MINGGU, 18 Juni pagi. Hujan yang mengguyur lebat di luar Istoran Senayan, Jakarta ternyata tak mampu mendinginkan emosi penggemar silat asal Maluku yang berada di dalam ruangan . Ketika pesilat Lili Jallah, satu-satunya peserta kejuaraan nasional pencak silat dari Maluku yang mencapai babak final, dinyatakan wasit kalah 3-2 atas Yuni Winarni dari Jakarta. Dalam kemarahan tak terkendali, yang terjadi apalagi kalau bukan keributan. Bendera Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) yang terpancang di depan meja Dewan Hakim, lembaga banding yang menilai suatu hasil pertandingan yang diragukan, sempat dicabut oleh salah seorang tukang protes dan nyaris dipukulkan pada petugas keamanan. Adakah ledakan kemarahan para suporter Maluku itu hanya semata untuk menutupi kelemahan pesilat andalan mereka? Sulit untuk direka. Inilah keterangan drs. Nirwan, manajer tim Maluku. "Kalau Lili kalah secara wajar, kami akan terima keputusan itu. Tapi anda lihat sendiri, juga publik tahu, bahwa yang menang itu adalah Lili," katanya. Nirwan sendiri tak kurang mengajukan protes resmi kepada panitia atas keputusan juri yang dianggapnya tak wajar itu. Ia menghendaki agar antara Lili dan Yuni dilakukan pertandingan ulang untuk 1 ronde. "Jika ini tak dikabulkan, kami akan menolak untuk menerima medali perak yang diberikan panitia," ancam Nirwan. Ketika seluruh peserta diminta panitia untuk berbaris menerima medali, Lili memang tak masuk di sana. Sebab Nirwan masih terlibat dalam mencari penyelesaian dengan Ketua Harian IPSI, Eddy Djadjang Djajaatmadja. Berikutnya dengan Ketua Bidang Teknik, Januarno. Barulah setelah pembicaraan usai, Nirwan menampakkan wajah lega. Menurut Nirwan, seperti yang diceritakan kepada TEMPO, Januarno mengakui bahwa sesungguhnya yang menang itu adalah Lili. Tapi karena keputusan sudah terlanjur diumumkan, demi kewibawaan, hasilnya tak mungkin dirobah lagi. "Pak Januarno minta pada saya agar Lili diberi pengertian, dan mau menerima medali perak yang telah ditetapkan," tambah Nirwan. Dan Lili mau. Pengakuan Januarno atas kemenangan Lili itu kemudian diperkuat lagi oleh tim penilai pesilat teladan yang menempatkan puteri Maluku yang 'dikalahkan' ini untuk menyandang kehormatan tersebut. Untuk putera terpilih pemegang medali emas kelas 36-39 kg, Alfonsius Jari dari Nusa Tenggara Timur. Tim penilai terdiri dari tokoh-tokoh IPSI dan anggota SIWO/PWI Jaya. Mereka adalah Rachmat Suranegara, Sastroadiwardoyo, drs. Raturete, Abdul Fattah, Sumarno Hadi, Kusnun, dan Sonny. Jika kehormatan yang dilimpahkan tim penilai bisa dijadikan ukuran tentang kebolehan scorang pesilat, tidakkah juri yang menilai pertandingan Lili melawan Yuni telah berbuat suatu kekeliruan? "Juri itu 'kan manusia biasa juga, mas," kata salah seorang juri pertandingan, Mursyid. "Sudah barang tentu mereka pun tak terlepas dari kesalahan-kesalahan." Menanggapi kasus Lili di atas, Eddy Djadjang Djajaatmadja mengatakan bahwa peristiwa ini akan dijadikan pelajaran bagi IPSI untuk masa mendatang. Mudah-mudahan begitu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini