Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Pertama Untuk Junior

Kejuaraan dunia junior bulu tangkis bimantara I diselenggarakan ibf dan menjadi jenjang pemain elite. pbsi pun mengatur strategi.

14 November 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BULU TANGKIS junior naik gengsi. Buktinya, invitasi dunia Bimantara, yang biasanya digelar setiap tahun, ditingkatkan statusnya menjadi kejuaraan dunia junior. Presiden Soeharto membuka kejuaraan ini di Istora Senayan Jakarta Senin pekan ini. Dengan naiknya status itu penyelenggaranya pun beralih ke IBF, badan bulu tangkis internasional. Dan untuk menghargai kontribusi Bimantara yang telah menyelenggarakan turnamen ini sejak tahun 1983 (waktu itu hanya diikuti tiga negara dan tahun lalu diikuti 35 negara), nama Bimantara tetap dicantumkan. Kejuaraan di bawah usia 18 tahun ini tak lagi dilakukan setahun sekali, tapi dua tahun sekali. Sukses ini tak lepas dari lobi PBSI yang menghendaki agar ada dua piala Indonesia (Sudirman Cup dan Bimantara Cup) di kejuaraan IBF. "Ini adalah perjuangan," kata Leo Ch. Wiranata, wakil ketua penyelenggara kejuaraan. Meski untuk itu PBSI merogoh sekitar Rp 1,24 milyar: untuk biaya penyelenggaraan Rp 500 juta, sanction fee (biaya pengakuan) Rp 140 juta, dan setoran ke IBF Rp 600 juta. Yang terakhir ini, "Agar IBF bisa menyelenggarakan terus-menerus," kata Leo. Mengapa baru sekarang IBF berminat? "Semula IBF tak berani karena kejuaraan ini tak bisa dijual," kata Titus Kurniadi, ketua bidang luar negeri PBSI, yang juga duduk sebagai salah satu pengurus IBF. Tapi setelah menyadari bahwa pemain pemain top muncul dari kejuaraan Bimantara ini IBF tergerak menanganinya. Dari kejuaraan ini telah lahir pemain-pemain elite, seperti Susi Susanti, yang telah menjuarainya 8 kali (tiga tunggal, empat ganda, dan sekali campuran). Ada pula Allan, juara tahun 1985, dan Ardy juara tahun 1987. Lalu ada lagi Thomas Steuer Lauridsen (Denmark) juara tahun 1988, dan Yao Yan (Cina) juara tunggal putri, 1991. Dengan keterlibatan IBF, jumlah pemain dibatasi. Tiap negara mendapat jatah masing-masing 4 orang per nomor (tunggal putra-putri, ganda putra-putri, dan ganda campuran), kecuali tuan rumah yang mendapat jatah spesial: dua kali lipat dari kuota. Dampak pembatasan ini, pemain tuan rumah tak bisa "mengeroyok" pemain asing. Selain itu seleksi bagi pemain Indonesia dilakukan secara nasional dengan melibatkan PBSI. Menurut M.F. Siregar, ketua bidang pembinaan PBSI, Indonesia akan menurunkan pemain lapis ketiga, di bawah pelatnas utama dan pratama. Maka PBSI pun ikut mengatur strategi. Dalam kejuaraan yang diikuti 172 atlet dari 26 negara itu PBSI memberi target sama dengan hasil tahun lalu, yaitu dua juara (tunggal dan ganda putra). Di nomor tunggal putra Indonesia tumpuan ada pada Adi George Rinaldi, unggulan kedua. Ganda putra dipercayakan pada Namrih/Tony Gunawan, unggulan pertama. Sedangkan di tunggal putri bertengger Meiluawati, unggulan kedua. Mei, gadis asal Semarang kelahiran 1975, di kejuaraan tahun lalu dikalahkan Yao Yan, asal Cina. Waktu itu, di set pertama, Mei yang tingginya 163 sentimeter itu membulan bulani lawan. Yao Yan tak diberi angka satu pun. Tapi Mei, yang waktu itu mengaku permainannya masih labil, akhirnya kalah. Ia menyesal sekali. Kini Mei bertekad membalas kekalahannya. Yao Yan, 17 tahun, adalah pemain yang sangat percaya diri dan pantang menyerah. Ia selalu menganggap lawan-lawannya berat. Dua pekan lalu ia menjuarai Cina Open. Kemenangannya ini memberi kepercayaan diri yang lebih besar lagi. Kubu Denmark dan Swedia tampaknya tidak sekuat Cina atau Korea. Tak lain karena pembinaan bulu tangkis junior di sana tak berjenjang. Berbeda dengan di Indonesia atau Cina, yang para pemainnya umumnya sudah dikondisikan menjadi profesional. Artinya, seluruh waktu dipakai main bulu tangkis, kalau perlu mengorbankan sekolah. Di Eropa hal itu belum memungkingkan. WY & Andi Reza Rohadian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus