AHAD siang pekan lalu, sekitar 5.000 penonton yang duduk di tribun sirkuit Johor, Pasir Gudang, Johor Baru, Malaysia, sempat mengelu-elukan Hendra Tirtasaputra. Suara keplok agak menggemuruh ketika pembalap kawakan berusia 40 tahun itu merapikan letak motornya di garis start. Posisi start Hendra berada di grid satu -- urutan pertama yang ditentukan berdasarkan catatan waktu tercepat memutari satu putaran sirkuit yang panjangnya 3,1 km itu ketika latihan resmi. Saat itu memang berlangsung nomor puncak balap motor "Johor Grand Prix". Sekitar 25 pembalap dari beberapa negara Eropa dan Asia ikut mengambil ancang-ancang berjejer di belakang dan samping kiri Hendra. Sosok pria yang berkostum putih biru, senada dengan warna Honda RS 500 yang ditungganginya, tampak meyakinkan Abauw, begitu panggilan akrabnya, akhirnya dikerumuni juru kamera. Tak heran kalau nama Hendra disebut berulang-ulang oleh pembawa acara yang berdiri di menara yang dibangun persis di depan tribun kehormatan. Apalagi ia satu-satunya pembalap asal Indonesia yang nyelip di antara 25 pembalap dari beberapa negara Eropa dan Asia lainnya. Begitu bendera start dikibaskan, Hendra melejit sendirian ke depan. Ia terus memimpin sampai putaran keempat. Setelah itu, ia disusul oleh Sho Noguchi (Jepang), Fabian Looi (Singapura), dan Michael Galinsky (Jerman Barat). Posisi Hendra makin tak keruan ketika memasuki putaran kelima. Akhirnya, andalan Indonesia itu menyerah sebelum menyelesaikan putaran kesembilan. Ia masuk pit dan tak melanjutkan perlombaan. "Wah sial banget. Ada yang nggak beres dengan stang motor saya," keluhnya kepada TEMPO. Para pembantunya kemudian mencopot per peredam kejut stang kiri motornya dan terlihat memang tak bekerja dengan sempurna. "Saya takut, kalau dipaksakan bisa jatuh. Goyang, motornya," ujarya lagi. Apes, memang, buat Hendra. Tapi ia tak sendirian. Favorit lainnya, Fabian Looi ternyata motornya juga ikut ngadat. Pembalap asal Singapura itu kemudian masuk kandang sebelum lomba usai. Lomba motor yang mengharuskan pembalap melalap 15 putaran sirkuit itu akhirnya dimenangkan oleh Michael Galinsky (Jerman Barat), yang turun dengan menggunakan motor Yamaha FZ 750. Di nomor mobil, pembalap Indonesia mencatat prestasi yang lebih mendingan walaupun sebetulnya tak terlalu hebat. Setidaknya, 5 pembalap yang bertarung di sana: Aswin Bahar, Faisal Bahar, Alex Asmasoebrata, Ferry Asmasoebrata, dan Art Sasabone tidak pulang dengan tangan kosong. Aswin Bahar, yang mengendarai Honda Civic, turun di nomor grup A, yang khusus mempertandingkan mobil berkekuatan 1.300 cc-1.600 cc. Ia berhasil menang menjadi juara II, di belakang pembalap Malaysia Joseph Tan, yang menggunakan mobil Toyota Levin. Sedangkan Art Sasabone menjadi juara III. Tapi, ya, maklum saja, di kelas itu hanya ada tiga peserta. Seperti halnya Hendra, Aswin juga mengalami nasib sial. Mobil Honda Civic yang dibawa secara khusus dari Jakarta itu ternyata mengalami kerusakan as. "Ya, terpaksa saya menggunakan mobil yang seharusnya digunakan Faisal," ucap Aswin. Dengan mobil pinjaman itulah ia mengamankan kedudukannya di peringkat III grup A Overall, yang juga memasukkan hitungan point dari tiga sirkuit sebelumnya, Selangor (Malaysia), Pattaya (Muangthai), dan Macao. Ia juga mengantungi hadiah uang Rp 650.000. "Mau apa lagi, kita memang sedang sial," sahut Evie Bahar, istri Aswin yang juga bertindak sebagai manajer tim seluruh pembalap Indonesia. Di samping itu, Aswin juga mengeluh mengenai cara kerja panitia, yang menyatukan lomba untuk mobil limited saloons 1.300 cc ke atas dengan grup A. Di grup N/Isuzu, Ferry dan Faisal juga mampu masuk finis di urutan II dan III. Sedangkan gelar juara pertama diraih pembalap Jepang, Kunio Sakurai. Toh, lagi-lagi harus dimaklumi, ternyata di kelompok ini memang cuma ada 3 pembalap itulah. Akibatnya, di urutan umum, dua pembalap Indonesia itu menduduki peringkat ke-13 dan 16 dari 18 peserta seluruhnya. Walaupun para pembalap Indonesia tak terlalu mengkilat namanya, Tinton Suprapto, yang hadir di Johor tapi tak ikut balapan, masih mampu menggoyang sebagian peserta. Apalagi yang punya prestasi menyala. Mereka diajaknya untuk juga meramaikan "Indonesian Grand Prix" yang akan memperebutkan Piala Soeharto, yang dijadwalkan Sabtu dan Minggu pekan ini di sirkuit Ancol. Salah satu peserta top yang digaet Tinton adalah Ian Grey, 55 tahun, pembalap kawakan spesialis mobil super-saloons asal Perth -- juara I di Johor untuk kategori itu. Mobil yang digunakannya adalah BMW seri III 2.000 cc, yang juga pernah dipakai juara dunia, Heinz Stuck (Jerman Barat). Ini masih ditambah lagi dengan 14 pembalap sepeda motor luar negeri lainnya, termasuk juara "Indonesian Grand Prix" tahun lalu, Manfred Fischer (Jerman Barat) -- yang absen di Johor. Total, biaya untuk mendatangkan mereka diperkirakan menghabiskan Rp 100 juta. "Kami harus menanggung tiket mereka dan biaya angkut kendaraan. Belum lagi lagi ongkos akomodasi selama di Jakarta," tutur Tinton. Namun, Tinton penasaran melihat prestasi rekan-rekannya yang mulai suram belakangan ini. "Di Ancol nanti saya akan ikut balapan lagi dengan mobil Toyota yang khusus didatangkan dari Jepang," katanya. Ahmed K. Soeriawidjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini