Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pasar liga untuk pemain impor

Demam pemain impor melanda klub liga, selain fandi achmad, david lee dan jairo matos, muncul 3 pemain impor yang baru, mozes isaac dan hanz manuputty dari belanda. (or)

26 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEGEMARAN menggunakan barang impor menular juga ke sepak bola. Setengah lusin pemain asing meramaikan kompetisi Liga Utama yang akan berakhir April mendatang. Selain Fandi Achmad, David Lee dan Jairo Matos yang sudah beberapa bulan menyemarakkan kompetisi selama ini, di lapangan hijau muncul tiga pemain impor yang baru. Mozes Isaac dan Hanz Manuputty dari Belanda yang main di Tunas Inti serta Wendel Eugene (juga dari Belanda) yang dikontrak Pardedetex. Kecenderungan menurunkan pemain asing itu selain untuk meningkatkan mutu tim, sebagaimana dikatakan bos Niac Mitra, Wenas, untuk meningkatkan uang masuk. "Dengan hadirnya Fandi dan David Lee untung kami bertambah sepuluh persen. Dan yang lebih beruntung ternyata lawan kami. Jumlah penonton tuan rumah bertambah," katanya. Memang ketika berhadapan dengan Mercu Buana 10 Februari yang lalu di Medan, penonton berdesakan lebih dari biasanya, sekalipun harga karcis dinaikkan. Dari penghasilan kotor sebelumnya Rp 8 juta, sore itu manajer Mercu Buana, Kamaruddin Panggabean, memperkirakan uang masuk melonjak jadi Rp 15 juta. Di samping untung besar itu, Mercu Buana bisa menepuk dada. Karena hanya dengan berintikan pemain-pemain asal perkebunan, dia berhasil menumbangkan Niac (3-0) yang diperkuat Fandi dan David Lee yang harga kontraknya mencapai Rp 20 juta lebih setahun. Mozes Isaac dan Hanz Manuputty dalam debut mereka yang pertama di Tunas Inti ketika melawan Jaka Utama di Bogor tidak begitu mengesankan. Manuputty malahan disoraki dan penonton meminta supaya pemain Belanda berdarah Maluku tadi diganti saja. Mozes, ayah dari dua putri kembar, mengaku ia dan Hanz belum bisa menyesuaikan diri dengan iklim Indonesia yang panas dan lembab, sekalipun Mozes kelahiran Sorong, Irian Jaya. Ia mengaku memang belum sehebat pemain berdarah Maluku yang menetap di Belanda, Simon Tahamatta, yang sekarang dikontrak di Belgia. Tetapi bola adalah permainannya sejak kecil. Ia dan Hanz sejak berusia 8 tahun sudah mengenal bola. Kemudian mereka bersama-sama pula masuk klub Amersfoort, klub profesional divisi II di Belanda yang bangkrut tahun lalu. Di Amersfoort, Mozes mengaku menerima bayaran NF 70.000 atau sekitar Rp 18 juta setahun. Tetapi sejak klub itu bangkrut ia bekerja sebagai karyawan rumah sakit. Sedang Hanz mencari nafkah di pabrik mebel. Sekalipun begitu keduanya masih menjadi pemain sepak bola di klub amatir divisi I di Kota Vught. Mereka tidak menerima gaji di situ. "Yang ada uang saku di bawah meja," kata salah seorang. Mereka diincar Tunas Inti melalui seorang staf PT Tempo (perusahaan farmasi yang menjadi pemilik klub itu yang berkedudukan di Belanda. "Langkah ini diambil untuk mengatasi kekurangan striker pada tim," kata Stanley Gouw, Ketua Pelaksana Harian Tunas Inti. Rupanya hijrahnya beberapa pemain berkaliber nasional (terakhir Ronny Pattinasarani) ke Tunas Inti diterima begitu saja, hingga kekuatan tim itu bertumpu di lini tengah dan belakang. "Dikontraknya kedua pemain asal Belanda itu untuk menghidupkan barisan penyerang," ucap Stanley Gouw, pelatih yang pernah sukses membina tim atletik Malaysia beberapa tahun yang lalu. Tunas Inti kelihatannya masih belum mantap untuk memakai pemain impor. Sebab kedua pemain dari Belanda itu belum ditransfer. "Kami sedang libur kompetisi. Main di sini hanya sampai bulan April persis berakhirnya kompetisi Liga Utama," kata Mozes. Gouw tidak mau menyebutkan jumlah bayaran mereka selama 3 bulan di sini. "Stanley menjanjikan akan memberi uang saku setelah selesainya kompetisi," ungkap Hanz Manuputty yang berniat menikah Juli mendatang. Diperkirakan uang saku itu tak bakalan jauh di bawah bayaran yang biasa mereka terima di Belanda. Dari kegiatan impor pemain asing ini ada juga pihak ketiga yang mendapat untung. Pardedetex dari Medan misalnya harus membayar agen yang bernama Erick Senegal sebesar 20% dari nilai kontrak yang dibuatnya dengan Wendel Eugene. Sama dengan bayaran untuk pemain asal Brazil Jairo Matos, bos Pardedetex, Jhoni Pardede, menolak menyebutkan bayaran Wendel. Tetapi bisa diduga bayaran itu menarik. Ditambah lagi penginapan yang nyaman di Hotel Danau Toba (milik Pardede) untuk Wendel. Tak heran klub-klub Liga kelihatannya menjadi pasaran yang cukup menarik untuk pemain-pemain luar. Contohnya dinamo tengah asal Singapura yang kini bermain di Pahang, Rajagopal Suriamurthi, sesumbar kepada pers setempat bahwa dia sedang diincar salah satu klub Liga Utama. Katanya sudah dua kali dia ditawari salah seorang dari Niac Mitra untuk bermain di Indonesia. Tetapi dia tak mau menyebutkan berapa besar tawaran yang diberikan dan klub mana yang akan menampungnya. Menurut pelatih Niac Mitra, Basri, 2 tahun lalu teman si Fandi yang pernah main dalam tim nasional Singapura itu pernah dihubungi. Tetapi tak ada kesepakatan. "Keterangan Suria di koran itu cuma akal-akalan pemain bola, supaya harganya naik," sambut Wenas. Memang kebetulan tak lama lagi kontrak pemain berdarah Tamil itu di Pahang segera habis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus