Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUASANA latihan tim Mitra Kukar di Stadion Madya Aji Imbut, Tenggarong, Kalimantan Timur, Rabu pekan lalu, terasa tak lengkap. Tak ada teriakan-teriakan penyerang asal Brasil, Marlon Da Silva De Moura, yang biasanya paling keras terdengar saat meminta bola dari pemain lain. Tak ada juga ulah jailnya kepada pemain lain, termasuk menyiramkan air minum saat rehat.
Penyerang andalan Mitra Kukar itu absen latihan. "Marlon sedang ke Singapura untuk mengurus perpanjangan izin," kata Asisten Manajer Mitra Kukar Nor Alam. Marlon dan satu pemain asal Brasil lainnya, Arthur Cunha Da Rocha, hanya mengantongi izin tinggal kunjungan.
Izin tinggal seperti itu diberikan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada warga negara asing yang memiliki visa kunjungan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Keimigrasian, izin tinggal kunjungan itu berlaku 60 hari dan dapat diperpanjang sampai empat kali dengan jangka waktu masing-masing perpanjangan 30 hari.
Inilah yang membuat Nor Alam harus bolak-balik ke kantor imigrasi di Samarinda untuk mengurus perpanjangan izin tinggal buat Arthur. Masalahnya, batas empat kali perpanjangan itu kini sudah terlewati buat Marlon, sehingga dia harus keluar dari Indonesia dulu agar bisa kembali mendapatkan visa kunjungan.
Meski tampak berjalan mulus-mulus saja, praktek yang dilakukan klub Mitra Kukar ini melanggar aturan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, seorang warga negara asing yang bekerja dalam waktu tertentu harus memiliki izin tinggal terbatas, bukan izin tinggal kunjungan. Bila tetap bekerja tanpa kartu izin tinggal terbatas (kitas), ia bisa digolongkan sebagai pekerja ilegal serta terancam sanksi pidana penjara dan denda, juga sanksi administratif berupa deportasi.
Ironisnya, praktek menyiasati izin itu tak hanya dilakukan Mitra Kukar. Klub peserta Indonesia Soccer Championship (ISC)—kompetisi level tertinggi yang saat ini bergulir di Tanah Air—lain juga banyak melakukannya. Organisasi nirlaba, Save Our Soccer (SOS), akhir bulan lalu merilis data yang mengungkap ada 81 pemain asing ISC yang tak memiliki kitas.
Para pemain itu bukan hanya yang baru bergabung menghadapi putaran kedua ISC, sehingga bisa beralasan kitas mereka sedang diurus. Pemain-pemain yang sudah menjadi pilar klub pada putaran pertama kompetisi yang dimulai April lalu juga banyak yang hanya memakai visa kunjungan.
Di klub Semen Padang, misalnya, ada tiga pemain yang belum memiliki kartu izin tinggal terbatas. Mereka adalah Marcel Sacramento dan Cassio Fransisco dari Brasil serta pemain asal Bosnia, Muamer Svraka. Marcel dan Cassio adalah pemain lama, sedangkan Svraka baru direkrut.
Pelatih Semen Padang, Nil Maizar, mengatakan puas terhadap penampilan mereka, terutama dua pemain Brasil. "Secara umum bagus," tuturnya Rabu pekan lalu. Cassio dinilai cukup solid di lini belakang, sedangkan Marcel bisa diandalkan di lini depan. Marcel sejauh ini sudah mencetak 11 gol dan 4 assist dari 17 pertandingan. Karena itulah Nil Maizar merekomendasikan kepada manajemen untuk memperpanjang kontrak duo pemain Brasil tersebut hingga akhir 2017.
Manajer Semen Padang Suranto mengatakan klub sudah menyepakati perpanjangan kontrak itu. Kini kartu izin tinggal terbatas keduanya sedang diurus. Dokumen-dokumen persyaratannya sudah diserahkan pada 1 September lalu. Sedangkan untuk Muamer Svraka masih dalam proses pengajuan karena ia baru bergabung pada 2 September lalu. "Cassio dan Marcel sudah oke. Kami sudah bayar masing-masing US$ 900 untuk sembilan bulan ke depan," ujarnya. Namun, karena hingga kini kitas mereka belum keluar, visa kunjungan Marcel dan Cassio yang jatuh tempo pada 14 September ini terpaksa diperpanjang lagi.
Direktur Teknik PT Kabau Sirah Semen Padang Iskandar Zulkarnain Lubis mengatakan usaha untuk mengurus kitas pemain asing selama ini mengalami kendala persyaratan, yang menetapkan perusahaan harus memiliki modal setoran Rp 1 miliar. "Saat pendirian perusahaan ini, modal setoran kami hanya Rp 250 juta," ucapnya. Rapat umum pemegang saham perusahaan pada Juni lalu baru mengubah modal setoran perusahaan menjadi Rp 1 miliar. "Makanya kami baru bisa mengurus kitas untuk pemain asing."
Temuan SOS tak semuanya akurat, sehingga beberapa klub memprotesnya. Persib Bandung, misalnya, keberatan terhadap pencantuman nama Robertino Pugliara di daftar itu. "Data itu tak valid. Tak ada cek silang," kata Sekretaris Persib Bandung Yudiyana.
Pugliara, pemain Argentina berusia 32 tahun, pun memastikan sudah memiliki kartu izin tinggal terbatas. Sebagai pemain yang sudah malang-melintang di sepak bola Indonesia, ia mengaku paham betul urusan izin tinggal di negara ini. "Saya selalu memiliki kitas. Sewaktu masih bermain untuk Persipura, saya juga bikin kitas. Hanya, saat bermain di Piala Bhayangkara, saya memakai visa kunjungan," ujar Pugliara. Masa berlaku kitas yang dimilikinya baru akan habis pada Juni 2017.
Bali United juga menolak tuduhan bahwa pihaknya melanggar aturan. Kepala Eksekutif Bali United Yabes Tanuri mengatakan klubnya selalu mengurus kartu izin tinggal terbatas buat semua pemain asing. Ahn Byung Keon (Korea Selatan) dan Nemanja Vidakovic (Serbia), yang masuk daftar SOS itu, kini sudah memilikinya. Namun kitas dua pemain yang baru bergabung dengan Bali United bulan lalu, Daniel Hefferman (Inggris) dan Zoran Knezevic (Serbia), masih dalam pengurusan.
Menurut Yabes, pengurusan kartu izin tinggal terbatas berkaitan dengan masa uji coba bagi pemain asingnya. Klub biasanya memberi masa uji coba hingga tiga pekan. Setelah puas melihat performa pemain di masa uji coba, barulah klub meneken kontrak dan mengurus kitas pemain itu. "Jadi kepastian kontrak dengan pemain harus ada dulu sebelum dia bisa mengurus kitas," katanya.
Untuk mengurus kartu izin tinggal terbatas di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, klub harus lebih dulu mendapatkan izin menggunakan tenaga kerja asing dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Izin ini bisa didapat setelah klub menyertakan dokumen kontrak pemain. Selain itu, mereka memberikan uang kompensasi yang sudah diatur dalam Peraturan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013. Jumlah uang kompensasi itu US$ 100 per bulan per orang dan dibayarkan sesuai dengan jangka waktu kontrak pemain.
Menurut Yabes, operator ISC membolehkan klubnya memainkan pemain asing sebelum mereka memiliki kartu izin tinggal terbatas, asalkan pihaknya bisa membuktikan kepada operator bahwa kitas pemain itu sedang diurus. Dokumen yang bisa ditunjukkan ke operator antara lain tanda terima dokumen pengurusan kitas tersebut. Direktur Utama PT Gelora Trisula Semesta (GTS) Joko Driyono membenarkan hal ini. "Ya, tapi ada tenggatnya," ujarnya.
Joko mengakui kartu izin tinggal terbatas pemain asing di ISC menjadi persoalan serius. "Sedang kami tangani. Insya Allah dalam satu pekan ke depan tuntas," katanya Rabu pekan lalu. Mereka juga sudah menerbitkan surat ke klub-klub untuk secepatnya menyelesaikan masalah ini. "Pada 16 September semuanya sudah harus selesai."
Operator dan klub ISC tampaknya harus berpacu dengan langkah Imigrasi. Menindaklanjuti temuan Save Our Soccer, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Franky Sompie sudah meminta kantor-kantor imigrasi setiap wilayah mendata pemain asing yang izin tinggalnya tak sesuai dengan peraturan. "Semua orang asing yang berada di wilayah Indonesia harus menaati perundang-undangan yang berlaku," ujar Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Heru Santoso Ananta Yudah, Rabu pekan lalu.
Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), lembaga pemerintah yang mengawasi jalannya kegiatan olahraga profesional Indonesia, prihatin terhadap munculnya kabar soal pemain tanpa kartu izin tinggal terbatas itu. Sejak kompetisi belum bergulir, mereka sudah mengingatkan PT Gelora agar memastikan semua klub memenuhi persyaratan keimigrasian buat pemain. "Saat itu GTS bilang iya-iya saja. Mereka berjanji, pada putaran kedua ISC, semua sudah beres," kata Sekretaris Jenderal BOPI Heru Nugroho, Rabu pekan lalu.
BOPI sebelumnya cukup keras menyoal syarat-syarat klub yang ikut kompetisi. Pada 2015, mereka tak memberi rekomendasi kepada Arema Cronus dan Persebaya Surabaya yang dianggap masih terlibat dualisme kepemilikan. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia ngotot menyertakan klub itu dalam kompetisi Liga Super Indonesia, sehingga pada 18 April 2015 lembaga tersebut dibekukan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Selama PSSI dibekukan, kompetisi sepak bola Tanah Air hanya berupa turnamen jangka pendek yang sifatnya serabutan. Baru pada awal tahun ini ISC digulirkan. Dalam pelaksanaannya, kompetisi yang sudah berlangsung sebelum sanksi PSSI dicabut Kementerian Olahraga pada 10 Mei lalu itu ternyata masih dijangkiti penyakit lama sepak bola nasional. Selain soal pemain asing, SOS mengungkap data sejumlah pelatih yang belum memenuhi syarat lisensi Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) A. Bagi BOPI, temuan SOS itu bisa menjadi cambuk. "Biar sepak bola Indonesia semakin taat aturan," ujar Heru.
Gadi Makitan, Firman Hidayat (Tenggarong), Aminuddin A.S. (Bandung), Andri El Faruqi (Padang), Bram Setiawan (Bali), Rezki Alvionitasari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo