KEGEMARAN menggunakan barang impor menular juga ke sepak bola.
Setengah lusin pemain asing meramaikan kompetisi Liga Utama yang
akan berakhir April mendatang. Selain Fandi Achmad, David Lee
dan Jairo Matos yang sudah beberapa bulan menyemarakkan
kompetisi selama ini, di lapangan hijau muncul tiga pemain impor
yang baru. Mozes Isaac dan Hanz Manuputty dari Belanda yang main
di Tunas Inti serta Wendel Eugene (juga dari Belanda) yang
dikontrak Pardedetex.
Kecenderungan menurunkan pemain asing itu selain untuk
meningkatkan mutu tim, sebagaimana dikatakan bos Niac Mitra,
Wenas, untuk meningkatkan uang masuk. "Dengan hadirnya Fandi dan
David Lee untung kami bertambah sepuluh persen. Dan yang lebih
beruntung ternyata lawan kami. Jumlah penonton tuan rumah
bertambah," katanya.
Memang ketika berhadapan dengan Mercu Buana 10 Februari yang
lalu di Medan, penonton berdesakan lebih dari biasanya,
sekalipun harga karcis dinaikkan. Dari penghasilan kotor
sebelumnya Rp 8 juta, sore itu manajer Mercu Buana, Kamaruddin
Panggabean, memperkirakan uang masuk melonjak jadi Rp 15 juta.
Di samping untung besar itu, Mercu Buana bisa menepuk dada.
Karena hanya dengan berintikan pemain-pemain asal perkebunan,
dia berhasil menumbangkan Niac (3-0) yang diperkuat Fandi dan
David Lee yang harga kontraknya mencapai Rp 20 juta lebih
setahun.
Mozes Isaac dan Hanz Manuputty dalam debut mereka yang pertama
di Tunas Inti ketika melawan Jaka Utama di Bogor tidak begitu
mengesankan. Manuputty malahan disoraki dan penonton meminta
supaya pemain Belanda berdarah Maluku tadi diganti saja.
Mozes, ayah dari dua putri kembar, mengaku ia dan Hanz belum
bisa menyesuaikan diri dengan iklim Indonesia yang panas dan
lembab, sekalipun Mozes kelahiran Sorong, Irian Jaya. Ia mengaku
memang belum sehebat pemain berdarah Maluku yang menetap di
Belanda, Simon Tahamatta, yang sekarang dikontrak di Belgia.
Tetapi bola adalah permainannya sejak kecil. Ia dan Hanz sejak
berusia 8 tahun sudah mengenal bola. Kemudian mereka
bersama-sama pula masuk klub Amersfoort, klub profesional divisi
II di Belanda yang bangkrut tahun lalu.
Di Amersfoort, Mozes mengaku menerima bayaran NF 70.000 atau
sekitar Rp 18 juta setahun. Tetapi sejak klub itu bangkrut ia
bekerja sebagai karyawan rumah sakit. Sedang Hanz mencari nafkah
di pabrik mebel. Sekalipun begitu keduanya masih menjadi pemain
sepak bola di klub amatir divisi I di Kota Vught. Mereka tidak
menerima gaji di situ. "Yang ada uang saku di bawah meja," kata
salah seorang.
Mereka diincar Tunas Inti melalui seorang staf PT Tempo
(perusahaan farmasi yang menjadi pemilik klub itu yang
berkedudukan di Belanda. "Langkah ini diambil untuk mengatasi
kekurangan striker pada tim," kata Stanley Gouw, Ketua Pelaksana
Harian Tunas Inti.
Rupanya hijrahnya beberapa pemain berkaliber nasional (terakhir
Ronny Pattinasarani) ke Tunas Inti diterima begitu saja, hingga
kekuatan tim itu bertumpu di lini tengah dan belakang.
"Dikontraknya kedua pemain asal Belanda itu untuk menghidupkan
barisan penyerang," ucap Stanley Gouw, pelatih yang pernah
sukses membina tim atletik Malaysia beberapa tahun yang lalu.
Tunas Inti kelihatannya masih belum mantap untuk memakai pemain
impor. Sebab kedua pemain dari Belanda itu belum ditransfer.
"Kami sedang libur kompetisi. Main di sini hanya sampai bulan
April persis berakhirnya kompetisi Liga Utama," kata Mozes.
Gouw tidak mau menyebutkan jumlah bayaran mereka selama 3 bulan
di sini. "Stanley menjanjikan akan memberi uang saku setelah
selesainya kompetisi," ungkap Hanz Manuputty yang berniat
menikah Juli mendatang. Diperkirakan uang saku itu tak bakalan
jauh di bawah bayaran yang biasa mereka terima di Belanda.
Dari kegiatan impor pemain asing ini ada juga pihak ketiga yang
mendapat untung. Pardedetex dari Medan misalnya harus membayar
agen yang bernama Erick Senegal sebesar 20% dari nilai kontrak
yang dibuatnya dengan Wendel Eugene. Sama dengan bayaran untuk
pemain asal Brazil Jairo Matos, bos Pardedetex, Jhoni Pardede,
menolak menyebutkan bayaran Wendel.
Tetapi bisa diduga bayaran itu menarik. Ditambah lagi penginapan
yang nyaman di Hotel Danau Toba (milik Pardede) untuk Wendel.
Tak heran klub-klub Liga kelihatannya menjadi pasaran yang cukup
menarik untuk pemain-pemain luar. Contohnya dinamo tengah asal
Singapura yang kini bermain di Pahang, Rajagopal Suriamurthi,
sesumbar kepada pers setempat bahwa dia sedang diincar salah
satu klub Liga Utama.
Katanya sudah dua kali dia ditawari salah seorang dari Niac
Mitra untuk bermain di Indonesia. Tetapi dia tak mau menyebutkan
berapa besar tawaran yang diberikan dan klub mana yang akan
menampungnya.
Menurut pelatih Niac Mitra, Basri, 2 tahun lalu teman si Fandi
yang pernah main dalam tim nasional Singapura itu pernah
dihubungi. Tetapi tak ada kesepakatan. "Keterangan Suria di
koran itu cuma akal-akalan pemain bola, supaya harganya naik,"
sambut Wenas. Memang kebetulan tak lama lagi kontrak pemain
berdarah Tamil itu di Pahang segera habis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini