Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MATAHARI sudah condong ke barat. Kurang dari tiga jam, kesebelasan Indonesia di bawah 23 tahun, U-23, akan tampil di laga puncak sepak bola SEA Games XXVI di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin pekan lalu. Ratusan ribu penggila bola tidak sabar melihat jagoan muda mereka membalas kekalahan Indonesia atas Malaysia di final Piala AFF akhir tahun lalu.
Hotel Sultan, tempat tim U-23 menginap—yang berjarak satu kilometer dari Gelora Bung Karno—jauh dari riuh-rendah. Dua puluh tujuh pemain plus ofisial berkumpul di ruang makan hotel itu. Membentuk lingkaran dengan pusat perhatian ke pelatih Rahmad Darmawan (RD), yang berbicara sambil mencoret-coret karton di papan tulis, menunjukkan formasi 4-4-2. Menurut asisten pelatih Widodo Cahyono Putro, pengarahan satu jam itu berlangsung santai. "Coach RD berpesan kepada anak-anak agar bermain tanpa beban," katanya kepada Tempo pekan lalu.
Pemain pun melenggang dari hotel dengan penuh senyum. Di dalam bus, pemain meneriakkan yel-yel patriotik layaknya tentara. Hari itu, mereka terpaksa berjalan menuju stadion karena bus pengantar terhalang kerumunan fan di gerbang stadion. Titus Bonai dan kawan-kawan menembus barisan penuh histeria tersebut seraya menanggung dorongan dan cubitan tetap dengan wajah ceria. Di stadion, mereka langsung menuju ruang ganti. Rahmad mengulang apa yang sudah dia sampaikan di hotel: bermain lepas dan terus menekan lawan.
Wejangan itu terbukti sukses, setidaknya untuk menit-menit awal. Pertandingan baru berjalan lima menit ketika Gunawan Dwi Cahyo menanduk umpan sepak pojok dan menaklukkan kiper Che Mat Khairul. Namun Harimau Malaya membalas 20 menit kemudian lewat sundulan Asraruddin Omar, yang memanfaatkan umpan terukur kapten Bakhtiar Baddrol.
Kembali ke ruang ganti, Rahmad kembali memotivasi pemainnya. "Terus menyerang," kata Widodo menirukan pelatih. Pasukan Garuda Muda menerapkan perintah itu, tapi gagal membongkar pertahanan lawan. Wasit Minoru Tojo dari Jepang meniup peluit panjang, skor tidak berubah hingga akhir perpanjangan waktu.
Kali ini ketegangan tidak bisa disembunyikan dari sarang Garuda. Meski sudah berlatih tendangan dua belas pas, hanya tiga pemain yang siap mengeksekusi penalti. Rahmad kudu menunjuk dua eksekutor tersisa. Namun Widodo enggan membeberkan siapa yang siap dan tidak. Kapten Egi Melgiansyah mencoba memecah ketegangan. Dia berdiri dan berpekik, "Ayo, kita bisa menang." Pemain lain menyambut dengan berteriak.
Sayang, bola tendangan Gunawan kemudian membentur tiang dan sepakan Ferdinand Sinaga kena blok kiper lawan. Malaysia menang penalti dengan skor 4-3. Lebih dari 80 ribu penonton di stadion, juga jutaan warga Indonesia, tertunduk lesu.
Meski timnas gagal mempersembahkan emas, banyak yang memberi Rahmad ponten tinggi. Ricky Yakobi, penyerang tim nasional pada 1985 sampai 1991, menilai penampilan Garuda Muda sudah maksimal. Apalagi mengingat tim hanya disiapkan dalam tiga bulan. Bandingkan dengan Harimau Malaya, yang disiapkan sejak Desember tahun lalu. Dengan waktu singkat, kata penyerang dengan 31 cap itu, Rahmad berhasil meramu bakat-bakat muda tersebut sehingga menampilkan permainan menyerang yang enak ditonton.
Rahmad, yang pernah menangani Persikota, Persipura, Sriwijaya FC, dan Persija, mulai memimpin latihan pada Agustus lalu. Awalnya, dia memilih 50 kandidat dari Liga Primer Indonesia dan Indonesia Super League. Kriterianya adalah keterampilan, kemampuan bekerja sama, dan mental. Bulan pertama, fisik pemain digenjot di pusat pendidikan Komando Pasukan Khusus di Batujajar, Bandung. Bulan-bulan selanjutnya, fokus dialihkan pada pemahaman taktik dan formasi bermain, plus latih tanding. Dia pun menyaring tim sehingga tinggal 27 menjelang pembukaan SEA Games XXVI, 11 November lalu. Dari jumlah itu, dia memiliki tujuh pemain unggulan: Diego Michiels, Septia Hadi, Hasyim Kipuw, Octo Maniani, Andik Firmansyah, Lukas Mandowen, dan Ramdani Lestaluhu. "Mereka mempunyai kemampuan sebagai pemain yang bisa bermain di beberapa posisi," kata pelatih kelahiran Metro, Lampung, 44 tahun lalu ini.
Rahmad memadukan 27 kepala itu dengan mendahulukan komunikasi. Jika ada pemain melakukan kesalahan, dia pantang menegur di depan rekan-rekannya. Kalau ada persoalan di tim, baru dia bicarakan di forum. Anggota Marinir berpangkat kapten ini enggan menerapkan aturan kaku. "Bagi saya, pemain sepak bola tidak beda jauh dengan seniman," ujarnya. "Terlalu banyak aturan membuat karyanya terbatas."
Menurut penggemar Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo ini, pelatih yang baik juga harus merupakan negosiator ulung. Pintu diskusi selalu dia buka lebar. Misalnya, dia membolehkan Mahadirga Lasut dan Ferdinand meninggalkan latihan untuk menemani istri melahirkan. "Jumlah harinya kami negosiasikan," katanya.
Tidak seperti idolanya, Jose Mourinho, yang meledak-ledak, Rahmad tergolong pelatih kalem. Selama mendampingi, Widodo tidak pernah melihat coach RD marah. "Orangnya sangat sabar," kata mantan penyerang penyumbang 13 gol untuk Indonesia itu. Setali tiga uang, Tibo, panggilan Titus Bonai, mengatakan pelatih pantang memarahi anak-anak asuhnya, bahkan saat keok di partai sepenting final SEA Games. "Dia berpesan agar kita tidak berkecil hati," ujar penyerang 22 tahun dari Persipura Jayapura ini.
Pujian tidak henti-henti datang. Rully Nere, legenda timnas dan Persipura, mengatakan Rahmad pantas menangani timnas senior. Rahmad merendah. Dengan alasan gagal mempersembahkan emas di pesta olahraga Asia Tenggara itu, dia menilai belum waktunya naik pangkat.
Reza Maulana, Angga Sukma, Rina Widiastuti, Jerry Omona (Jayapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo