Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pengamat: PSSI Seperti Tak Berniat Memajukan Sepak Bola Nasional

Pegiat media sosial dan pemerhati sepak bola, Rudi S. Kamri berpendapat bahwa PSSI masih belum berubah dan tidak berniat memajukan sepak bola nasional

28 Juli 2019 | 21.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menggelar Kongres Luar Biasa di Jakarta, Sabtu, 27 Juli 2019. Foto: TEMPO | Aditya Budiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lagi-lagi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menciptakan rekor yang WOW. Tanggal 27 Juli 2019 PSSI mengadakan KLB (Kongres Luar Biasa) di Hotel Mercure, Ancol Jakarta, hanya dengan hitungan jam sejak KLB dibuka langsung ditutup dengan 4 keputusan penting, yaitu tentang:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Susunan Komite Pemilihan (KP).
2. Susunan Komite Banding Pemilihan (KBP).
3. Perubahan Statuta PSSI.
4. Percepatan waktu Kongres PSSI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti yang dikeluhkan oleh Manajer Persib Bandung Umuh Muchtar sebagai salah satu voter PSSI, apa yang dilakukan PSSI bukan kongres, melainkan sekadar pengumuman sepihak, karena 86 voters PSSI yang seharusnya memegang kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan, sama sekali tidak dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan, hanya diminta persetujuan saja. Aneh!

PSSI ternyata tidak berubah. Dalam kongres tersebut, petinggi PSSI sama sekali tidak menyinggung terbongkarnya mafia pengaturan skor (match fixing) yang sedang dalam proses pengusutan aparat penegak hukum. PSSI juga tidak memberikan apresiasi atas kerja keras Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) yang mempunyai andil besar dan signifikan atas terbongkarnya kasus mafia sepak bola ini.

Yang lebih mengenaskan, dalam kongres tersebut PSSI terkesan tidak menghargai niat baik Presiden Joko Widodo yang telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional. PSSI sama sekali tidak menyinggung atau memberikan apresiasi terhadap niat baik dari Presiden. Ini sangat jelas menandakan PSSI seolah selalu berlindung di balik Statuta FIFA dan Statuta PSSI untuk tidak memberikan ruang kepada pemerintah dan masyarakat untuk membantu memperbaiki PSSI yang sedang berdarah-darah.

Kalau saja elite PSSI bijaksana dan mempunyai niat baik untuk memperbaiki persepakbolaan nasional, seharusnya petinggi PSSI mengajak KPSN duduk bersama untuk membahas masa depan persepakbolaan nasional. Bahkan seharusnya personel yang duduk dalam Komite Pemilihan atau Komite Banding Pemilihan adalah orang-orang yang direkomendasikan oleh KPSN. Bukan justru memilih orang-orang yang mendukung status quo PSSI.

Terkait revisi Statuta PSSI, konon pasal yang menyatakan mantan krimimal atau narapidana tak bisa menjadi pengurus PSSI dihilangkan. Ini duduga untuk memberi jalan kepada mantan Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono untuk come back ke kursi Ketua Umum PSSI.

Dengan sikap defensif yang diambil oleh Iwan Budianto sebagai Plt Ketua Umum PSSI, kita tidak lagi bisa berharap lebih banyak dari PSSI untuk berbenah menjadi lebih baik. Yang akan terjadi, PSSI ke depan akan tetap seperti sekarang, di mana merah hitamnya persepakbolaan Indonesia ditentukan oleh kemauan Sang Bandar. Pengurus PSSI, siapa pun ketua umumnya yang akan terpilih pada Kongres 2 November 2019 nanti hanya pion-pion yang menjadi operator dari keinginan Sang Mafioso.

Prediksi saya, awan gelap masih akan menyelimuti harapan masyarakat terhadap prestasi persepakbolaan nasional di masa yang akan datang. Satu-satunya jalan untuk menyibak awan gelap tersebut adalah harus ada Keputusan Presiden (Keppres) tentang Persepakbolaan Nasional sebagai tindak lanjut teknis atau penjabaran dari Inpres No 3 Tahun 2019. Dalam Keppres tersebut Presiden Jokowi harus membentuk badan atau lembaga khusus sebagai pelaksana teknis koordinasi lintas instansi untuk merealisasikan Inpres No 3 Tahun 2019.

Saran saya, KPSN dapat dipertimbangkan dengan serius sebagai embrio badan tersebut.

Tanpa ada langkah-langkah yang ekstrem dari pemerintah, kita jangan berharap akan ada perbaikan secara signifikan dalam prestasi persepakbolaan nasional. Hanya berharap pada elite PSSI yang saat ini berkuasa untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia adalah pekerjaan yang sia-sia tanpa makna. Yang terjadi pertandingan sepak bola yang merupakan olah raga favorit masyarakat Indonesia, hanya akan tetap menjadi pertunjukan dagelan yang sudah diatur dari ruang sejuk Sang Bandar.

(Rudi S Kamri: Pegiat Media Sosial)

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus