dir-Jen Pajak Salamun A.T. dan Direktur Pajak Tidak langsung Djafar Mahfud sibuk membicarakan mekanisme pemungutan pita lunas PPn itu dengan utusan siri, Ikari, dan Asosiasi Perekam Nasional Indonesia (APNI), penghasil kaset lagu Barat. Salamun sudah memberi isyarat bahwa penempelan pita lunas PPn itu akan segera dilaksanakan. Pokoknya "kita akan pasang semacam sticker di setiap kaset," katanya baru-baru ini. Tahap pertama, pemunguun PPn akan dilakukan produsen pita kaset kosong atas perekam lagu yang bertindak sebagai pembeli. Bersamaan dengan pengutipan PPn ini dipungut pula MPO (Menghitung Pajak Orang). Kantor Pusat Dit-Jen Pajak sendirilah yang dikabarkan akan mengeluarkan pita itu kepada pihak perekam sesudah menunjukkan bukti pelunasan. Jika sebelumnya PPn dan MPO, masing-masing dibayar 5% dm 2% dari harga jual kaset kosong, maka harga pita lunas PPn itu (dikabarkan termasuk juga MPO) akan ditetapkan Rp 110-125 per kaset. Tapi sebuah sumber lain mengatakan pita itu harus ditebus dengan harga 10% dari harga jual kaset kosong. Jika benar harga pita itu Rp 110 per kaset, maka dari sektor PPn dan MPO ini kantor Dit1en Pajak diperkirakan akan memperoleh tambahan sedikitnya Rp 640 juta tiap bulan dari hasil pengutipan produksi sekitar 8 juta kaset kosong. Tambahan ini bisa dianggap lumayan. Pendapatan MPO dan PPn pada semester I tahun fiskal 1982/1983 ini bahkan mencapai Rp 457,2 milyar atau 41% dari sasaran. Dengan sistem pemitaan pada kaset itu pula, Dir-Jen Salamun akan bisa lebih mengetahui berapa sesungguhnya pendapatan penyanyi pop Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum jika selama ini petugas pajak sering mengalami kesulitan untuk menaksir Pajak Pendapatan (PPd yang harus dibayar para penyanyi itu. Tambahan lain akan diperoleh dari sektor ini. Pada semester I tahun Fiskal ini Dit-Jen Pajak baru menghimpun PPd sebesar Rp 114 milyar atau 44% dari sasaran. "Untuk menggalakkan pendapatan negara, sistem pita itu sangat bagus," ujar Frank Moniaga, Direktur Komersial PT BASF Indonesia Magnetics, penghasil pita kaset BASF. "Tapi akibatnya, pembukuan dari produsen, perekam, sampai pengecer adi terbuka semua." Risiko semacam itu memang sudah dipikirkan pengurus Asiri. "Soalnya adalah kita mau dagang secara kucing-kucingan atau dagang secara beneran," kata Arifin Razik, Ketua 11 Asiri. Tapi Danny Jozal, manajer pemasaran BASF khawatir tindakan pemerintah itu akan mengurangi pemasaran kaset. Seorang perekam kaset lagu Barat di Jakarta, misalnya, pekan ini sudah menaikkan harga jual kasetnya ke pengecer sekitar 25%: jadi konsumen akan membeli dengan harga Rp 1.250, naik dari Rp 1.000. Danny Jozal memperkirakan volume penjualan kaset Ferro Super BASF kosong akan turun--sekitar 30% pada semester pertama tahun depan. PT Panggung Electonic, Surabaya, penghasil kaset Maxell, sudah merasakan penurunan sekitar 30% sejak Oktober lalu. "Jika resesi mempengaruhi daya beli konsumen, produksi kami akan terpengaruh karenanya," kata Bunariyo, Direktur Panggung. Dengan kata lain, menciutnya pasaran sekarang lebih disebabkan resesi, belum lagi oleh adanya pita tanda lunas pajak. BASF dan Panggung merupakan penghasil pita kosong. Produksi keduanya diperkirakan 2 juta kaset setiap bulan, untuk lagu-lagu Barat. Sedang untuk lagu-lagu Indonesia perekam biasanya menggunakan pita keluaran Metro dan Madya dengan produksi sekitar 6 juta kaset setiap bulan. Dit-Jen Pajak bisa menghitung apa arti angka itu untuk mengisi kasnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus