RIUH penggerayangan seksual di tengah atlet panahan meledak pekan silam. Sebenarnya, getarnya sudah terasa di suatu sore awal tahun ini. Lilies Handayani, atlet andalan yang ditangani Donald Pandiangan untuk menghadapi SEA Games 1993, tak becus latihan. Lilies, pemegang medali perak nomor beregu bersama Nurfitriana Saiman dan Kusuma Wardhani dalam Olimpiade Seoul 1988. Hari itu, ia seperti tak bisa berkonsentrasi. ''Sejak saya tidak melatihnya lagi dua tahun lalu, prestasinya merosot terus,'' kata Donald. Lalu ia menegur keras. Dan tidak seperti lazimnya, Lilies yang biasanya kebal dimaki pelatih kali ini menangis. ''Mengapa kau?'' tanya Donald, bengong. Dan ia juga kaget setelah mendengar cerita Lilies yang sukar memusatkan perhatian. Menurut Lilies, ia sudah dua kali nyaris ''ditusuk'' panah asmara Haposan Panggabean Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Panahan Indonesia (Perpani). Peristiwa pertama pertengahan 1992. Menjelang berangkat ke Olimpiade Barcelona, Haposan memanggil atlet tim putri untuk diberi pengarahan di sebuah kamar Hotel Century Park, Senayan. Anehnya, atlet diharuskan menghadap satu per satu. ''Kami hanya diberi nasihat saja, setelah selesai disuruh keluar,'' cerita Nurfitriana kepada Rihad Wiranto dari TEMPO. Lilies mendapat giliran terakhir. Arahannya ganjil: sambil memberi wejangan, Haposan memeluknya. ''Semula saya pikir pelukan biasa antara bapak dan anak. Tapi, kok lama sekali saya dipeluknya,'' tutur Lilies kepada Kukuh Karsadi dari TEMPO. Kemudian, ibu seorang putri ini berusaha melonggarkan pelukan Haposan. Namun, Haposan sudah sampai pada tahap terujung: cium kening, pipi, dan ngok di bibir. Lilies kontan berontak dan kabur. Sejak kejadian itu, Lilies berusaha menjaga jarak dengan Haposan meskipun bekas Direktur Utama Karana Lines ini berusaha mendekatinya. ''Kalau dia datang ke lapangan, saya tak bisa konsentrasi dalam latihan,'' kata Lilies. Apalagi pria separuh baya ini sering melontarkan ucapan bersayap yang terkadang bernapas mesum. Usaha Haposan yang ulet ini kemudian membuahkan peristiwa kedua. Di tengah kejuaraan panahan dalam ruangan di Prancis, Haposan memaksa Lilies untuk ikut ke sebuah kamar yang diam- diam disewanya. ''Waktu di lobi dan lift, saya berusaha melepaskan tarikannya. Semua tamu hotel memperhatikan kami. Saya malu, apalagi sebagian besar atlet negara lain juga menginap di situ,'' kata Lilies. ''Lies, saya kangen sekali,'' ujar Haposan mengawali aksinya begitu menutup pintu kamar. Menurut Lilies, Haposan berusaha merangsek sambil mempreteli pakaiannya sendiri. Terjadilah adegan kocak gaya komik Musang Berjanggut: Haposan mengejar Lilies mengelilingi ranjang. Haposan hanya tinggal singlet dan celana dalam. Tapi Lilies berhasil mencapai pintu. Ia kabur ke kamar rekannya, Purnama Pandiangan. Lilies selamat, tapi Haposan juga tak dikenai tindakan apa- apa. Donald, yang melaporkan masalah ini ke penanggung jawab keamanan Pelatnas, Arnold Lisapally, hanya diberi tahu bahwa penyelesaian masalah ditunda sampai SEA Games 1993 selesai. ''Agar jangan mengganggu tim, karena persoalan ini dianggap masalah antarpribadi,'' tutur suami Lilies, Denny Tristianto, kepada Kelik M. Nugroho dari TEMPO. Namun, urusannya seperti dibekukan. Denny, yang juga anggota pengurus Perpani Jawa Timur, lalu berusaha mengangkatnya kembali. Juni lalu, PB Perpani dikirimi surat oleh Perpani Jawa Timur agar bertindak. Ternyata PB Perpani sulit memutuskan, karena Haposan di Amerika Serikat. Ketidakjelasan perkara ini mengganjal persiapan kejuaraan Jakarta Open untuk memperingati ulang tahun Ibu Kota, Juli lalu. Lilies tak mau bermain. Panitia yang terdiri dari pengurus daerah lalu meminta Lilies membuat surat berisi: ia diperlakukan Haposan secara tidak senonoh. Sekali lagi, perkara ini mengambang. Dan baru terbuka pekan silam, setelah batalnya rencana kejuaraan nasional antarklub Piala Cakra-SIWO PWI II, pertengahan Desember ini di Jakarta. Rupanya, Haposan juga menjadwalkan kejuaraan serupa di Yogya. Dan calon sponsor mencium ada yang tak beres, lalu ogah menyuntikkan dana. Surat pernyataan Lilies itu kemudian mencuat di media. Pengurus KONI memanggil Haposan. Namun sampai kini belum jelas hukuman apa yang bakal dijatuhkan. ''Soal dipecat atau tidak, kami harus menunggu sampai bukti dan kesaksian kasus ini lengkap,'' kata Ketua Harian KONI, Letjen (Purn.) Soeweno, seusai menerima kesaksian Lilies, Denny, dan Donald, Kamis siang lalu. Bibit pertikaian itu sebenarnya tersemai sejak Haposan menjabat Ketua Umum Perpani pada 1985. Terutama menjelang persiapan SEA Games di Manila dua tahun lalu. Waktu itu Haposan melarang Denny dan Lilies membawa bayi mereka ke asrama Pelatnas di Sukabumi, Jawa Barat. Padahal, Deli Trisadinda, anak mereka itu, masih menyusu. Kemudian, diam-diam, pasangan muda ini menyewa kamar di sebuah kampung, sekitar 1 kilometer dari penampungan atlet. Di sana, bayi berusia 8 bulan itu dititipkan. Di selang latihan yang memakan waktu 9 bulan itu, Lilies menyelinap keluar untuk menyusui Deli. Tak lama, siasat ini diketahui Haposan. Lilies dan Denny dipanggil. Mereka dimarahi. Denny ngotot, dan Lilies tak mau berangkat ke Manila. Pengurus pusat berhasil membujuk Lilies agar ikut ke SEA Games XVI itu, namun perkaranya tak pernah tuntas. Dan akhirnya, pekan lalu, meledaklah kasus Lilies- Haposan: penggerayangan seksual. Sayang, saat ini Haposan tak mau bicara. ''Persoalannya rumit, sehingga kami tak mau berkomentar dulu,'' ujar istrinya, Herke Panggabean. Dengan bekas pemain voli ini, Haposan membuahkan tiga putra yang menanjak remaja.Ivan Haris
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini