DALAM buku Babad Tanah Jawi, Borobudur disebut sebagai "candi
dengan seribu patung Budha". Babad Mataram bahkan menyatakan
pantang bagi bangsawan Yogyakarta menginjak candi agung yang
bagaikan bukit indah hasil karya manusia ini.
Bagi orang Jawa, demikian Raffles dalam Histoy of Java,
kebesaran leluhur mereka tetap hidup bagaikan dongeng dari bibir
ke bibir, lebih-lebih kalau ada bukti nyata berupa monumen dalam
bentuk arsitektur yang begitu unik, satu-satunya monumen Budha
terbesar di dunia.
Dalam masa kekuasaan Inggris di Jawa (1811-1816), Gubernur
Raffles ketika berkunjung ke Semarang konon mendengar bahwa di
dekat Desa Bumisegoro ada sebuah candi. Sebelumnya, Raffles
berhasil mendokumentasikan kelompok candi di Jawa Timur. Dia
membuat sketsa dan arti dari reruntuhan kota Medang Kamulan di
Jawa Timur. Dan sementara mengagumi candi Prambanan dengan
patung indah dari Roro Jonggrang, dia berpikir tentu ada candi
lain di Jawa Tengah.
Sayang, Raffles tampaknya tak punya waktu. Dia menyuruh seorang
opsir zeni H.C. Cornelius yang juga telah menangani candi-candi
sebelumnya. Bukit itu digali di tahun 1815.
Dua puluh tahun kemudian, F.C. Wilsen mendapat perintah resmi
untuk menyalin ratusan ikon di atas batu itu dalam gambar.
Dilengkapi dengan monografi dari Leemans, sebuah buku tentang
Borobudur akhirnya terbit di tahun 1873. Tahun berikutnya, buku
itu diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis. Borobudur lahir
kembali, lebih-lebih sejak Theodore van Erp di tahun 1907 menata
batu-batu yang berserakan itu.
Kalau di Barat ada masa Karel Agung sebagai penguasa emporium
Roma, di Timur ada Borobudur yang diduga didirikan oleh Raja
Samaratunga dari wangsa Syailendra. Keduanya mempunyai
eksistensi zaman yang sama, abad ke-8 Masehi.
Terletak di jantung Pulau Jawa di dataran Kedu yang subur,
Borobudur mempunyai lanskap yang indah. Gunung Merapi Merbabu
berada di sebelah timurnya, dan disebelah barat terhampar
memanjang bukit Menoreh. Menurut dongeng rakyat setempat,
Menoreh adalah Gunadharma -- sang arsitek Borobudur -- yang
tidur menelentangkan diri di samping karya agungnya. Lewat imaji
mata, Menoreh memang tampak bagaikan seoran raksasa yang sedang
tidur. Penduduk setempat percaya bahwa Gunadharma kini sedang
tidur pulas dan puas akan karya seninya ini.
Borobudur sendiri kemudian diterjang kekuasaan alam dengan
meletusnya gunung Merapi di tahun 1006-Abu dan lava
menimbuninya, sementara masa kerajaan Jawa Tengah turut musnah.
Kemudian muncul masa kerajaan Jawa Timur.
Candi dengan limas berundak ini mempunyai sisi panjang 123 m.
Tingginya 42 m, termasuk puncak stupa. Ada 10 tingkat yang
diduga melambangkan 10 raja-raja wangsa Syailendra. Enam tingkat
pertama dalam bentuk segi empat. Setiap sisinya mempunyai bentuk
liku-liku menonjol sehingga memberi kesan bersudut banyak. Tiga
tingkat berikutnya berbentuk bulat, dengan 72 stupa dan satu
tingkat teratas dalam bentuk stupa besar dengan diameter 9,90 m
dan tinggi 7 m. Relief yang menceriterakan kisah sang Budha ada
3.000 m panjangnya, terbagi dalam 1.460 pigura. Selain itu ada
504 patung Budha dalam berbagai posisi mudra (simbol gaya dan
letak tangan. Ahli purbakala Belanda A.J. Bernet Kempers
menyebut Borobudur "Budhisme yang penuh misteri yang terlukiskan
di batu." Perpaduan yang sempurna antara manusia dan kesucian
yang keramat.
Menelusur lorong-lorongnya mulai dari kamadhatu, rupadhatu dan
arupadatu, seseorang berarti menyimak dunia manusia biasa,
dunia manusia suci dan kedewaan dalam arti simbolis. Simbolik
yang berisi nilai-nilai hukum ada di dinding terbawah,
karmawibangga. Oleh van Erp dinding terbawah yang penuh dengan
adegan sadis dan seks ini ditutup, dan terbentang sebuah
balustrada selebar 6 m, konon untuk memperkuat bangunan agar
tidak miring.
Bangunan raksasa dengan arsitektur unik ini mempunyai bentuk dan
skala yang berbeda dengan candi-candi lain. Jumlah stupa di
arupadhatu ada 32, 24 dan 16 di setiap tingkatnya. Tampak suatu
selisih tetap dan bisa dibagi dengan angka 8, sebagai lambang
mata angin di alam semesta. Diameter stupanya juga mempunyai
selisih tetap, 10 cm. Yaitu 1,90, 1,80 dan 1,70 m. Jumlah stupa
(dengan stupa induk) ada 73 buah.
Angka biner 73 ini kalau diuraikan dan dijumlahkan (7 + 3)
berakhir ke angka 10. Demikian pula jumlah patung Budha, dengan
yang di stupa induk, ada 505 buah. Jumlahnya (5 + 0 + 5) kembali
lagi ke angka 10. Angka 10 ini pun, menurut ilmu numerologi Jawa
yang penuh dengan simbol, kembali lagi menjadi 1 (10 = 1 + 0 =
1). Dan angka 1 berarti lambang ingkangsawiji, sang Adhi
Budha, atau kini lebih terkenal dengan Tuhan yang Esa.
Tetapi yang pasti, relief candi merupakan buku terbuka dari
sejarah masa itu. Bukan saja terlukis tujuan agama dan politik
raja-raja tetapi juga gaya hidup masa itu. Misalnya, ada cara
bersawah dengan teknologi membajak yang di seluruh Indonesia
masih dipakai.
"Masih banyak studi tentang Borobudur yang harus digali," ujar
Dr. Soekmono, Kepala Proyek Pemugaran Candi Borobudur. Karena
itu, seperti dikatakan oleh Prof. Dr. Haryati Soebadio, Dirjen.
Kebudayaan Departemen P & K "Saya berharap Borobudur bisa hidup
1.000 tahun lagi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini