Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.30 ketika Jose Mourinho tiba di Cobham Training Center, pusat latihan sepak bola milik Chelsea, di Surrey, Inggris, Jumat dua pekan lalu. Udara masih terasa dingin, berada di angka 5 derajat Celsius. Mou—begitu Mourinho disapa—mengetatkan jaket sebelum melangkah ke ruang kerjanya.
Ruang itu tak besar. Hanya ada meja kerja kecil dengan mug berisi beberapa pulpen dan selembar foto dirinya bersama Matilde, putrinya. Perabot lain hanya rak mungil berisi deretan buku.
Mou memandangi foto dan buku-buku itu. Ia harus mengemas semuanya. Sebab, sejak ia dipecat pemilik Chelsea, Roman Abramovich, ruang itu bukan lagi miliknya.
Kabar pemecatan tersebut disampaikan sehari sebelumnya oleh Ketua Chelsea Bruce Buck dan Direktur Chelsea Eugene Tenenbaum seusai makan siang di Cobham. "Ini keputusan sulit. Namun perselisihan yang terjadi antara pemain dan pelatih membuat kami harus bertindak," ujar Direktur Teknik Chelsea Michael Emenalo.
Chelsea mengumumkan pemecatan Mourinho tiga hari setelah klub itu ditekuk Leicester City dengan skor 1-2 dalam laga Liga Primer Inggris di King Power Stadium, Leicester. Kekalahan ini membuat The Blues—julukan klub itu—terperosok ke peringkat ke-16 klasemen Liga Primer dan hanya berjarak satu poin dari zona degradasi. Ini menjadi catatan terburuk Chelsea sejak 1978.
Ini sangat Ironis. Sebab, Chelsea adalah juara bertahan Liga Inggris. Mourinho menduga kekalahan timnya itu karena para pemain mengkhianatinya. "Kami telah berlatih empat hari sebelum pertandingan," kata Mou. "Namun penampilan mereka saat bertanding tidak sama dengan ketika berlatih. Mereka telah mengkhianati saya!"
Mou mulai mengendus perlawanan dari para pemainnya pada awal Oktober lalu, ketika Chelsea akan bertemu dengan Southampton. Saat itu, taktik dan strateginya bocor ke media. "Saya yakin beberapa 'tikus' sudah membocorkan apa saja yang kami latih kepada Anda (media)," ujarnya sebelum pertandingan. Hasilnya, Chelsea kalah dengan skor 1-3.
Aroma pembangkangan juga diendus Garry Richardson. Presenter Radio 5 BBC Sports ini mendengar seorang pemain berkata, "Saya lebih baik kalah daripada menang buat Mourinho," setelah Chelsea ditekuk 1-3 oleh Liverpool. Richardson tentu saja tak menyebut nama pemain itu. Spekulasi pun bermunculan. Pemain sayap Eden Hazard disebut-sebut sebagai pemain yang dimaksud Richardson.
Tapi Fox Sports menyebutkan pemain itu adalah Cesc Fabregas. "Cesc memimpin perlawanan terhadap Mourinho di ruang ganti," tulis Fox.
Hazard dan Fabregas sama-sama membantah. Namun, menurut Richardson, "Ini setidaknya menggambarkan hubungan Mourinho dengan para pemain sudah teramat buruk."
Mou, sejak beberapa pekan sebelum dipecat, memang tak lagi akur dengan pemain. Bahkan, saat Chelsea ditekuk Bournemouth (0-1), Mou berkata, "Apa kalian ingin membunuh saya?"
Panasnya hubungan pelatih-pemain ini juga bisa dilihat dalam insiden pelemparan rompi yang dilakukan Diego Costa ketika Chelsea menantang Tottenham Hotspur pada akhir November lalu. Saat itu, Costa, yang kecewa karena tidak dimainkan, melemparkan rompi ke arah Mourinho. "Diego Costa sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat," ujar presenter Sky Sports, Jamie Redknapp.
Hilangnya sikap hormat itu sebenarnya sudah dimulai ketika Mourinho memaki dokter tim, Eva Carneiro, saat Chelsea bertemu dengan Swansea di laga perdana Liga Primer. Insiden ini bermula saat Eden Hazard mengalami cedera. Eva langsung menghampiri Hazard dan memapahnya ke pinggir lapangan. Reaksi Eva, menurut Mourinho, berlebihan.
Mou kemudian menskors Eva sampai akhirnya dokter berambut kriwil itu memilih mundur. "Mourinho melakukan kesalahan besar. Eva adalah figur yang sangat dekat dengan para pemain dan dihormati mereka," tulis Secret Footballer.
Ada dua kasus lain yang membuat Mou semakin dijauhi pemain, yakni ketika ia memaki wasit Robert Madley saat timnya ditekuk Southampton dan ketika ia menghina wasit Jon Moss saat jeda laga melawan West Ham. Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) memberinya sanksi atas dua insiden tersebut berupa denda masing-masing 50 ribu pound sterling dan 40 ribu pound sterling. Mou juga diskors satu pertandingan.
"Jika semua pemain tampil di bawah performa sepanjang musim, itu hanya berarti satu hal: mereka tak lagi berada di belakang Mourinho," kata analis sepak bola Inggris, Alan Shearer.
Penampilan Chelsea sampai pekan ke-16 musim ini memang jeblok. Klub itu hanya mencetak 18 gol dan kebobolan 26 gol dalam 16 laga. Pada periode yang sama musim lalu, Chelsea mencetak 36 gol dan kebobolan 13 gol. Padahal komposisi pemain tak banyak berubah. The Blues hanya membeli tiga pemain bintang pada bursa transfer musim panas ini, yaitu Pedro Rodriguez, Asmir Begovic, dan Radamel Falcao.
Dengan komposisi pemain yang hampir sama, performa Chelsea seharusnya tak berbeda jauh dengan musim lalu. Cukup logis jika Mou lantas menuding ada pengkhianat di timnya. Apalagi pembangkangan pemain bukan cerita baru di Chelsea.
Andre Villas-Boas—biasa disebut AVB—mengalaminya saat melatih Chelsea pada musim 2011/2012. Perlawanan pemain terhadap AVB dipicu kebijakannya memarkir sejumlah pemain senior, seperti Frank Lampard, Michael Essien, dan Ashley Cole, di bangku cadangan. Keputusan ini ditentang para pemain. Mereka melakukan perlawanan dengan bermain buruk di lapangan. Hasilnya, dari 27 laga Liga Primer, Chelsea hanya mengantongi 13 kemenangan.
"Ada beberapa pemain yang tidak mau bekerja keras untuk Andre Villas-Boas," ujar Ashley Cole. Frank Lampard memainkan peran besar saat AVB akhirnya dipecat pada Maret 2012.
Perlawanan pemain tak hanya terjadi di Chelsea, tapi juga di Manchester United. David Moyes, pengganti Sir Alex Ferguson, mengalaminya. Moyes datang dari Everton ke Old Trafford pada musim 2013/2014. Banyak yang ragu terhadap kualitasnya karena pelatih asal Skotlandia ini belum sekali pun meraih trofi bergengsi.
Keraguan tersebut terjawab: Manchester United terlempar ke peringkat ke-12 klasemen hanya dalam enam pekan pertama bersama David Moyes. Sejumlah pemain senior, seperti Patrice Evra, Rio Ferdinand, dan Nemanja Vidic, kemudian menggulirkan mosi tidak percaya. Mereka juga meminta pemilik klub, keluarga Glazer, memecat Moyes.
"Para pemain mengatakan mereka tidak bisa lagi bekerja sama dengan Moyes," tulis Daily Mail. "Mereka meninggalkan dua opsi: pecat Moyes atau United hancur."
Pada 22 April 2014, Moyes resmi dipecat. Ia hanya bertahan 10 bulan dari total 72 bulan kontraknya. Keluarga Glazer lalu menunjuk Louis van Gaal sebagai penggantinya. Namun, baru satu setengah musim melatih, Van Gaal menghadapi persoalan yang sama: perlawanan pemain. Perlawanan muncul karena pemain tak puas terhadap filosofi sepak bola Van Gaal.
"Seorang pemain mengatakan filosofi Van Gaal yang sangat kaku membuat dia hanya bisa bermain dengan separuh dirinya," kata wartawan Daily Telegraph, Jason Burt. Dua pemain senior bahkan sudah menyampaikan keluhan secara terbuka di ruang ganti setelah Manchester United ditahan imbang 1-1 oleh Leicester City pada 28 November lalu.
Belum ada bukti para pemain mengkhianati Van Gaal. Tapi penampilan buruk mereka dalam beberapa pekan terakhir mirip perlawanan yang dilakukan para pemain Chelsea terhadap Mourinho dan Villas-Boas. Performa buruk itu membuat Manchester United tersingkir dari Liga Champions dan terlempar dari empat besar klasemen Liga Primer. Bahkan, sampai akhir tahun, klub ini belum pernah menang dalam delapan laga terakhir.
Louis van Gaal harus segera memadamkan titik-titik api di ruang ganti atau nasibnya akan setragis Andre Villas-Boas, David Moyes, dan Jose Mourinho.
Dwi Riyanto Agustiar (ESPN FC, BBC, Sky Sports, Secret Footballer)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo