INI Persija baru, tapi mungkin belum bisa dikatakan ini baru
Persija. Muncul di stadion utama Senayan, Jakarta hari Jumat, 6
Oktober malam dengan hampir separuh pemain junior, tim Persija
gagal menang terhadap kesebelasan Sao Paolo Selection dari
Brazilia.
A.A. Rake adalah kiper. Sekalipun ia telah berusaha keras
meyakinkan penonton bahwa dia cukup mampu untuk mengimbangi
Ronny Pasla maupun Sudarno, namun ketrampilannya kurang ditopang
oleh kecermatan mengambil posisi maupun dalam menangkap bola
Pertandingan baru berjalan 15 menit ia nyaris harus digotong ke
luar akibat bertabrakan dengan pemain lawan. Ia cuma turun
setengah main.
Rake kemudian digantikan oleh Sudarno. Sudarno juga bermain tak
mantap. Di mana Ronny Pasla? Kasus suap di Merdeka Games agaknya
tak memungkinkan dia tampil di depan umum.
Kwartet Baru
Pemasangan pemain baru tidak hanya dilakukan pelatih dari
Polandia, Jonata, untuk pertahanan terakhir saja. Kwartet Simson
Rumahpasal-Johannes Auri-Oyong Lisa-Suaeb Rizal yang selama ini
merupakan pemain yang sukar dilewati penyerang lawan, diganti
oleh Harry Muryanto-Aun Harhara-lshak Lisa-Berthy Tutuarima.
Tapi kwartet baru ini tampak belum sepenuhnya mampu
mengorganisir pertahanan seperti yang dikerjakan kwartet
pertama.
Harry Muryanto dan Aun Harhara bermain rutin. Sering meniru
Simson Rumahpasal maupun Johannes Auri dalam melakukan over
lapping, tapi keduanya tak dapat berlaku sesigap yang ditiru,
dalam menutupi lobang pertahanan yang ditinggalkan. Sementara
poros halang Ishak Lisa dan gelandang kiri Berthy Tutuarima pun
tak dapat diharapkan banyak dalam menjalin kerjasama dengan
kedua rekannya.
Di lapangan tengah, tugas penghubung dan pengatur serangan yang
dibebankan kepada tokoh-tokoh lama Sofyan Hadi, Anjas Asmara,
dan Iswadi Idris. Mereka tampak terpengaruh pula oleh permainan
barisan pertahanan yang rapuh. Kecermatan operan yang selama ini
merupakan merek mereka, malam itu hampir tak berbekas. Gerak
mereka dengan mudah ditebak lawan.
Makin ke depan, kerjasama di barisan Yersija tampak kian lemah.
Terutama terletak pada diri kiri luar, Syamsul. Kalau Taufik
Saleh yang berperan sebagai ujung tombak silih berganti dijaga
ketat oleh poros halang Sao Paolo Selection, Espanhol, maupun
gelandang kanan Joas Carlos, maka titik lemah pada diri back
kanan Mario tak mampu dibaca oleh Syamsul. Berkali-kali Syamsul
lolos dari penjagaan, tapi berulang kali pula membikin kesalahan
dalam memberikan umpan kepada Taufik Saleh atau Anjas Asmara
yang berada di depan mulut gawang.
Seyogianya setelah pertandingan berjalan 20 menit, Marek Jonata
sudah harus menarik Syamsul, bukan Wahyu Tanoto. Dan yang
dimasukkan sebagai pengganti bukan Danan Jaya, melainkan Dede
Sulaiman. Bukankah dalam posisi ketinggalan 1-0, yang dibutuhkan
adalah penyerang seperti Dede Sulaiman, tidak Danan Jaya yang
cuma berperan baik di barisan belakang?
Kelemahan yang merongrong Persija di segala lini diakui jujur
oleh Bob Hippy yang mendampingi Marek Jonata dalam melatih.
"Kita memang membutuhkan orang seperti Robby Binur untuk di
depan dan seperti Simson Rumahpasal serta Johannes Auri di
belakang," kata Bob Hippy. Untuk yang lain, ia sudah seperti
setuju.
Seandainya pertandingan Sao Paolo Selection merupakan ujian bagi
Persija dalam mempersiapkan diri untuk turnamen besar mereka
boleh berfikir panjang untuk merombak barisan. Tim tamu yang
nyaris sama sekali tidak memperlihatkan mutu sepakbola gaya
Amerika Latin, kecuali dalam bermain kasar dan memprotes wasit,
ketrampilan mereka tak, lebih dari kesebelasan dalam negeri.
Kebobolannya gawang Persija 2-0 di kaki pemain Sao Paolo
Selection telah memperlihat betapa lemahnya tim ibukota kini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini