PEREBUTAN Piala Thomas dan Uber, yang dimulai Jumat pekan lalu di Rainbow Hall Nagoya, kini pindah ke Tokyo, ibu kota Jepang. Bagai mengikuti irama kehidupan Kota Nagoya yang adem, pada babak penyisihan itu, nyaris tanpa ada kejutan. Hanya kekalahan tim putri Cina dari Korea Selatan yang agak menyentak. Ahad lalu, dengan skor 1-4 di grup A. Dengan hasil itu, Korea Selatan tampil sebagai juara grup dan Cina runner-up. Sedangkan di Grup B, putri Indonesia keluar sebagai juara, dan runner-up regu tuan rumah Jepang. Indonesia akan menghadapi Cina Rabu pekan ini di semifinal Piala Uber dan Kamis esoknya regu Korea Selatan akan ditantang Jepang. Di Piala Thomas, Cina belum terkalahkan dan keluar sebagai juara. Ia didampingi Malaysia. Di grup lainnya, Indonesia juara dan Denmark sebagai pendamping. Ini berarti di semifinal, Rabu pekan ini juara bertahan Cina akan bertemu dengan Denmark, sedangkan Indonesia akan menghadapi Malaysia esok harinya. Perjumpaan Indonesia-Malaysia ini merupakan ulangan semifinal Piala Thomas 1988. Ketika itu Indonesia kalah 2-3. Di SEA Games Kuala Lumpu 1989, Indonesia pun kalah dari Malaysia. Indonesia membalas dua kekalahan itu di Piala Asia tahun lalu dan di Pra-Kualifikasi Piala Thomas di Kuala Lumpur, Februari lalu. Siapakah kali ini yang unggul? Malaysia berharap banyak. Perdana Menteri Datuk Seri Dr. Mahathil Mohamad sudah menjanjikan hadiah sebesar 80 ribu dolar Malaysia atau lebih dari Rp 46 juta, jika negaranya bisa memboyong Piala Thomas. Walau begitu, tim manajer Malaysia Punch Gunalan tak berani sesumbar. "Tujuan kita ke sini adalah untuk masuk semifinal," ujar pemain seangkatan Rudy Hartono itu. Gunalan agaknya mau bilang, targetnya sudah tercapai di Nagoya. Dan di Tokyo, tinggal mencari prestasi lebih baik. "Kami tak berharap merebut Piala Thomas, sebab kami membawa pemain muda, di samping yang senior. Ini ajang kami untuk melatih mereka," ujar Gunalan merendah. Ini bisa taktik agar anak buahnya tak punya beban mental. Lihatlah "taktik" Malaysia. Di babak penyisihan, ia mengalahkan Korea Selatan 4-1, kemudian membabat Swedia 5-0. Ketika sudah pasti ke semifinal, ia dihantam Cina tanpa ampun 0-5. Sengaja tunggal pertamanya, Rashid Sidek, tak diturunkan dan ganda terkuat mereka, Razif/ Jailani Sidek dipecah. Jailani tak dimainkan juga. Namun Punch Gunalan mengelak jika disebut itu sebuah taktik. Gunalan bahkan meramalkan bahwa Cina yang akan merebut kembali Piala Thomas. Alasannya, Cina punya Yang Yang, Xiong Guobao, dan Zhao Jianhua. Lalu, pasangan Tian Bingyi/Li Yongbo yang merupakan pasangan terkuat Cina. Ganda Cina ini adalah runner-up All England 1990, kalah dari Park Joo Bong/ Kim Moon Soo di final. Kekuatan dan taktik tim Malaysia memang harus diperhitungkan. Jauh-jauh hari, Malaysia sudah berjuang lewat International Badminton Federation (IBF) untuk menempatkan Rashid Sidek sebagai tunggal pertama. Permintaan itu diluluskan. Jadi, di semifinal nanti, Rashid Sidek akan turun ke lapangan menghadapi Alan Budi Kusuma. Inilah yang ditunggu Malaysia. Sebab, dalam dua kali perjumpaan terakhir, Alan selalu kalah dari Rashid. Yang pertama, Agustus 1988 di Shanghai, dan kedua di Kuala Lumpur pada Agustus 1989. Rupanya, "trauma" Alan atas Rashid ini ingin dimanfaatkan Malaysia untuk meraih angka pertama. Mau tak mau, Alan jadi faktor penting. "Kalau Rashid bisa dikalahkan Alan, kemungkinan besar kita akan menang 3-0 langsung," ujar Eddy Kurniawan, yang tampil kurang mantap di Nagoya. Eddy sendiri yakin bahwa ia bisa menang dari Rashid, seandainya Alan tak dipasang di tunggal pertama. Namun, Eddy pernah kalah dari Rashid di Pra-Kualifikasi Piala Thomas, Februari lalu. Tampaknya, pilihan menghadapi Rashid tetap pada Alan, sekaligus memberi kesempatan balas dendam pada Alan. Ini tak mudah, mengingat bahwa Rashid maju pesat sejak ditangani Han Jian, juara dunia 1985 dari Cina yang kini melatih Malaysia. Tunggal kedua Malaysia adalal Foo Kok Keong, andalan Malaysia yang ditargetkan mengincar emas d Olympiade Barcelona nanti. Lawannya belum pasti, bisa Eddy Kurniawan dan bisa juga Joko Suprianto. Dari statistik, peluang untul mengalahkan Kok Keong lebih di miliki Joko ketimbang Eddy. Tiga kali perjumpaan Joko dengan Kok Keong, termasuk di Kuala Lumpur pada Juli 1989, semua dimenangkan oleh Joko. Sedangkan pada Piala Konica di Singapura, Februari 1989, Kok Keong mengalahkan Eddy. Memang, enam bulan kemudian, Eddy membalasnya di Kuala Lumpur. Menurut pelatih Indonesia Fuad Nurhadi alias Tong Sin Fu, "Tunggal kedua dan ketiga Malaysia bisa diatasi Indonesia." Karena, tungga ketiga Malaysia, Kwan Yoke Mengkelasnya di bawah tunggal ketiga Indonesia, Ardy B. Wiranata. Di ganda, yang pasti akan turur pertama dari kubu Malaysia adalah Razif/Jailani Sidek. Lawannya adalah Eddy Hartono/Gunawan, sesuatu dengan peringkat yang disusun IBF. Dari lima kali perjumpaan hanya sekali Eddy/Gunawan menang, di Kuala Lumpur pada Agustus 1989. Selebihnya kalah, dua kali di antaranya dengan rubber-set. Pasangan Sidek bersaudara itu berat untuk dilawan. Meski, ketika Malaysia mengalahkan Korea Selatan dengan 4-1 di penyisihan grup A, satu-satunya kekalahan diderita Razif/ Jailani dari juara All England 1990, Park Joo Bong/Kim Moon Soo, dengan dua set. Ganda kedua Malaysia, Cheah Soon Kiat/Soo Beng Kiang, pernah kalah rubber set dalam partai yang menentukan Indonesia-Malaysia di Pra-Kualifikasi Piala Thomas, Februari lalu. Sebelumnya, keadaan sudah 2-2. Alan Budi Kusuma mengalahkan Foo Kok Keong. Eddy Kurniawan disikat Rashid, kemudian Joko Suprianto menggulingkan Wong Tat Meng. Pasangan Razif/Jailani menjadikan skor 2-2 setelah memukul Eddy Hartono/ Gunawan. Dan Indonesia unggul lewat Icuk/Richard dengan skor yang sangat ketat. Akankah keadaan yang sama terulang lagi? Faktor penentu, selain di tangan Alan Budi Kusuma, ada di tangan Icuk Sugiarto/Richard Mainaky. Sialnya, kabarnya, Icuk Sugiarto menderita cedera pada otot pengikat mata kakinya (Maleolus medialis), sehingga absen ketika melawan Denmark. Menurut tim dokter Indonesia, dalam dua hari ini Icuk akan sembuh, dan besar kemungkinan bisa turun di ganda kedua. Kalau Icuk yang turun dan kondisinya fit, tampaknya peluang Indonesia kian bersinar. Tapi kalau kondisi Icuk tetap buruk, itu akan jadi masalah besar seandainya Indonesia kehilangan satu angka di tunggal. Di Piala Uber, sebenarnya kubu Indonesia lebih senang kalau ketemu Korea Selatan ketimbang Cina di semifinal. "Sebab tunggal Cina lebih kuat dibandingkan dengan Korea Selatan," kata Stanley Gouw, Asisten Teknik Tim Uber Indonesia. Pendapat Stanley ini dibenarkan oleh Ivana Lie, yang ikut ke Jepang dengan tugas khusus mengamati kekuatan tim lawan. "Kalau Cina memasang Tan Jiuhong di tunggal pertama, Susi Susanti agak susah melawannya," begitu analisa Ivana. Dalam tiga penampilan di Nagoya, Cina selalu menurunkan Tan Jiuhong, Huang Hua, dan Zhou Lie di tunggal. Sedangkan Indonesia turun dengan Susi Susanti, Minarti Timur, dan Sarwendah, atau Lilik Sudarwati. Skor perjumpaan Tan Jiuhong-Susi Susanti dalam dua tahun terakhir ini adalah 3-1 untuk Jiuhong. Sekali kemenangan Susi diraihnya di Jakarta pada Juli 1988, selebihnya anak Tasikmalaya yang juara All England 1990 ini kalah straight-set. Tunggal kedua, Huang Hua melawan Minarti Timur, pasti akan seru karena keduanya belum pernah bertemu. Tapi, menurut Stanley Gouw, "Minarti sudah paham bahwa Huang Hua suka tegang dan gampang marah. Jadi, Minarti harus membuat Huang Hua kesal, dengan melambatkan tempo permainan. Kalau sudah begitu, Minarti akan mudah mengalahkannya," analisa Gouw. Di tunggal ketika, besar kemungkinan Lilik Sudarwati akan turun menggantikan Sarwendah untuk menghadapi Zhou Lei. Baik Sarwendah maupun Lilik, juga belum pernah bertemu dengan Zhou Lei dalam dua tahun belakangan ini. Di nomor ganda, biasanya Cina menurunkan Yao Fen/Lai Cai Qin di ganda pertama dan baru Guan Weizhen/Shi Fangjin di urutan kedua. Lawannya, bisa dibolak-balik antara Verawaty/Yanti Kusmiati dan Rosiana Tendean/Erma Sulistyaningsih. Kekuatan ganda Cina itu juga belum pernah dijajal oleh dua ganda Indonesia tadi. Walhasil, tampaknya, perang strategi di bagian putri ini akan sangat berperan. Pelatih tim Uber Cina, Chen Fu Shou, menganggap kekalahan dari Korea Selatan jadi modal penting untuk melawan Indonesia. "Kekalahan tim kami karena salah pemain sendiri, bukan karena dimatikan lawan. Tapi, melawan Indonesia, kami akan mengatur strategi kembali," gertak Chen Fu Shou. Namun, ia sendiri tak berani memastikan apakah kemenangan akan diraih timnya. "Yang jelas, pertandingan akan seru," ujar Chen. Kalau di Piala Uber, Indonesia bisa melewati Cina, peluang mengalahkan Korea Selatan -- kalau Korea Selatan menang dari Jepang -- tak juga mulus. Sedangkan di Piala Thomas, bila Malaysia bisa dikalahkan di semifinal, Cina akan menunggu di final. Bukannya peluang tak ada, meski berat sekali. Dan di final yang berlangsung di Metropolitan Tokyo yang hiruk-pikuk -- semua hal bisa terjadi. Kedua piala tertinggi di bulu tangkis dunia itu bukannya tak bisa direbut asalkan, seperti kata Asisten Umum Tim Indonesia M.F. Siregar, "Pemain Indonesia tampil kesetanan." Toriq Hadad (Jakarta), Rustam F. Mandayun (Nagoya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini