WIBAWA wasit sepakbola akhir-akhir ini kelihatan makin- merosot:
Tidak jarang keputusan mereka diprotes pemain dan sekaligus
dicemoohkan penonton.
Kemerosotan wibawa wasit itu umumnya disebabkan oleh
kekurangjelian dan ketidak-tegasan mereka dalam memimpin
pertandingan. Misalnya, tentang seorang pemain yang tak sengaja
menyentuh bola dengan tangan di daerah penalti sendiri. Menurut
peraturan, pelanggaran yang terjadi itu hukumannya adalah
tendangan penalti buat lawan. Tapi lantaran wasit berdiri jauh
dari tempat pelanggaran tersebut dan tidak memungkinkan dirinya
melihat jelas, ditambah lagi hakim garisnya pun kurang awas,
sering keputusan yang ditelorkan bertentangan dengan peraturan.
Melihat kenyataan itu, pihak yang dirugikan cuma bisa
menggerutu. Sebab untuk melontarkan protes keras bisa merepotkan
mereka sendiri. Bukankah di lapangan wasit punya kuasa?
Bisa-bisa yang memprotes sekalipun itu benar diberi peringatan
dengan kartu kuning. Contoh yang jelas terlihat dalam final
sepakbola perebutan Piala Dunia FIFA di Munich, tahun 1974.
Ketika penyerang kesebelasan Belanda, Johan Cruyff mencoba
melakukan protes terhadap keputusan wasit. Ia malah diberi kartu
kuning. Meskipun itu dilakukan Cruyff sewaktu peluit istirahat
berbunyi.
Asalkan Jeli
Di Indonesia, kejadian serupa sekali pun dengan penyebab berbeda
tak kurang terjadi. Andai wasitnya telah melakukan apa yang
terbaik dia bisa lakukan, persoalannya mungkin akan lain. Lihat
saja, cuma ada beberapa wasit di sini yang mau berlari-lari di
lapangan selama pertandingan. Selebihnya banyak yang
memperhatikan gerak pemain dari jarak jauh saja. Dan baru
bergegas ke tempat kejadian kalau ada pelanggaran.
Cara memimpin pertandingan seperti yang disebut terakhir tidak
salah. Asalkan kedua hakim garis cukup jeli dalam melakukan
tugas. Berdasarkan peraturan, hakim garis harus sejajar dengan
pemain paling belakang, bukan kiper, kesebelasan yang bertahan.
Untuk memungkinkam1ya melihat jelas suatu pelanggaran. Tapi
bukan tak sering pandangannya terhambat oleh tubuh pemain.
Disinilah peranan wasit yang lincah iperlukan dalam menilai
suatu kejadian, apakah itu pelanggaran atau bukan.
Sayang, faktor kelincahan gerak di lapangan itulah yang banyak
tak dimiliki oleh wasit Indonesia. Tidak fitkah mereka? Banyak
orang yang menyangsikan demikian.
Dugaan itu ternyata tak seluruhnya salah. Berdasarkan permintaan
FIFA dalam menilai apakah kondisi fisik wasit-wasit yang
memiliki kwalifikasi dari organisasi sepakbola internasional itu
cukup baik atau tidak, mereka lalu meminta perkumpulan nasional
untuk melakukan ujian kesehatan terhadap wasit. Indonesia pun
tak luput dari tuntutan itu.
Bersamaan dengan Kejuaraan Sepakbola Junior Piala Suratin,
Pebruari lampau PSSI pun melakukan ujian kesehatan fisik
terhadap 7 wasit kwalifikasi FIFA. Mereka adalah Kosasih
Kartadireja,Sudarso, Oo Suwardi, Sutoyo, Hamlet, Suharso
Syahban, dan Syamsudin Haddade. Ujian yang diberikan pada mereka
meliputi lari 50 m, 400 m, 4 x 10 m, dan lari 12 menit. Ternyata
yang lulus dari ujian yang pertama kali dilakukan oleh PSSI
lewat Pusat Kedokteran Olahraga itu tidak mencapai ketentuan
minimum test. Misalnya, untuk lari 12 me menit seorang wasit
harus bisa mencapai jarak 2500 m--angka ini disesuaikan dengan
usia. Di antara yang tidak lulus, ada yang cuma mencapai 2000
meter dalam 12 menit.
Gampang Terbakar
Mungkinkah seorang wasit dapat memimpin pertandingan dengan
cermat bila kondisi fisiknya tidak fit? "Sukar, memang," jawab
Ketua Bidang Perwasitan PSSI, Sudarsono SH ketika mengumumkan
hasil ujian kesehatan wasit itu, pekan lalu.
Adakah kericuhan yang terjadi di lapangan selama ini disebabkan
wasit yang memimpin pertandingan tidak begitu sehat? Sudarsono
membantah hal itu sebagai penyebab utama. Ia malah balik menuduh
bahwa kericuhan yang terjadi di lapangan dulu-dulu dikarenakan
pemain pelatih, maupun pengurus tidak mengetahui peraturan
permainan dengan baik. Sehingga emosi mereka gampang terbakar.
Dan tentu saja mudah menimbulkan kericuhan.
Jika dipandang dari sudut ini semata, Sudarsono memang benar.
Tapi lantaran pernyataan kesehatan wasit baru pertama kali
diumumkan PSSI, kesangsian orang terhadap wasit bukannya tak
berdasar pula.
Sebab selama ini, orang tak tahu apakah wasit yang memimpin
pertandingan berada dalam kondisi baik atau tidak. Mengingat
jumlah wasit PSSI yang ratusan itu tak pernah diuji kesehatannya
secara teratur, bukan? Sedangkan hal ini begitu diperlukan
dalam memimpin pertandingan, dan sekaligus bisa menegakkan
wibawa wasit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini